Monday, December 3, 2012

Before The Last Day

TERBIT 17 DESEMBER 2012!!

Penulis: Lexie Xu, Regina Feby, Erlin Cahyadi, Retni Sb, Dadan Erlangga, Valleria Verawati, Eva Sri Rahayu, Teresa Bertha, Irena Tjiunata, etc
Editor: Novera Kresnawati, Donna Widjajanto
Cover Illustrator: eMTe

Megie menerima pekerjaan sebagai peramal jadi-jadian hanya karena ingin meramaikan kedai kopi temannya, namun dia terpaksa mulai mengarang-ngarang cerita saat gambar-gambar di kopi mulai terasa mengerikan. Smile hanya ingin melihat senyum Kakek sebelum dia meninggal, namun tiba-tiba dia mendapatkan dirinya bakalan dikurbankan untuk ritual menyelamatkan Bumi. Sementara Feby yang memenuhi bucket list-nya sebelum kiamat, mendadak kebagian tugas untuk melenyapkan mayat.

Kalau bukan gara-gara kiamat, Anette tidak akan berani menyelidiki bunyi-bunyian menyeramkan dari loteng rumahnya. Rasi tidak akan mengalami time slip yang membuatnya bertemu Rezky kembali. Sementara Dinda dan Salsa akan terus melanjutkan meneruskan permusuhan mereka tanpa mengindahkan masa lalu yang pernah mengikat mereka.

16 kisah gelap dan mencekam, ditulis oleh 16 penulis dengan gaya berbeda. Kisah-kisah yang diawali dengan pembunuhan, pengkhianatan, penglihatan, kebencian, ketakutan, dan kesedihan. Kisah-kisah yang kemudian membawa pada harapan, keajaiban, dan pada akhirnya… cinta.

Besok adalah hari kiamat. Apa yang akan kalian lakukan hari ini?

Wednesday, September 5, 2012

OMEN's Chibi Death Parade, Courtesy of Regina Feby


Things You Should Know About OMEN

Dear Lexsychopaths,

Berhubung ada banyak pertanyaan sehubungan dengan terbitnya
OMEN, maka Kalex akan memberikan sejumlah kisi-kisi supaya kalian punya bayangan seperti apakah cerita OMEN:

1. OMEN adalah sebuah cerita baru dan bukan lanjutan dari Johan Series. Meski begitu, akan ada beberapa hubungan dengan Johan Series seperti munculnya Inspektur Lukas yang masih berpangkat rendah (ahahaha), menandakan kisah ini terjadi sebelum Johan Series (jadi bukan karena Inspektur Lukas diturunin pangkatnya, ohohohohoho).

2. Harapannya, OMEN bakalan punya sekuel, tapi belum tentu akan dijadikan serial atau tidak. Kedua tokoh utama cewek sudah terungkap di OMEN, sementara tokoh utama cowok, selain tokoh utama di OMEN, adalah Leslie Gunawan yang waktu itu masih imut-imut. ^^v

3. Apa artinya OMEN? Sebenarnya, ada film horor klasik yang terkenal sekali berjudul The Omen. Penjahatnya adalah anak kecil yang dirasukin iblis. Nah, OMEN yang jadi judul novel terbaruku ini adalah julukan bagi si tokoh utama yang dianggap mirip penjahat di film tersebut. ^^

4. Harga OMEN 47 ribu (maaf ya, tadinya Kalex kirain 48 ribu, tapi untung jadi lebih murah, bukannya jadi lebih mahal ^o^). Apakah ini suatu kebetulan menyangkut Area 47? Yah, Kalex percaya angka 47 itu selalu menghiasi hal-hal baik dalam hidup Kalex. Sebagai contoh, nomor produk Obsesi dan Permainan Maut berakhir dengan angka 47 (no kidding!!).

5. Tanggal terbit OMEN 17 September 2012. Awalnya dijadwalkan tanggal 13, tapi rupanya ada penundaan. ^^ Ini berarti, tanggal 17 September OMEN akan beredar di Jabodetabek, lalu tanggal 20 September ke bagian-bagian lain di pulau Jawa. Harapannya, dalam waktu sepuluh hari berikutnya bisa menyebar ke pulau-pulau lain juga.

6. Untuk pemesanan dengan diskon 15% plus tanda tangan dari Kalex bisa hubungi www.lexiemedia.com.

Segitu dulu dari Kalex. Thank you everybody, and until next time... ♥

xoxo,
Lexie

Tuesday, August 28, 2012

Coming Soon: OMEN

TERBIT 17 SEPTEMBER!

Penulis: Lexie Xu
Editor: Novera Kresnawati
Cover Ilustrator: Regina Feby

File 1: Kasus Penusukan Siswa-Siswi SMA Harapan Nusantara

Tertuduh: Erika Guruh, dikenal juga dengan julukan si Omen. Berhubung tertuduh memang punya tampang seram, sifat nyolot, reputasi jelek penuh cela, tidak ada yang ragu bahwa dia pelakunya. Tambahan lagi, ditemukan bukti-bukti yang mengarah padanya.

Fakta-fakta sejauh ini: Bukan rahasia lagi tertuduh saling membenci dengan korban pertama. Perselisihan antara keduanya semakin menajam saat timbul spekulasi bahwa tertuduh ingin merebut pacar korban pertama. Tidak heran saat korban ditemukan nyaris tewas di proyek pembangunan, kecurigaan langsung tertuju pada tertuduh. Menambah sulit masalah, saat disuruh mendekam di rumah oleh pihak kepolisian, tertuduh malah kabur dengan tukang ojek langganannya yang bertampang residivis. Dan yang pada akhirnya membuat tertuduh terpojok, dia juga orang pertama yang tiba di TKP korban-korban berikutnya.

Misiku: Membuktikan tertuduh tidak bersalah dan menemukan pelaku kejahatan yang sebenarnya.

Penyidik Utama,
Valeria Guntur

Saturday, August 11, 2012

Bagaimana Caranya Menerbitkan Naskah di Gramedia Pustaka Utama?

Source: http://www.gramediapustakautama.com/berita-detail/16/Bagaimana-Caranya-Menerbitkan-Naskah-di-Gramedia-Pustaka-Utama

Banyak penerbit yang bisa kamu pilih untuk menerbitkan karyamu. Bagaimana cara memilih penerbit yang bagus? Pilihlah penerbit yang kira-kira tertarik pada karyamu. Untuk Lexie, Gramedia Pustaka Utama adalah pilihan satu-satunya. Penerbit yang hanya menerbitkan buku-buku yang berkualitas yang berarti, kalau naskah kita diterima, ini berarti sebuah pengakuan besar terhadap kemampuan kita). Penerbit dengan reputasi tepercaya, sehingga kita tidak perlu takut naskah kita dibajak. Penerbit dengan editor-editor ramah dan berpengalaman, yang menghargai setiap penulisnya dan membantu para penulis menerbitkan buku sesuai keinginan mereka. Dalam kesempatan ini Lexie ingin berterima kasih kepada Gramedia Pustaka Utama yang sudah membantu Lexie mencapai cita-citanya. Love you, GPU!

xoxo,
Lexie


Kami selalu menerima naskah dari penulis untuk kami terbitkan, bila naskah tersebut kami nilai memenuhi standar penerbitan kami. Namun, maaf sekali, kami tidak bisa menerima naskah yang dikirimkan melalui e-mail, karena akan menyulitkan tim editor dalam melakukan penilaian naskah.

Apabila Anda ingin menerbitkan naskah Anda, silakan kirimkan naskah tersebut ke alamat kami di
PT Gramedia Pustaka Utama
Gedung Kompas Gramedia Lantai 5
Jl. Palmerah Barat 29-37
Jakarta 10270

Cantumkan jenis naskah Anda di sudut kiri atas. Fiksi/Nonfiksi. Remaja/Dewasa. Dll. Untuk memudahkan proses seleksi/pengkategorian.

Naskah yang dikirimkan harus dalam bentuk print out, lengkap (tidak hanya cuplikan naskah).Sertakan pula sinopsis cerita.

Tebal naskah untuk novel 100-200 halaman. (Bisa lebih asal jangan berlebihan)

Untuk buku anak, lengkapi dengan contoh ilustrasi. Konsep cerita (terutama untuk buku berseri).

Jenis kertas yang digunakan bebas, asal mudah dan enak dibaca. Ukuran font 12pt, dan spasi 1,5. Tema naskah juga bebas, selama tidak menyinggung SARA dan vulgar.

Sertakan bersama naskah Anda, data diri singkat.

Naskah sebaiknya sudah dijilid, agar tidak tercecer selama dibaca oleh tim editor kami.

Setelah masuk ke meja redaksi, naskah akan dibaca oleh tim editor selama minimal 4-5 bulan. Naskah yang belum bisa kami terbitkan, akan kami kembalikan.

Untuk keterangan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi 53650110 ext. 3511/3512 (redaksi fiksi/nonfiksi).
Atau via e-mail: fiksi@gramediapublishers.com atau nonfiksi@gramediapublishers.com

NB.: Kami tidak memungut bayaran apapun kepada penulis yang ingin menerbitkan naskahnya.

Tips-tips Menulis dari Lexie

1. Biasakan diri menulis setiap hari. Satu halaman, satu paragraf, atau, mengutip Stephen King, tujuh kata pun sudah merupakan perkembangan yang bagus.

2. Buatlah tokoh dengan karakteristik mendetail. Misalnya: Tony si cowok ganteng yang dekil, tipe cowok yang bikin iri semua orang karena bisa mendapatkan semuanya dengan mudah: tampang ganteng, orangtua tajir, otak cerdas, jago olah raga. Dia naksir berat pada tetangganya yang sudah dikenalnya dari kecil. Tony juga cowok yang sangat loyal pada teman-temannya, dan nggak segan-segan berinisiatif melakukan apa saja untuk membela mereka.

3. Cemplungkanlah tokoh-tokoh itu dalam berbagai kesulitan. Siksa mereka seganas-ganasnya (ups).

4. Biarkan karakter dari setiap tokoh yang berbicara, bagaimana mereka meloloskan diri dari setiap kesulitan itu. Jangan memaksa mereka melakukan apa yang tidak ingin mereka lakukan. Menentang karakter si tokoh akan membuat si tokoh terlihat tidak hidup.

5. Selami perasaan mereka, tertawa bersama mereka, menangis bersama mereka, marah untuk masalah-masalah mereka, jatuh cinta pada orang yang mereka sukai. Ingat, kalau penulisnya saja tidak tergerak hatinya, bagaimana mungkin bisa menggerakkan hati pembaca?

6. Dalam menulis setiap adegan, ingat-ingatlah untuk menulis adegan yang ingin kamu baca, cerita yang bikin kamu penasaran dan bertanya-tanya bagaimana kelanjutan dari kisah tersebut. Kalau kamu nggak penasaran, pembaca nggak akan penasaran juga.

7. Yang terakhir, jangan pernah batasi imajinasimu. ^^v

Informasi penting:

1. Tidak ada batasan usia untuk menjadi penulis. Kamu tetap bisa menjadi penulis meski baru SMP.

2. Tidak perlu membayar kepada penerbit untuk menerbitkan naskahmu. Kalau diterbitkan, penerbit yang akan memasarkan buku-bukumu dan membagi hasil keuntungannya denganmu.

3. Tidak perlu tinggal di Jakarta untuk menjadi penulis. Kamu bisa mengirimkan naskahmu dari kota mana saja kepada penerbit pilihanmu.

Good luck, future writers!

xoxo,
Lexie

Tiga Aturan Menulis ala Lexie

Dear Lexsychopaths,

Banyak banget pertanyaan yang ditanyakan sehubungan topik ini. Karena itu, meski masih belum cukup jago menulis dan mungkin belum qualified untuk mengajari, Lexie akan berusaha sebaik-baiknya untuk membantu para pembaca yang juga bercita-cita untuk menjadi penulis. Jika ajaran di bawah ini ternyata sesat, Lexie mohon maaf sedalam-dalamnya. m(_ _)m

Bagi Lexie, aturan terpenting sebagai seorang penulis adalah:
menguasai EYD dan pemakaian kata yang benar. Soalnya, tulisan yang ditulis dengan benar dan rapi akan membuat para pembaca lebih mudah mengerti apa yang akan kalian sampaikan. Dan ingat, para pembaca pertama kalian adalah editor. Kalau kita tidak menulis dengan benar, para editor yang sehari harus menyeleksi begitu banyak naskah tak bakalan tertarik dengan naskah kalian.

Ini berarti, kalian harus mengerahkan ilmu-ilmu yang kalian dapatkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia sebanyak-banyaknya. Tempat yang tepat untuk menggunakan titik dan koma, bagaimana susunan kata yang baik, juga yang mana penulisan kata yang benar. Gampang sekali bagi editor untuk menilai kemampuan seseorang dalam pelajaran Bahasa Indonesia dari kata-kata yang mereka gunakan. Silahkan atau silakan, napas atau nafas, di mana atau dimana. Apakah kalian tahu mana penggunaan kata yang benar? ^_~

Penulis yang senang belajar akan berusaha menggunakan kata-kata yang baik dan benar setiap waktu, tidak peduli mereka sedang menulis cerita, mengetik SMS, menulis status di FB atau nge-
tweet. Jadi buat kalian yang bercita-cita menjadi penulis tapi masih sering menulis gaya alay, ubahlah secepatnya sebelum kebiasaan itu merusak gaya penulisan kalian. ^_~

Sebagian besar penulis menggunakan kerangka karangan, tetapi Lexie tidak menggunakannya. Mungkin ini karena Lexie bukan penulis terlatih, tapi Lexie lebih suka tidak membuat kerangka karangan karena cerita yang Lexie tulis terkadang tidak terduga, bahkan oleh penulisnya sendiri. Biasanya yang Lexie butuhkan hanyalah sinopsis cerita, sehingga kita tahu inti cerita dan pokok permasalahan. Pada akhirnya, cerita akan digerakkan oleh para tokoh yang terlibat.

Ini membawa kepada aturan kedua dalam penulisan cerita: penokohan. Sebelum menulis cerita, Lexie senang membuat daftar tokoh-tokoh utama, sifat-sifat mereka, latar belakang, anggota keluarga, bahkan tanggal lahir. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana hubungan awal satu tokoh dengan tokoh lain. Hubungan ini mungkin akan berubah seiring dengan perubahan cerita--atau barangkali juga tidak berubah sama sekali. Semua keputusan dalam cerita akan diserahkan pada tokoh-tokoh itu. Ini berarti, akhir cerita mungkin tidak sesuai dengan harapan penulis--dan ini adalah sebuah kejutan yang sangat ditunggu-tunggu oleh penulis kisah itu sendiri. Menakjubkan, bukan? ^o^

Aturan terakhir dalam menulis cerita adalah habit alias kebiasaan. Biasakan diri menulis setiap hari, tidak peduli apa pun halangannya. Penulis (dalam hal ini penulis fiksi) adalah profesi yang bebas. Kita tidak punya bos atau deadline. Akibatnya, kalau kita tidak membiasakan diri untuk menulis setiap hari, kita akan terbiasa untuk membuat alasan kenapa kita tidak sempat menulis. Padahal, setiap orang punya kesibukan setiap hari, capek menghadapi rutinitas dan masalah, serta punya waktu luang yang sempit. Tapi, kalau kita memang benar-benar ingin menjadi penulis, kita pasti sanggup menyisihkan waktu barang satu atau dua jam untuk menulis. Toh kalian tidak perlu menulis banyak-banyak. Ingat, batas minimal untuk pengiriman naskah hanyalah 100 halaman. Ini berarti, kalau kalian menulis satu halaman saja setiap hari, kalian akan sanggup menyelesaikan sebuah naskah dalam waktu 3,5 bulan. Gampang sekali, kan? ^^v

Menulis adalah profesi panggilan hidup. Banyak orang senang menulis, tapi bisa hidup tanpa menulis berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Tapi orang yang benar-benar terpanggil untuk menjadi penulis tidak bisa melewatkan satu hari pun tanpa menulis. Bagi orang-orang yang tak terpanggil untuk menulis, menulis setiap hari adalah ritual yang menyiksa dan membosankan, tapi bagi para penulis sejati, menulis adalah bagaikan air bagi tumbuhan. Tanpa menulis, mereka akan layu dan mati. Dalam hari-hari supersibuk, bisa jadi mereka melewatkan satu hari tanpa menulis. Tapi begitu mereka menemukan waktu untuk menulis, mereka akan langsung mengetik dengan rakus.

Jadi, apakah kalian sudah siap untuk menjadi seorang penulis? ^^

xoxo,
Lexie

Saturday, August 4, 2012

Pengumuman Pemenang MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™

Hai para peserta MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™! ^^

Terima kasih untuk kalian yang sudah setia mengikuti MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™ dari awal hingga akhir. Benar-benar menyenangkan, mengetahui bahwa permainan yang kubuat dengan susah-payah ini (orang-orang terdekatku pasti tahu bahwa aku tertekan setiap akhir minggu demi membuat game ini) ternyata disukai kalian semua. Semoga kalian menyukai MysteryGame@Area47™ yang kedua ini, sama seperti kalian menyukai MysteryGame@Area47: THE WRITER™. ^^v

Anyway, pemenang MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™ adalah:

DerniSiiFanadicky ZhombieBlast/@derni_MissYuppy, Derni

Congratulation to Derni! ^^ Derni berhak mendapatkan kupon MysteryGame@Area47™ yang bisa ditukarkan dengan salah satu hadiah di bawah ini:

1. Obsesi
2. Pengurus MOS Harus Mati
3. Permainan Maut
4. Teror
5. Ratu Preman
6. Simpan untuk buku karya Lexie yang berikutnya ^_~

Sekali lagi, thank you untuk partisipasi kalian dalam MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™, sampai ketemu lagi tahun depan! \(^,^)/

Until next time...

xoxo,
Lexie

Sunday, July 22, 2012

MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™, episode 10 (final battle)

PERTARUNGAN TERAKHIR!
Pertarungan terakhir kalian melawan Dokter X yang kini dibantu oleh Johan, mantan rekan seperjuanganmu yang telah berkhianat! Apakah kamu sudah siap dengan HP, JP, dan XP yang kamu dapatkan pada saat menempuh episode 7 (battle #2)? Siapkan kertas dan pensil, tuliskan nilai HP, JP, dan XP tersebut di sana. Inilah saat penentuan, apakah kamu akan mengakhiri kisah ini dengan selamat, penuh luka-luka, ataukah nyaris mati? Dan bagaimana akhir kedua lawan yang sudah siap menghabisimu? Sanggupkah kamu menghalangi niat mereka demi mempertahankan hidupmu sendiri? Semua jawaban ada dalam pilihan-pilihanmu!

Jika pada Episode 9 kamu memilih:

1. Merobohkan rak yang dipenuhi berbagai peralatan menyeramkan dan membuat kekacauan, klik di sini.
2. Ngumpet di dalam kamar mandi laboratorium, klik di sini.
3. Kabur sambil mendobrak sekuat tenaga, klik di sini.



Permen

"Permen apa ini?" tanya si Kakek dengan muka takjub. "Nano-nano? Saya suka sekali Nano-nano! Tapi sudah lama saya tak pernah berhasil menemukannya!"

"Nanti saya beliin lagi buat Kakek yang banyak!" janjimu dengan sepenuh hati.

"Beneran? Baiklah, saya akan bukakan pintu."

Tepat saat si Kakek membukakan pintu, mendadak terdengar gerungan mengerikan dari belakang. Kamu menoleh dan mendapatkan Dokter X yang separuh badannya mengalami luka bakar. Bau gosong menguar darinya, sementara wajahnya yang berkerut-kerut tampak mengerikan. Ajaibnya, dia masih saja mengenakan maskernya.

"Dasar cacing!" teriaknya. "Berani-beraninya kau menghancurkan pusat penelitianku yang berharga! Akan kukoyak-koyakkan kau!"

Kamu terperanjat saat Dokter X meloncat ke arahmu dan mulai melaksanakan ancamannya dengan menarik kupingmu sekuat tenaga. Gila, rasanya kupingmu nyaris putus! (HP: -5) Tapi saat itu juga ada yang merenggut Dokter X darimu. Sambil meraba-raba kupingmu yang nyaris berpisah denganmu, kamu menatap Dokter X yang kini sedang digebuki ramai-ramai oleh teman-temanmu sesama penghuni rumah sakit jiwa. (XP:-30)

"Jangan berani-beraninya menyentuh bos kami!"

"Ya benar! Dia lawan yang terlalu kecil buatmu, tahu?"

"Apa kau tidak tahu kau kalah jumlah?"

Dengan susah-payah Dokter X melepaskan diri dan kabur dari ruangan itu. Kamu berjalan ke arah pintu dan si Kakek tersenyum padamu.

"Pergilah," katanya, "dan selamatkan orang-orang malang ini."

Klik di sini untuk melanjutkan.


Kabur sambil mendobrak sekuat tenaga

Kamu teringat kata-kata Johan bahwa kamu punya kekuatan super. Oke, kalau itu memang benar, seharusnya kamu bisa mendobrak keluar dari sini. Jadi, dengan mengerahkan seluruh tenagamu, kamu pun mendobrak kerumunan di depan.

Sialnya, sepertinya Johan salah. Seseorang bertenaga kuat mendorongmu, membuatmu mental sampai menabrak semua meja. Tanpa berpikir panjang, kamu meraih setiap barang yang ada di meja itu dan melemparkannya pada kerumunan massa yang siap mengeroyokmu. Scalpel, penjepit, berbagai botol...

Tunggu dulu. Sepertinya kamu melemparkan sesuatu yang berbau tajam. Astaga, ini kan bau alkohol! Kalau begitu... kamu bisa menimbulkan kebakaran di sini.

Atau, lebih bagus lagi, di ruangan bos.

Kamu meraih kompor kecil yang sedang menyala di atas meja dan melemparkannya jauh ke depan, ke ruangan yang ditempati Johan dan Dokter X. Dalam sekejap api pun berkobar. Dengan ngeri kamu melihat api yang kamu timbulkan membakar banyak orang, termasuk Johan dan Dokter X yang langsung berteriak-teriak kesakitan. (JP: -40, XP:-50)

Tapi kamu tahu kamu tidak bisa tetap tinggal. Terbirit-birit, kamu pun melarikan diri dari ruangan itu.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Tongkat Besi

Kamu memegangi tongkat besimu laksana tongkat bisbol, siap untuk mengayunkannya.

"Ayo," tantangmu sambil memasang kuda-kuda, "kita akhirnya semuanya sekarang juga!"

Johan dan Dokter X saling berpandangan, lalu mengangguk. Dalam sekejap, mereka sudah berada di dekatmu. Rupanya, meski dengan tubuh-tubuh dipenuhi luka bakar, keduanya masih bisa bergerak dengan sangat cepat. Benar-benar hebat.

Kamu bukan orang yang jago berantem. Bahkan, sebelum semua ini terjadi, kamu hanyalah anak yang senang membaca dan menulis di rumah. Kamu sama sekali bukan tipe anak jalanan. Dikeroyok dua orang yang siap mati begini seharusnya membuatmu ketakutan dan kelabakan.

Tapi, anehnya, kamu merasa tenang. Sekelilingmu terasa sunyi sepi, yang ada hanyalah aliran udara cepat yang menandakan datangnya serangan. Dan setiap kali kamu merasakannya, kamu selalu berhasil mengelaknya. Sebaliknya, aneh sekali, setiap kali kamu melancarkan serangan, kamu selalu berhasil mengenai mereka. Kamu berhasil melukai kaki keduanya sampai berdarah-darah, anggota badan yang paling kamu incar supaya kamu bisa kabur tanpa dikejar mereka. (JP: -10, XP: -20)

Tetap saja, dikeroyok dua orang bukanlah sesuatu yang gampang. Apalagi Johan juga membawa pisau belatinya. Dia berhasil melukai tangan kananmu, membuat seranganmu makin lama makin melambat pula. Sial. (HP:-15)

Sebuah ledakan besar menyentakkan kalian semua. Mendadak pusat penelitian itu ambruk semuanya. Kamu shock, menyadari pastinya ada orang-orang yang masih berada di dalam gedung. Mungkin beberapa penjaga yang tak berhasil menyelamatkan diri, belum lagi penghuni rumah sakit jiwa yang jadi kelinci percobaan dan tak sempat kamu selamatkan. Betapa mengerikan semua kejadian ini!

"Pusat penelitianku!" raung Dokter X sambil menghambur pada reruntuhan itu. Namun kejadian itu ternyata tidak terlalu romantis seperti yang ada pada cerita-cerita, karena pada saat itu juga, sebongkah pecahan bangunan jatuh menimpanya. (XP:-10)

Klik di sini untuk melanjutkan.


Bangsal THE ASYLUM

Kamu berlari menyusuri koridor yang panjang. Terdengar bunyi beberapa ledakan di belakangmu, menandakan kebakaran yang kamu buat berhasil menghancurkan sebagian besar musuh! Itu sesuatu yang tak terduga, tapi kamu merasa sangat bangga karenanya.

Setelah beberapa saat, kamu menyadari kamu berada di jalan yang benar. Koridor ini mengarah pada bangsal tempat pintu keluar berada! Benar saja, tak lama kemudian, kamu tiba di depan pintu kayu raksasa tempat kamu berpisah dengan Johan. Seperti saat itu, pintu itu terkunci rapat. Iseng-iseng kamu menggunakan tuas di samping pintu--dan pintu itu terbuka! Sebelum masuk ke dalam, untuk berjaga-jaga, kamu mengintip ke dalam.

Ternyata aula itu dipenuhi para pasien rumah sakit jiwa. Rupanya mereka semua sedang dikumpulkan di bangsal besar tersebut. Seperti biasa, kebanyakan dari mereka hanya berjalan-jalan tanpa juntrungan--sisanya duduk atau berdiri tanpa semangat hidup.

Setelah yakin tidak ada penjaga di dalamnya, kamu pun masuk ke dalam dan berdiri di atas podium.

"Teman-teman!" teriakmu. "Ayo, kita dobrak pintu tempat ini dan kabur bersama-sama!"

Sama sekali tidak ada reaksi. Semua orang tetap menjalankan kegiatan mereka seperti biasa seolah-olah kamu tidak pernah berbicara. Ya ampun, malunya! Tapi ini bukan saatnya mikirin gengsi. Kalau kamu kabur seorang diri, itu berarti kamu meninggalkan semua orang ini untuk dijadikan kelinci percobaan.

"Teman-teman!" teriakmu lagi. "Kalian mau menunggu mati di sini???"

Mungkin ada kata "mati" disebut-sebut, semua jadi menoleh ke arahmu.

"Kalau kalian tetap di sini, kalian pasti akan mati!" Dengan berapi-api kamu menekankan kata "mati" supaya mereka mau mendengarkan pidatomu. "Tapi kalau kita meloloskan diri bersama-sama, kita punya harapan untuk hidup!"

Setelah hening beberapa saat, seseorang memecahkan keheningan dengan suaranya yang sedih, "Tapi bagaimana caranya? Keluargaku yang membuangku ke sini. Kalaupun aku keluar, aku tak punya siapa-siapa di luar sana."

"Ya, betul," sahut seseorang. "Aku juga!"

"Aku juga!"

Teriakan semacam itu bersahut-sahutan memenuhi ruangan, menimbulkan kepedihan di hatimu. Rupanya orang-orang ini tampak kosong dan tak punya pengharapan, karena mereka menyadari bahwa mereka tidak punya kehidupan lagi di luar sana, dan satu-satunya tempat mereka hanyalah di sini. Tapi manusia tidak seharusnya begitu. Meski sudah dibuang oleh keluarganya, mereka seharusnya masih bisa berjuang untuk bangkit. Bagaimanapun juga, seperti kata Dokter X, di sini adalah tempat dia mengumpulkan orang-orang yang punya kemampuan melebihi manusia-manusia pada umumnya kan?

"Pasti ada kehidupan yang lebih baik menunggu kita di luar sana!" teriakmu berusaha membesarkan hati orang-orang itu. "Meski harus mulai dari nol, kalau kita berusaha keras, kita pasti bisa membangun kehidupan yang baik. Jauh lebih baik daripada menjadi kelinci percobaan di sini dan berakhir sebagai monster!"

Kamu bisa merasakan kata-katamu membuat semua jadi galau dan gelisah.

"Apa kalian mau jadi monster?" tanyamu berapi-api. "Kalian mau anggota badan kalian digunakan sementara nyawa kalian dibuang ke tong sampah?"

"Nggak mau!"

"Nggak sudi!"

"Ayo, kita kabur dari sini!"

Kamu girang setengah mati karena usahamu berhasil. "Ayo, kita dobrak pintu keluar!"

Kalian semua segera menyerbu pintu keluar yang terbuat dari kawat itu. Namun, meski sudah didobrak beramai-ramai, pintu itu hanya bergeming. Kamu melihat si kakek tua bungkuk penjaga loket sedang duduk-duduk di dalam, mengamati kelakuan kalian yang mirip kumpulan gajah mengamuk.

"Kek, tolong bukain pintu ini!" teriakmu dengan suara yang jelas-jelas menyiratkan permohonan. "Tolong Kek, hanya Kakek yang bisa selamatkan kami semua!"

Kakek itu menatapmu dengan bete. "Kamu kan yang waktu itu mencuri barang saya."

Ups. Ketahuan. "Yah, maafin saya lah, Kek. Itu kan udah lama kejadiannya. Lagian barang murahan gitu. Nanti setelah saya keluar, saya akan berikan apa saja yang Kakek mau! Ditambah ini!"

Tanpa berpikir panjang, kamu menyodorkan benda yang kamu copet dari penjaga yang membawamu ke kuburan massal.

Jika pada Episode 7 kamu memilih:

1. Senter kecil, klik di sini.
2. Permen, klik di sini.
3. Tisu, klik di sini.
4. Dompet, klik di sini.


Senter kecil

"Senter?" Si Kakek mengerutkan alis. "Sepertinya saya pernah melihatnya..." Tiba-tiba si Kakek melotot. "Dasar anak kurang ajar! Ini kan senter saya juga!"

Hah?

"Saya tidak akan membukakan kamu pintu. Biar ini akan mengajarkanmu supaya tidak mencopet barang orang seenak jidat lagi."

Kamu ingin memprotes dengan mengatakan benda ini bukan kamu copet darinya, melainkan dari orang lain. Tapi apa pun alasan yang kamu kemukakan, kamu memang mendapatkan barang itu berkat ilmu copetmu.

Belum sempat kamu mengeluarkan jurus-jurusan rayuanmu pada si Kakek, mendadak terdengar gerungan mengerikan dari belakang. Kamu menoleh dan mendapatkan Dokter X yang separuh badannya mengalami luka bakar. Bau gosong menguar darinya, sementara wajahnya yang berkerut-kerut tampak mengerikan. Ajaibnya, dia masih saja mengenakan maskernya.

"Dasar cacing!" teriaknya. "Berani-beraninya kau menghancurkan pusat penelitianku yang berharga! Akan kukoyak-koyakkan kau!"

Kamu terperanjat saat Dokter X meloncat ke arahmu dan mulai melaksanakan ancamannya dengan menarik kupingmu sekuat tenaga. Gila, rasanya kupingmu nyaris putus! Kamu tak punya pilihan lain selain menggigit tangan yang menarik kupingmu itu. Ewww, rasanya seperti daging hangus yang sangat menjijikkan!

Celakanya, daging yang kamu gigit malah copot seperti daging yang tidak kepingin menempel pada majikannya lagi. (XP: -15) Kamu meludah saking jijiknya, tetapi pada saat itu juga, kamu merasakan tinju si Dokter X menghantam mukamu. Sepertinya tulang hidungmu retak karenanya. (HP: -15) Sebelum dia sempat memukulimu lagi, kamu merasakan Dokter X direnggut ke belakang.

"Jangan memukuli bos kami!"

"Ya benar! Dia lawan yang terlalu kecil buatmu, tahu?"

"Apa kau tidak tahu kau kalah jumlah?"

Dengan mata berkunang-kunang, kamu menatap Dokter X yang menyadari posisinya yang tak menguntungkan. Lalu, tanpa berkata apa-apa, si Dokter X pun mundur ke belakang.

Terdengar bunyi ceklikan dari arah pintu. Kamu menoleh dan melihat si Kakek sudah membukakan pintu kawat untukmu.

"Pergilah," kata si Kakek sambil tersenyum, "dan selamatkan orang-orang malang ini."

Klik di sini untuk melanjutkan.


Ngumpet di dalam kamar mandi laboratorium

Kamu melihat pintu kamar mandi terbuka, dan kamu segera menghambur ke dalamnya lalu mengunci pintu. Sekali pandang saja pada kamar mandi yang sempit itu, kamu tahu tidak ada jalan keluar lain selain pintu yang barusan kamu kunci itu. Dengan panik kamu memeriksa lemari kamar mandi, berharap bisa menemukan sesuatu untuk membantumu meloloskan diri. Bazoka, misalnya.

Namun yang kamu temukan adalah sebotol alkohol dan sebuah geretan. Ini sudah jauh lebih dari cukup. Dengan membawa kedua benda itu, kamu pun keluar dari kamar mandi.

Segerombolan musuh langsung menyambutmu, tapi kamu sudah siap. Dengan geretan menyala dan botol alkohol teracung tinggi, kamu berteriak dengan muka siap mati, "Berani menyerang, aku bakar kita semua!"

Untunglah semua takut mati, jadinya tidak ada yang berani menyerangmu. Kalau saja mereka tetap nekat, sudah pasti kalian jadi barbeque semuanya. Kamu melangkah perlahan-lahan, penuh dengan kewaspadaan, sementara orang-orang mengelilingimu. Gawat, kalau begini terus, kamu akan terus dikelilingi sampai kapan pun juga. Kamu harus melakukan sesuatu untuk mengalihkan perhatian mereka.

Saat melewati ruangan yang ditempati Johan dan Dokter X, kamu melihat kedua orang itu mengintaimu dari sana. Mendadak sebuah ide mengerikan terbentik di benakmu--ide yang biasanya tak mungkin kamu lakukan, tapi saat ini kamu tidak melihat pilihan lain. Dengan sekuat tenaga, kamu melemparkan botol alkohol itu ke arah Johan dan Dokter X. Botol itu pecah mengenai lantai di dekat Johan dan Dokter X.

Lalu kamu melemparkan geretan yang sudah menyala itu ke arah mereka.

Dengan ngeri kamu melihat api menjalar dengan cepat, mengenai Johan dan Dokter X yang langsung berteriak-teriak kesakitan. (JP: -40, XP:-50) Tapi kamu tidak bisa tetap tinggal. Terbirit-birit, kamu pun melarikan diri dari ruangan itu.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Pisau Belati

Kamu mengacungkan pisau belatimu, siap untuk menyerang.

"Ayo," tantangmu sambil memasang kuda-kuda, "kita akhirnya semuanya sekarang juga!"

Johan dan Dokter X saling berpandangan, lalu mengangguk. Dalam sekejap, mereka sudah berada di dekatmu. Rupanya, meski dengan tubuh-tubuh dipenuhi luka bakar, keduanya masih bisa bergerak dengan sangat cepat. Benar-benar hebat.

Kamu bukan orang yang jago berantem. Bahkan, sebelum semua ini terjadi, kamu hanyalah anak yang senang membaca dan menulis di rumah. Kamu sama sekali bukan tipe anak jalanan. Dikeroyok dua orang yang siap mati begini seharusnya membuatmu ketakutan dan kelabakan.

Tapi, anehnya, kamu merasa tenang. Sekelilingmu terasa sunyi sepi, yang ada hanyalah aliran udara cepat yang menandakan datangnya serangan. Dan setiap kali kamu merasakannya, kamu selalu berhasil mengelaknya. Sebaliknya, aneh sekali, setiap kali kamu melancarkan serangan, kamu selalu berhasil mengenai mereka. Kamu berhasil melukai kaki keduanya sampai berdarah-darah, anggota badan yang paling kamu incar supaya kamu bisa kabur tanpa dikejar mereka. (JP: -15, XP: -20)

Tetap saja, dikeroyok dua orang bukanlah sesuatu yang gampang. Apalagi Johan juga membawa pisau belatinya, yang ternyata berhasil melukai tangan kirimu. Tapi untungnya, hal itu tidak membuat gerakanmu melambat. (HP:-10)

Sebuah ledakan besar menyentakkan kalian semua. Mendadak pusat penelitian itu ambruk semuanya. Kamu shock, menyadari pastinya ada orang-orang yang masih berada di dalam gedung. Mungkin beberapa penjaga yang tak berhasil menyelamatkan diri, belum lagi penghuni rumah sakit jiwa yang jadi kelinci percobaan dan tak sempat kamu selamatkan. Betapa mengerikan semua kejadian ini!

"Pusat penelitianku!" raung Dokter X sambil menghambur pada reruntuhan itu. Namun kejadian itu ternyata tidak terlalu romantis seperti yang ada pada cerita-cerita, karena pada saat itu juga, sebongkah pecahan bangunan besar jatuh menimpanya. (XP:-20)

Klik di sini untuk melanjutkan.


Pekarangan

Si Kakek yang baik hati membagi-bagikan barang milik kalian yang sempat dititipkan padanya.

"Gunakan mobil di pekarangan," katanya. "Jangan khawatir. Kuncinya semua tertancap di dalam."

Saat kalian tiba di pekarangan, semua seperti yang dikatakan si Kakek. Tempat itu dipenuhi banyak sekali mobil ambulans dengan kunci kontak tertancap di tempatnya. Sepertinya, jumlah mobil yang ada cukup untuk menampung kalian semua--selama ada cukup banyak orang yang bisa berperan sebagai supir.

"Berapa banyak orang di sini yang bisa menyetir dan punya SIM?" tanyamu. Kamu senang sekali saat melihat orang-orang yang maju lebih dari sepuluh orang, tapi kalian semua harus bergegas. Pasalnya, satpam di pos depan mulai curiga melihat begitu banyak orang keluar. "Ayo, semuanya menempati mobil ambulans! Dan kalian sisanya, ayo masuk ke mobil yang sudah ada supirnya!"

Kamu berteriak-teriak pada mobil ambulans yang pertama saat satpam mulai mendekat. "Terjang, terjang!"

Kamu memandang takjub sekaligus senang saat ambulans itu menerjang ke luar dengan kecepatan tinggi dan sukses meloloskan diri dari tempat ini. Ambulans kedua menyusul, lalu ambulans ketiga, keempat, dan seterusnya, sementara si satpam menelepon dengan kalang-kabut--barangkali sedang meminta bala bantuan.

Kamu memandangi kepergian semua orang dengan perasaan puas. Kamu telah berhasil menyelamatkan banyak orang! Setelah semua pergi, kamu menuju ambulans terakhir yang sudah nyaris penuh, sementara rekan-rekan di mobil itu memanggil-manggilmu dengan gembira.

"Ayo, Bos! Kita pulang ke rumah!"

"Nanti saya traktir Bos, saya jago bikin mi tektek!"

"Belakang rumah saya ada empang Bos, kita bisa mancing bareng!"

Kamu menggamit si Kakek. "Ayo, Kek, kita pulang bersama."

Baru saja kamu bicara begitu, terdengar suara familier dan sinis di belakangmu, suara yang membuatmu langsung merinding ketakutan.

"Tidak begitu cepat, Bos."

Klik di sini untuk melanjutkan.


Dompet

"Dompet?" Si Kakek tertawa. "Kamu kira saya materialistis? Mana dompet ini bukan milikmu lagi." Ups. "Dasar pencopet! Kamu pasti bukan orang baik-baik! Saya tidak akan membukakan kamu pintu. Biar ini akan mengajarkanmu supaya tidak mencopet barang orang seenak jidat lagi."

Belum sempat kamu mengeluarkan jurus-jurusan rayuanmu pada si Kakek, mendadak terdengar gerungan mengerikan dari belakang. Kamu menoleh dan mendapatkan Dokter X yang separuh badannya mengalami luka bakar. Bau gosong menguar darinya, sementara wajahnya yang berkerut-kerut tampak mengerikan. Ajaibnya, dia masih saja mengenakan maskernya.

"Dasar cacing!" teriaknya. "Berani-beraninya kau menghancurkan pusat penelitianku yang berharga! Akan kukoyak-koyakkan kau!"

Kamu terperanjat saat Dokter X meloncat ke arahmu dan mulai melaksanakan ancamannya dengan menarik kupingmu sekuat tenaga. Gila, rasanya kupingmu nyaris putus! Kamu tak punya pilihan lain selain menggigit tangan yang menarik kupingmu itu. Ewww, rasanya seperti daging hangus yang sangat menjijikkan! (XP: -10) Mana sebagai balasannya, kamu merasakan tinju si Dokter X menghantam mukamu. Sepertinya tulang hidungmu retak karenanya. Tinju keduanya mengenai tulang rusukmu yang rasanya seperti patah juga. (HP: -20) Sebelum dia melancarkan pukulan ketiga, kamu merasakan Dokter X direnggut ke belakang.

"Jangan memukuli bos kami!"

"Ya benar! Dia lawan yang terlalu kecil buatmu, tahu?"

"Apa kau tidak tahu kau kalah jumlah?"

Dengan mata berkunang-kunang, kamu menatap Dokter X yang menyadari posisinya yang tak menguntungkan. Lalu, tanpa berkata apa-apa, si Dokter X pun mundur ke belakang.

Terdengar bunyi ceklikan dari arah pintu. Kamu menoleh dan melihat si Kakek sudah membukakan pintu kawat untukmu.

"Pergilah," kata si Kakek sambil tersenyum, "dan selamatkan orang-orang malang ini."

Klik di sini untuk melanjutkan.


Merobohkan rak yang dipenuh berbagai peralatan menyeramkan dan membuat kekacauan

Dengan sekuat tenaga, kamu mendorong rak terdekat yang dipenuhi berbagai peralatan operasi yang menyeramkan. Bunyi gebrakan memecahkan telinga bersamaan dengan bunyi denting peralatan operasi yang terjatuh ke atas lantai dan bunyi botol-botol yang pecah, membuat suasana langsung kacau-balau. Tercium bau steril yang amat sangat kuat, dan mendadak kamu sadari dari salah satu botol yang jatuh, terdapat botol alkohol pembersih yang sepertinya cukup besar sampai-sampai sanggup menimbulkan bau yang begini menusuk. Terlihat aliran cairan berwarna putih menjalar di lantai, menuju ke ruangan di mana Johan dan Dokter X berada.

Dalam waktu sepersekian detik, sebuah rencana terbentik dalam pikiranmu. Kamu menerjang penjaga yang tadi ditugaskan untuk mengecek kuburan massal itu. Penjaga itu langsung berusaha melawanmu, tapi targetmu bukanlah mengalahkannya--melainkan merebut lampu minyak yang dibawanya. Begitu lampu itu berpindah tangan, kamu langsung melemparkan benda itu ke ruangan yang sedang ditempati Johan dan Dokter X.

Lampu itu pecah tepat di antara genangan alkohol. Kebakaran pun tercipta dengan begitu cepat. Dengan ngeri kamu melihat api menjalar dengan cepat, membakar Johan dan Dokter X yang berteriak-teriak kesakitan. (JP: -40, XP:-50) Tapi kamu tidak bisa tetap tinggal di situ. Terbirit-birit, kamu pun melarikan diri dari ruangan itu.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Tali Tambang

Kamu memegangi tali tambangmu laksana pecut, siap untuk menyerang.

"Ayo," tantangmu sambil memasang kuda-kuda, "kita akhirnya semuanya sekarang juga!"

Johan dan Dokter X saling berpandangan, lalu mengangguk. Dalam sekejap, mereka sudah berada di dekatmu. Rupanya, meski dengan tubuh-tubuh dipenuhi luka bakar, keduanya masih bisa bergerak dengan sangat cepat. Benar-benar hebat.

Kamu bukan orang yang jago berantem. Bahkan, sebelum semua ini terjadi, kamu hanyalah anak yang senang membaca dan menulis di rumah. Kamu sama sekali bukan tipe anak jalanan. Dikeroyok dua orang yang siap mati begini seharusnya membuatmu ketakutan dan kelabakan.

Tapi, anehnya, kamu merasa tenang. Sekelilingmu terasa sunyi sepi, yang ada hanyalah aliran udara cepat yang menandakan datangnya serangan. Dan setiap kali kamu merasakannya, kamu selalu berhasil mengelaknya. Sebaliknya, aneh sekali, setiap kali kamu melancarkan serangan, kamu selalu berhasil mengenai mereka. Kamu berhasil memecut kaki keduanya sampai berdarah-darah, anggota badan yang paling kamu incar supaya kamu bisa kabur tanpa dikejar mereka. (JP: -10, XP: -20)

Tetap saja, dikeroyok dua orang bukanlah sesuatu yang gampang. Apalagi Johan membawa pisau belatinya. Kedua tanganmu sempat dilukai, membuat seranganmu makin lama makin melambat pula. Sial. (HP:-20)

Sebuah ledakan besar menyentakkan kalian semua. Mendadak pusat penelitian itu ambruk semuanya. Kamu shock, menyadari pastinya ada orang-orang yang masih berada di dalam gedung. Mungkin beberapa penjaga yang tak berhasil menyelamatkan diri, belum lagi penghuni rumah sakit jiwa yang jadi kelinci percobaan dan tak sempat kamu selamatkan. Betapa mengerikan semua kejadian ini!

"Pusat penelitianku!" raung Dokter X sambil menghambur pada reruntuhan itu.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Final Battle

Kamu menoleh ke belakang dan melihat kedua lawanmu yang dipenuhi luka bakar. Johan yang masih saja tersenyum dan Dokter X yang tampak berang. Mereka berdua bagaikan pasangan pembunuh dari neraka. Di belakang mereka, gedung pusat penelitian terbakar hebat. Sebagian tempat malah mulai runtuh. Para penjaga kabur kocar-kacir, tak ada satu pun yang memedulikan nasib tempat kerja maupun bos mereka. Rupanya, begitu lahan pekerjaan mereka hancur, loyalitas mereka pun lenyap. Pusat penelitian ini sudah berakhir, dan semuanya adalah berkat ulahmu.

Mendadak kamu merasa kamu tak bakalan dibiarkan keluar hidup-hidup dari tempat ini.

"Kakek, suruh teman-teman keluar dari tempat ini secepatnya," katamu pada si Kakek. "Aku akan menyusul, tapi sekarang aku harus menghadapi mereka dulu."

Si Kakek menatapmu dengan tenang. "Kamu takkan menang melawan mereka."

"Aku tahu," sahutmu sedih. "Tapi aku tidak punya pilihan lain. Akulah yang mereka kejar, bukan teman-teman. Aku tidak bisa mencelakai mereka dengan kabur bersama-sama mereka. Lagi pula," kamu memandangi senjata terakhir di tanganmu, "aku masih punya sedikit harapan."

"Harapan, meski cuma sedikit, sangat besar kekuatannya," kata si Kakek sambil menggenggam tanganmu. "Kamu harus selamat, Anak Muda."

Kamu mengangguk. "Terima kasih, Kek."

Kamu memandangi mobil itu pergi meninggalkan pekarangan rumah sakit jiwa.

"Mengharukan sekali, semua pertunjukan ini," ejek Johan. "Berniat jadi pahlawan, eh? Sayangnya, tidak seperti dalam cerita fiksi, dalam dunia nyata, yang namanya pahlawan itu biasanya sudah mati."

"Masalahnya, Han," kamu menyeringai, "siapa bilang ini bukan cerita fiksi?"

Jika pada Episode 8 kamu memilih:

1. Tongkat besi, klik di sini.
2. Pisau belati, klik di sini.
3. Tali tambang, klik di sini.
4. Botol bir, klik di sini.


Tisu

"Tisu?" tanya si Kakek bengong.

"Ini," sesaat kamu tidak tahu harus berkata apa karena merasa sangat konyol, "untuk kesedihan Kakek, harus menyaksikan semua penderitaan ini dari hari ke hari."

Si Kakek menatapmu lama sekali. Lalu dia pun membukakan pintu untukmu.

Yes!

Namun baru saja si Kakek membukakan pintu, mendadak terdengar gerungan mengerikan dari belakang. Kamu menoleh dan mendapatkan Dokter X yang separuh badannya mengalami luka bakar. Bau gosong menguar darinya, sementara wajahnya yang berkerut-kerut tampak mengerikan. Ajaibnya, dia masih saja mengenakan maskernya.

"Dasar cacing!" teriaknya. "Berani-beraninya kau menghancurkan pusat penelitianku yang berharga! Akan kukoyak-koyakkan kau!"

Kamu terperanjat saat Dokter X meloncat ke arahmu untuk melaksanakan ancamannya padamu. Namun saat itu juga, ada yang merenggutmu ke belakang sementara Dokter X direnggut menjauh darimu. Kamu tercengang seraya menatap Dokter X yang kini sedang digebuki ramai-ramai oleh teman-temanmu sesama penghuni rumah sakit jiwa. (XP: -40)

"Jangan berani-beraninya menyentuh bos kami!"

"Ya benar! Dia lawan yang terlalu kecil buatmu, tahu?"

"Apa kau tidak tahu kau kalah jumlah?"

Dengan susah-payah Dokter X melepaskan diri dan kabur dari ruangan itu. Kamu berjalan ke arah pintu dan si Kakek tersenyum padamu.

"Pergilah," katanya, "dan selamatkan orang-orang malang ini."

Klik di sini untuk melanjutkan.


Botol Bir

Kamu memecahkan botolmu, membiarkan serpihan-serpihan kaca menyebar di jalan.

"Ayo," tantangmu sambil memasang kuda-kuda, "kita akhirnya semuanya sekarang juga!"

Johan dan Dokter X saling berpandangan, lalu mengangguk. Dalam sekejap, mereka sudah berada di dekatmu. Rupanya, meski dengan tubuh-tubuh dipenuhi luka bakar, keduanya masih bisa bergerak dengan sangat cepat. Benar-benar hebat.

Kamu bukan orang yang jago berantem. Bahkan, sebelum semua ini terjadi, kamu hanyalah anak yang senang membaca dan menulis di rumah. Kamu sama sekali bukan tipe anak jalanan. Dikeroyok dua orang yang siap mati begini seharusnya membuatmu ketakutan dan kelabakan.

Tapi, anehnya, kamu merasa tenang. Sekelilingmu terasa sunyi sepi, yang ada hanyalah aliran udara cepat yang menandakan datangnya serangan. Dan setiap kali kamu merasakannya, kamu selalu berhasil mengelaknya. Sebaliknya, aneh sekali, setiap kali kamu melancarkan serangan, kamu selalu berhasil mengenai mereka. Kamu berhasil melukai kaki keduanya, anggota badan yang paling kamu incar supaya kamu bisa kabur tanpa dikejar mereka. (JP: -10, XP: -20)

Secara kebetulan, rupanya serpihan-serpihan kaca botol yang tersebar di atas tanah juga membantumu. Soalnya, saat kebakaran tadi, rupa-rupanya sepatu Johan dan Dokter X ikut terbakar sehingga kini keduanya bertelanjang kaki. Akibatnya, telapak kaki mereka terluka karena serpihan-serpihan kaca itu. (JP: -10, XP: -10)

Sebuah ledakan besar menyentakkan kalian semua. Mendadak pusat penelitian itu ambruk semuanya. Kamu shock, menyadari pastinya ada orang-orang yang masih berada di dalam gedung. Mungkin beberapa penjaga yang tak berhasil menyelamatkan diri, belum lagi penghuni rumah sakit jiwa yang jadi kelinci percobaan dan tak sempat kamu selamatkan. Betapa mengerikan semua kejadian ini!

"Pusat penelitianku!" raung Dokter X sambil menghambur pada reruntuhan itu. Namun kejadian itu ternyata tidak terlalu romantis seperti yang ada pada cerita-cerita, karena pada saat itu juga, sebongkah pecahan bangunan besar jatuh menimpanya. (XP:-20)

Klik di sini untuk melanjutkan.


Akhir Pertempuran

"Sepertinya, pertempuran sudah usai."

Hah?

Kamu memandang Johan dengan tidak mengerti. Memang sih, Johan sudah babak-belur, demikian juga Dokter X, tapi kondisi kamu juga sama payahnya. Kalau diteruskan, belum tentu kamu bisa keluar hidup-hidup.

Mengapa Johan ingin pertempuran ini dihentikan?

"Bagi dokter sesat ini, pusat penelitian ini adalah hidupnya. Tempat ini hancur, dia pun hancur." Johan memandangi si dokter yang telengkup di atas tanah. "Sedangkan aku, sebenarnya, tak punya permusuhan denganmu. Kita berdua hanya ingin berjuang sekuat tenaga untuk selamat. Bedanya, aku berpihak pada mereka untuk tetap hidup, sedangkan kamu tidak. Tapi, setelah kini kita bisa bebas, kita bukan musuh lagi kan?"

Kamu mengangguk. Ya, kamu juga tidak ingin bermusuhan dengan Johan. Bagaimanapun juga, kamu akan selalu teringat bagaimana dia membantumu melarikan diri pada awal kisah ini.

"Kamu boleh pergi sekarang," kata Johan.

"Lalu?" tanyamu. "Bagaimana denganmu?"

"Aku akan memastikan dia mati," kata Johan sambil mengedik ke arah Dokter X.

Kamu ragu-ragu sejenak, lalu berkata, "Sampai ketemu lagi, Johan."

Johan tersenyum dengan cara khasnya, senyum yang tak pernah mencapai matanya yang dingin itu. "Ya, kita pasti akan bertemu lagi."

Kamu pun berbalik dan berjalan pergi. Tiba-tiba sesuatu terlintas dalam pikiranmu. Bagaimana kalau Johan tidak memastikan Dokter X mati, sebaliknya memastikan dokter itu untuk tetap hidup? Bagaimana kalau mereka kini mundur untuk menyusun siasat, lalu kembali untuk memastikan kematianmu? Seharusnya kamu tetap tinggal bersama Johan untuk memastikan kematian Dokter X!

Kamu menoleh dengan cepat, berharap masih bisa menemukan keduanya.

Namun, tempat tadi Johan menghampiri Dokter X kini sudah kosong. Dua orang itu lenyap tak berbekas dalam waktu yang begitu singkat.

Kamu menghela napas. Satu kesalahan kecil saja, dan kini seumur hidupmu kamu akan dibayang-bayangi rasa takut atas pembalasan kedua orang itu. Tapi, kamu kini juga sudah menjadi orang yang tangguh. Kamu takkan menyerah hanya karena diancam dua penjahat. Lagi pula, kamu bertekad untuk menghubungi semua teman-teman yang lolos dari pusat penelitian ini dan mengumpulkan mereka. Kalian akan saling menjaga dan menjadi sekutu yang kuat.

Dan tidak peduli kata-kata ini terdengar klise, kamu selalu percaya, kebenaran akan mengalahkan kejahatan. Selamanya.


SELAMAT UNTUK PARA PESERTA MYSTERYGAME@AREA47: THE ASYLUM!!!

Kalian akhirnya berhasil selamat dalam kisah menyeramkan melawan Johan dan Dokter X! Nah, bagaimana dengan hasil akhir HP, JP dan XP kalian? Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "MysteryGame@Area47: THE ASYLUM episode 10," diikuti nama panggilan diikuti "HP=" diikuti jumlah HP diikuti "JP=" diikuti jumlah JP diikuti "XP=" diikuti jumlah XP.

Lexie tunggu emailnya hingga enam hari lagi. Pemenang akan diumumkan tiga minggu dari sekarang, atau dua minggu setelah semua email peserta diterima.

Thank you, everybody, for your participation in MysteryGame@Area47: THE ASYLUM!

xoxo,
Lexie

Sunday, July 15, 2012

MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™, episode 9

Kamu membuka pintu sepelan mungkin, membuat sebuah celah kecil--cukup untuk mengintip ruangan apa yang akan kamu tuju.

Ruangan itu ternyata semacam laboratorium mengerikan, dengan banyak sekat tirai dan meja-meja operasi di baliknya. Kamu bisa mendengar bunyi gerungan mesin keras yang mirip-mirip dengan bunyi gergaji mesin. Tapi, masa sih ada benda yang begitu mengerikan di ruangan ini?

Kamu memeriksa sikon. Sepertinya tidak ada kamera maupun pandangan mata yang mengarah padamu. Aman deh. Tapi kamu tidak mau mengambil risiko, jadi kamu menyelip keluar, lalu merunduk dan merangkak-rangkak sambil berusaha menutupi dirimu dengan tirai plastik yang bergantungan di mana-mana...

Eh, ada yang muncrat ke mukamu. Apa ini?

ASTAGA MENNNN!! Darahhhh!!

Kamu mendongak ke atas. Pandangan matamu bertemu dengan mata pasien di atas tempat tidur operasi. Mata yang seolah-olah meneriakkan, "Tolong! Aku nggak mau berakhir seperti ini!" Astaga, pasien itu masih sangat muda, mungkin usianya malah lebih muda darimu! Tapi apa yang bisa kamu lakukan? Selain kalah jumlah, pasien itu juga sudah kehilangan kedua kakinya--dan kini mereka sedang menggergaji tangannya.

Tempat ini benar-benar terkutuk.

Tubuhmu gemetaran menyaksikan pasien itu dibantai, sementara tenggorokanmu tercekat dan matamu mulai dipenuh air mata--bukan hanya karena kasihan, melainkan juga ketakutan yang amat sangat. Kamu menyadari, jika tertangkap dalam kondisi hidup-hidup, kamu pasti akan berakhir seperti itu juga. Obat tak sanggup memberikan apa yang para peneliti itu inginkan darimu, jadi pastilah mereka menempuh cara yang lebih frontal.

Tidak, kamu tidak sudi berakhir seperti itu! Dengan seluruh tenagamu yang tersisa, kamu akan berjuang sampai mati. Dan kalau memang kamu harus mati dalam perjuanganmu keluar, itu jauh lebih baik daripada berakhir sebagai makhluk yang bukan manusia lagi.

Jadi, kamu pun menegarkan hati dan melewati pasien yang akan terus menghantuimu seumur hidup itu, terus merangkak menyeberangi ruangan. Tentu saja, kamu tidak asal kabur. Sembari melewati ruangan itu, kamu menghitung berapa jumlah dokter gadungan yang sedang memotong-motong tubuh manusia dengan santainya itu, berapa jumlah pasien, dan peralatan apa saja yang mereka gunakan. Seandainya berhasil lolos dari sini, kamu bersumpah akan melaporkan pusat penelitian ini pada para penegak hukum dan menghentikan penelitian sadis yang mereka lakukan untuk selama-lamanya.

Kamu berhasil mencapai pintu di seberang ruangan, tapi kamu tidak punya keberanian untuk melewatinya. Habis, risikonya terlalu tinggi. Pertama-tama, kamu harus sanggup keluar dari ruangan ini sambil berusaha supaya tidak ketahuan orang-orang ini--hal yang terasa nyaris mustahil untuk dilakukan. Setelah itu, entah sikon seperti apa yang kamu hadapi di ruangan berikutnya. Kamu tidak tahu apakah ruangan itu mengarah ke koridor seperti yang kamu inginkan, ataukah hanya pintu penghubung antar laboratorium (atau kamar bedah, atau apalah, pokoknya ruangan menjijikkan sejenis ini).

Saat kamu sedang menimbang-nimbang apa yang akan kamu lakukan, mendadak seseorang keluar dari ruangan itu. Saat pintu hendak menutup kembali, kamu segera mengganjalnya dengan botol kosong kecil yang kamu temukan tergeletak di lantai. Lalu, setelah kondisi aman, kamu segera mengintip ruangan itu.

Kamu terperanjat melihat Johan sedang duduk berhadap-hadapan dengan Dokter X. Wajahnya tampak tenang dan sombong, seperti biasa.

"Sudah kubilang, aku akan membantumu," katanya pada Dokter X. "Kau tak perlu memberiku obat atau menyiksaku. Asal ada imbalan buatku, aku akan mempertimbangkan kerja sama dengan siapa pun juga."

"Jadi menurutmu orang itu belum mati?" tanya Dokter X.

"Jelas," angguk Johan. "Dia bukan manusia biasa. Dia adalah orang yang berhasil lolos setelah bertarung dengan monster yang tetap bisa hidup melawan penyakit, tubuh yang membusuk, dan usia."

Astaga, mereka sedang membicarakan dirimu!

"Kuduga, virus monster itu sudah mengkontaminasinya," kata Johan lagi. "Itu sebabnya, meski sudah beberapa kali terluka, dia masih saja bisa bereaksi begitu cepat dalam segala kesempatan. Kalau kau butuh makhluk untuk diteliti dan menambah kualitas para makhluk buatanmu, dia adalah orang yang paling tepat untuk keperluan itu. Tapi sebaliknya, dia juga orang yang paling berbahaya untuk pusat penelitian ini. Kalau ada satu orang yang sanggup menghancurkan seluruh fasilitas ini, dialah orangnya."

"Menurutmu apa lebih baik kita membunuhnya saja? Tapi bagaimana caranya? Bahkan memberinya obat bius dengan dosis tinggi tak ada gunanya."

"Hanya ada satu cara untuk membunuhnya," tegas Johan. "Dia harus dimutilasi hidup-hidup."

Oh tidak! Kamu tidak sudi dipotong-potong, hidup ataupun mati. Kamu harus kabur secepatnya dari tempat ini!

Mendadak terdengar derap langkah kaki terburu-buru. Seseorang melewatimu dan nyaris saja menginjakmu. Untung saja dia tidak melakukannya, karena, meski terinjak tidak sesakit dimutilasi, kamu pasti bakalan berteriak karena kaget, lalu semua orang akan mengetahui keberadaanmu dan memutilasimu beramai-ramai.

"Celaka!" teriak orang itu. "Dia berhasil melarikan diri dari kuburan massal!"

Johan langsung berdiri. "Dia masih ada di sekitar sini. Ayo, semuanya cari!"

Mendadak tatapan Johan turun dan langsung menatap ke arahmu.

Uh-oh.

"Dia ada di ruangan sebelah!" teriak Johan. "Tangkap dia!"

Baca episode berikutnya.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "MysteryGame@Area47: THE ASYLUM episode 9," diikuti nama panggilan diikuti "HP=" diikuti jumlah HP diikuti "JP=" diikuti jumlah JP diikuti "XP=" diikuti jumlah XP, sementara dalam isi email, tuliskan jawaban atas pertanyaan ini:

APA YANG KAMU LAKUKAN UNTUK LOLOS DARI SITUASI INI? (Pilih antara:
1. Merobohkan rak yang dipenuhi berbagai peralatan menyeramkan dan membuat kekacauan.
2. Ngumpet di dalam kamar mandi laboratorium.
3. Kabur sambil mendobrak sekuat tenaga.)


Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari berikutnya. Jangan sampai telat ya! ^^

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

Sunday, July 1, 2012

MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™, episode 8

Pada saat kamu akhirnya berhasil membuka mata, kamu menyadari kamu ada di ruangan yang penerangannya sangat minim. Segalanya tampak remang-remang. Lalu, ketika mata kamu sudah mulai terbiasa dalam kegelapan, kamu menyadari bahwa wajahmu ternyata berada sangat dekat dengan wajah lain. Wajah milik seseorang dengan mata menatap kosong, mulut ternganga lebar, dan kepala botak tanpa secuil rambut pun. Kamu langsung terduduk dalam kondisi kaget banget, dan menyadari bahwa kamu sedang menduduki tubuh manusia lain.

Oh sial. Kamu sedang berada di sebuah bak raksasa yang mirip banget dengan tempat penampungan sampah. Hanya saja, di tempat ini, bukan sampah yang mereka tampung, melainkan mayat!

Dalam kegelapan, kamu menatap mayat-mayat di sekelilingmu dengan ngeri. Semuanya masih mengenakan seragam rumah sakit jiwa, rambut mereka dicukur habis, tubuh mereka masih utuh meski entah sudah berapa mereka berada di sini--seolah-olah mereka tak bakalan membusuk untuk selamanya. Apalagi raut wajah mereka yang masih begitu hidup. Mata yang terbuka lebar, mulut yang ternganga.

Berapa banyak orang yang sudah terbunuh di tempat ini karena penelitian yang mereka lakukan? Tak kamu sangka, Dokter X teramat sangat kejam. Apa pun yang pernah dilakukan Johan, tak mungkin bisa menandingi kesadisan yang dilakukan oleh Dokter X. Kamu mulai menyesal telah menerima tawaran Dokter X untuk menangkap Johan. Jangan-jangan, justru Johan-lah satu-satunya orang yang sanggup melawan Dokter X. Itu sebabnya Dokter X bersedia menempuh berbagai cara untuk menangkap Johan kembali.

Termasuk menipumu. Sekarang kamu tahu kamu hanyalah umpan untuk mengalihkan perhatian Johan. Kamu tak tahu apa yang terjadi, tapi rupanya kamu sudah dianggap mati oleh Dokter X, lalu dibuang bagaikan barang tak berharga di bak penampungan mayat itu. Hanya karena keajaibanlah kamu masih hidup.

Keajaibankah? Atau ada sesuatu yang tidak kamu ketahui?

Kamu berusaha keluar dari bak penampungan itu, tapi pinggirannya terlalu tinggi untuk dipanjat. Kamu meloncat-loncat, tapi tetap tidak berhasil menggapai pinggiran itu. Kamu memandangi mayat-mayat di sekelilingmu.

Haruskah kamu menggunakan mereka?

Dengan susah-payah, kamu mulai menyeret satu demi satu mayat ke bawah pinggiran bak dan menumpuk mereka menjadi satu tumpukan tinggi.

"Maaf," gumammu seraya bekerja. "Aku nggak bermaksud nggak hormat. Aku hanya ingin keluar dari sini. Tolong bantu aku ya!"

Akhirnya kamu berhasil tangga dan keluar dari tempat penampungan mayat itu. Setelah keluar dari situ, kamu sempat menundukkan wajah sebentar, memanjatkan sepatah doa untuk jiwa-jiwa yang mungkin masih tertinggal di sini, galau karena kematian yang begitu sia-sia.

Dalam hati, kamu bersumpah kamu takkan berakhir seperti mereka.

Terowongan itu semacam saluran pembuangan air. Sepanjang jalan, terowongan itu dipenuhi air setinggi lutut. Kamu harus melipat celana seragammu hingga ke atas lutut. Yah, seperti di dalam film-film, biasanya yang berhasil selamat dari kematian pasti mengenakan pakaian supercupu. Dalam hati kamu bersyukur kamu masih boleh pakai baju. Kalau Bruce Willis sih, sudah pasti bajunya robek-robek sampai tak layak pakai lagi.

Di bagian atas terowongan terdapat jendela-jendela kecil yang memberikan penerangan samar-samar pada terowongan itu. Kamu memicingkan mata, berusaha melihat ke manakah jendela-jendela itu mengarah. Jantungmu nyaris berhenti berdetak saat sebuah sepatu berhenti di jendela di depanmu.

"Bagaimana?" Kamu mendengar suara dari atas. "Dia masih hidup?"

"Ya." Astaga, kamu ketahuan masih hidup? "Aku cukup salut. Setelah menerima begitu banyak obat, dia masih saja bisa meracau."

Oh, pasti bukan kamu. Dari tadi kamu tidak meracau kok. Tapi, kalau begitu, jangan-jangan yang dimaksud adalah...?

"Johan memang tangguh. Itu sudah jelas. Sedangkan rekannya yang satu itu..."

Wah akhirnya kamu dibicarakan juga!

"Yang itu sudah mati kan? Kudengar sudah dibuang ke kuburan massal!"

"Ya, yang itu sama saja seperti yang lain. Tak ada gunanya sama sekali!"

Kurang ajar! Kamu dijelek-jelekkan! Rasanya kamu kepingin meloncat ke depan mereka dan berteriak, "Tak ada gunanya sama sekali? Salah besar, goblok! Aku masih bisa berdiri tegak, sialan!"

"Padahal tadinya Dokter X mengira dia bisa menyaingi Johan. Ternyata perkiraan sang dokter ajaib bisa meleset juga."

"Yah, siapa sangka dia langsung koma begitu dikasih obat sebanyak yang ditenggak Johan? Benar-benar lemah!"

Jadi begitu. Kamu dan Johan diberi obat. Johan bertahan sementara kamu jadi koma. Tak heran kamu langsung dibuang begitu saja ke bak penampungan mayat yang disebut sebagai kuburan massal itu. Mungkin mereka cukup yakin kamu bakalan mati tanpa pernah bangun lagi, dan mereka tak berniat membuang-buang waktu maupun tenaga untuk memastikannya.

Untungnya, itulah yang membuatmu tetap hidup.

"Sebenarnya apa rencana Dokter dengan Johan?"

"Katanya, Johan mau dijadikan semacam wakil yang bisa dipercaya untuk mengelola pusat penelitian ini."

"Apa? Jadi kita semua bakalan berada di bawah perintah Johan?"

"Yah, memangnya kau berani menentang Johan, setelah melihat dia terbuat dari apa?"

"Ugh. Nggak."

Semua orang takut pada Johan. Tidak heran, kamu juga sih. Kamu menyadari, sulit banget mengalahkan Johan sekaligus Dokter X. Satu-satunya yang bisa kamu lakukan adalah melarikan diri sejauh-jauhnya dari sini, lalu mengganti nama atau apalah supaya mereka tidak bisa menemukanmu lagi seumur hidup.

Kamu memutuskan untuk meneruskan perjalananmu. Tidak tahu di mana terowongan ini akan berujung. Kamu terus berjalan dan berjalan, dan mulai menyadari betapa lucunya jalan yang kamu jalani. Banyak benda-benda yang mengapung di sana, barang-barang yang dikira sudah tak berguna lagi, tapi ternyata bisa kamu pergunakan pada saat-saat seperti ini. Ada tongkat besi yang sepertinya merupakan jeruji jendela yang patah, pisau belati berkarat, tali tambang, dan botol bir yang sudah kosong.

Akhirnya kamu menemukan sebuah tangga besi memutar yang sudah berkarat. Perlahan-lahan kamu memanjat ke atas, menyadari bahwa bunyi sepelan apa pun yang kamu sebabkan akan bergema di tempat ini.

Dan kalau kamu sampai tertangkap, kamu akan mati.

Baca episode berikutnya.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "MysteryGame@Area47: THE ASYLUM episode 8," diikuti nama panggilan diikuti "HP=" diikuti jumlah HP diikuti "JP=" diikuti jumlah JP diikuti "XP=" diikuti jumlah XP, sementara dalam isi email, tuliskan jawaban atas pertanyaan ini:

BENDA APA YANG KAMU PUNGUT DARI DALAM GENANGAN ITU? (Pilih antara: tongkat besi, pisau belati, tali tambag, dan botol bir.)

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari berikutnya. Jangan sampai telat ya! ^^

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

Sunday, June 24, 2012

MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™, episode 7 (episode battle #2)

Masih ingatkah kalian, berapa HP, JP, dan XP yang kamu dapatkan pada saat menempuh episode 4 (battle #1)? Siapkan kertas dan pensil, tuliskan nilai HP, JP, dan XP tersebut di sana. Kini, nilai-nilai itu akan mengalami perubahan lagi. Sanggupkah kamu mempertahankan HP sekaligus menurunkan XP? Dan apa pengaruh JP dalam petualangan yang sangat berbahaya ini?

Jika pada Episode 6 kamu memilih:

1. Membantu Johan memanjat pintu, klik di sini.
2. Memaksa Johan membantumu memanjat pintu, klik di sini.
3. Lari ke ruangan terdekat lainnya, klik di sini.


Tongkat
Johan menyerang dengan tongkat yang direbutnya darimu dan kamu segera menghindar.

"Hei, ada apa?" teriakmu berusaha terdengar heran. "Kenapa kamu menyerangku? Bukannya kita berteman?"

"Teman?" Johan menyunggingkan senyum khasnya yang tak mencapai mata, senyum yang langsung membuatmu merinding. "Setelah tadi kubiarkan mati? Kurasa tidak. Kamu pasti sudah mendengar tentang aku kan, dan sekarang berniat untuk menangkapku kembali?" Oh, sial. Ternyata dia cerdik banget. "Apa mereka mengirimmu untuk membunuhku?"

"Tentu saja nggak!" bentakmu, karena tuduhan terakhir ini sungguh tak masuk akal. "Kamu kira aku punya tampang pembunuh?"

Johan tersenyum sekali lagi. "Setiap orang sanggup membunuh. Yang dibutuhkan hanyalah alasan yang tepat." Sambil berkata begitu, dia mengayunkan tongkatnya ke atas kepalamu. "Dan alasanku, selalu, adalah demi bertahan hidup."

Kamu merasakan tongkat itu menghantam kepalamu, membuatmu merasakan kesakitan yang membutakan. Tongkat itu kembali menghantam, namun kali ini kamu berhasil menyambutnya. (HP: -12)

"Kamu benar-benar ingin perang?" gerammu. "Oke, kalo gitu, mari kita perang!"

Klik di sini untuk melanjutkan.


Lari ke ruangan terdekat lainnya
"Nggak ada waktu untuk manjat-manjat seperti monyet, tolol!" teriakmu pada Johan. "Mendingan kita kabur saja ke tempat lain!"

"Nggak mau!" teriak Johan. "Aku mau bebas..."

Tidak ada waktu lagi untuk mendengarkan ocehan Johan. Kamu menarik tangannya dan menyeretnya pergi. Tapi, alih-alih mengikutimu, tanpa diduga-duga Johan malah mendorongmu.

Ke arah monster itu.

Mulutmu terbuka lebar-lebar, siap untuk menjerit saat monster itu mengulurkan tangannya yang, untungnya, cuma ada dua (jauh lebih sedikit dari jumlah kepala dan tangannya) dan menangkapmu dengan kuku-kukunya yang panjang dan hitam.

Alih-alih menjerit, kamu bertanya pada Johan, "Kenapa?"

"Kamu sama sekali tidak berguna bagiku," kata Johan dingin. "Jadi, lebih baik kamu mati saja."

Setelah berkata begitu, Johan membalikkan badan dan pergi meninggalkanmu dalam pelukan si monster.

Matilah kamu sekarang.

Kamu bisa merasakan kuku-kuku si monster menggores mukamu perlahan-lahan. Saat kuku-kuku itu mulai menancap di kulitmu, kamu memberontak dan berhasil melepaskan diri. Kamu tahu mukamu berdarah-darah, tapi yang penting saat ini kamu berhasil bebas darinya. (HP: -10)

Dan yang sekarang harus kamu lakukan adalah melarikan diri sejauh-jauhnya dari tempat ini.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Mempertahankan senjatamu dan menolong Johan
Kamu nyaris terjengkang saat mereka semua menyerangmu. Eh, tidak semuanya. Ada tiga yang melewatimu dan menyerang Johan. Sepertinya mereka mengenalimu lantaran kamu pernah memukuli mereka beberapa waktu lalu. Mungkin saja mereka juga berang pada Johan yang saat itu memukuli mereka bersamamu. (JP: -15)

Keterlaluan. Kamu tidak mungkin menang. Mereka terlalu mengerikan. Kamu tak punya senjata, dan gigi-gigi mereka sangat tajam. Dalam sekejap mereka sudah menggerogoti seluruh tubuhmu, dan sekeras apa pun kamu menyentakkan mereka, mereka tak mau pergi. (HP: -15)

Ah, gawat. Bagaimana kalau kamu terkena rabies? Semoga saja Dokter X bersedia menyembuhkanmu sebelum membiarkanmu pergi.

Saat kamu tidak berdaya, mendadak keluar beberapa penjaga berpakaian serba hitam dengan helm dan pentungan besi. Akhirnya, setelah sekian lama, mereka tampil juga! Entah ngumpet di mana mereka selama ini. Pandanganmu berkunang-kunang saat mereka melepaskanmu dari para penyerangmu, lalu mengangkatmu pergi.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Perang Melawan Johan
Kamu bukan ahli bela diri. Kamu bukan orang yang sangat kuat. Tapi dalam hal bertahan hidup, kamu punya pengalaman yang masih amat sangat segar. Melawan sesosok monster raksasa yang kuat dan mengerikan saja kamu tidak gentar, apalagi Johan yang ceking bagaikan tiang listrik.

Kamu mencampakkan senjata Johan jauh-jauh, lebih suka semuanya dilakukan dengan tangan kosong saja. Kamu menarik kerah seragam rumah sakit jiwa Johan, menatap mata Johan yang sekelam sumur Sadako. "Kamu kira hanya kamu yang ingin bertahan hidup? Aku juga ingin bertahan hidup. Tapi, itu nggak membuatku harus mengorbankan teman."

"Oh ya?" Johan tersenyum dingin. "Kamu ingin bilang kamu nggak berniat menyerahkanku pada siapa pun juga yang memberimu akses membuka pintu ini?"

"Ya, aku berniat untuk menyerahkanmu pada mereka," sahutmu jujur. "Tapi itu tidak berarti aku berniat membunuhmu. Lagian, kita sudah bukan teman lagi gara-gara kamu mengumpankanku pada monster jelek itu!"

"Oh ya? Jadi kau mau mengatakan sekarang kau menganggapku musuh?"

Entah kenapa, kamu teringat saat-saat kamu pertama kali tiba di sini. Bagaimana dalam kebingungan dan keasingan yang kamu rasakan, satu-satunya yang mengajakmu bicara adalah Johan. Di tempat yang begini mengerikan, orang yang pernah membuatmu merasa lebih baik adalah Johan. Dan dia jugalah yang membangkitkan naluri berjuang untuk keluar dari tempat ini, bukannya mati pelan-pelan dan menjadi obyek penelitian Dokter X.

Hanya sesaat kamu ragu, tapi itulah yang dibutuhkan Johan. Tanpa ragu dia melemparkanmu di dalam bangsal.

Dan kamu baru menyadari kenapa Johan menunggu di depan pintu.

Di tengah-tengah bangsal tempat kalian ngongkouw dulu, berdirilah kawanan botak yang familiar. Ya, mereka adalah kawanan yang sama dengan yang pernah kalian temui sebelumnya. Namun, berbeda dengan pertemuan pertama kalian, kini mereka tampak jauh lebih liar. Mulut mereka menyeringai, menunjukkan gigi-gigi yang semuanya adalah gigi taring yang tajam-tajam, sementara air liur menetes-netes ke lantai. Tanpa perlu diberitahupun, kamu tahu mereka sudah disuntik dengan virus rabies. Saat Johan melemparkanmu ke arah mereka, tanpa ragu mereka menyambutmu.

Jika pada Episode 5 kamu memilih:

1. Serahkan senjata kepada Johan, klik di sini.
2. Mempertahankan senjatamu dan menolong Johan, klik di sini.
3. Kabur meninggalkan Johan, klik di sini.


Sapu
Johan menyerang dengan sapu yang direbutnya darimu dan kamu segera menghindar.

"Hei, ada apa?" teriakmu berusaha terdengar heran. "Kenapa kamu menyerangku? Bukannya kita berteman?"

"Teman?" Johan menyunggingkan senyum khasnya yang tak mencapai mata, senyum yang langsung membuatmu merinding. "Setelah tadi kubiarkan mati? Kurasa tidak. Kamu pasti sudah mendengar tentang aku kan, dan sekarang berniat untuk menangkapku kembali?" Oh, sial. Ternyata dia cerdik banget. "Apa mereka mengirimmu untuk membunuhku?"

"Tentu saja nggak!" bentakmu, karena tuduhan terakhir ini sungguh tak masuk akal. "Kamu kira aku punya tampang pembunuh?"

Johan tersenyum sekali lagi. "Setiap orang sanggup membunuh. Yang dibutuhkan hanyalah alasan yang tepat." Sambil berkata begitu, dia mengayunkan sapunya ke atas kepalamu. "Dan alasanku, selalu, adalah demi bertahan hidup."

Johan terperangah saat kamu menangkap gagang sapu itu kuat-kuat.

"Kamu benar-benar ingin perang?" gerammu. "Oke, kalo gitu, mari kita perang!"

Lalu kamu pun menyurukkan sapu itu ke muka Johan. (JP: -5)

Klik di sini untuk melanjutkan.


Memaksa Johan membantumu memanjat pintu
"Enak saja!" Kamu menolak usul Johan tanpa berpikir panjang. "Seharusnya kamu yang membantuku naik. Badanku jauh lebih kecil darimu!"

Kamu kaget luar biasa saat menyadari pandangan Johan yang tertuju padamu. Pandangan itu menunjukkan rasa benci yang amat sangat, seolah-olah kamu baru saja mengkhianatinya.

"Hei, Han..."

Tanpa diduga-duga Johan mendorongmu ke arah si monster, seolah-olah mengumpankanmu padanya. Selama sepersekian detik, kamu memandangi Johan dengan tak percaya, sementara dia hanya menatap dingin. Tanpa perlu kata-kata, kamu tahu sekarang kalian berdua adalah musuh. Sementara kamu jatuh ke dalam tangan si monster, Johan menyunggingkan senyumnya yang tidak mencapai mata, lalu berbalik dan melarikan diri.

Kamu berteriak kesakitan saat si monster meraihmu dengan kuku-kukunya yang panjang. Untungnya, tidak seperti kepala dan kakinya yang berjumlah banyak, tangannya hanya ada dua. Kamu berusaha melepaskan diri, tetapi bahumu tergores kuku yang tajam banget itu. Darah mengaliri tanganmu, tapi setidaknya kamu kini terbebas darinya. (HP: -12)

Kamu menyadari bahwa keselamatanmu kini tergantung pada dirimu sendiri. Tidak ada teman yang akan membantumu lagi. Jadi, kamu pun berlari ke arah yang berlawanan dengan yang dituju Johan.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Kabur meninggalkan Johan
Kamu sudah siap untuk melawan mereka semua, tapi rupanya tak semua kawanan menerjangmu. Beberapa melewatimu begitu saja untuk menyerang Johan--jauh lebih banyak, sebenarnya. Sepertinya mereka mengenali Johan yang pernah memukuli mereka beberapa waktu lalu. Sedangkan kamu, kamu hanya diserang satu orang yang pernah kamu pukuli waktu kembali menolong Johan. (JP: -25)

Sayangnya, meski cuma diserang satu orang saja, kamu tidak mungkin menang. Penyerangmu terlalu mengerikan. Kamu tak punya senjata, sedangkan dia punya gigi-gigi yang sangat tajam. Dalam sekejap si botak sudah sedang menggerogoti tanganmu, dan sekeras apa pun kamu menyentakkannya, dia tak mau pergi. (HP: -5)

Ah, gawat. Bagaimana kalau kamu terkena rabies? Semoga saja Dokter X bersedia menyembuhkanmu sebelum membiarkanmu pergi.

Saat kamu tidak berdaya, mendadak keluar beberapa penjaga berpakaian serba hitam dengan helm dan pentungan besi. Akhirnya, setelah sekian lama, mereka tampil juga! Entah ngumpet di mana mereka selama ini. Pandanganmu berkunang-kunang saat mereka melepaskanmu dari penyerangmu, lalu mengangkatmu pergi.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Pengki
Johan menyerang dengan pengki yang direbutnya darimu dan kamu segera menghindar.

"Hei, ada apa?" teriakmu berusaha terdengar heran. "Kenapa kamu menyerangku? Bukannya kita berteman?"

"Teman?" Johan menyunggingkan senyum khasnya yang tak mencapai mata, senyum yang langsung membuatmu merinding. "Setelah tadi kubiarkan mati? Kurasa tidak. Kamu pasti sudah mendengar tentang aku kan, dan sekarang berniat untuk menangkapku kembali?" Oh, sial. Ternyata dia cerdik banget. "Apa mereka mengirimmu untuk membunuhku?"

"Tentu saja nggak!" bentakmu, karena tuduhan terakhir ini sungguh tak masuk akal. "Kamu kira aku punya tampang pembunuh?"

Johan tersenyum sekali lagi. "Setiap orang sanggup membunuh. Yang dibutuhkan hanyalah alasan yang tepat." Sambil berkata begitu, dia mengayunkan pengkinya ke atas kepalamu. "Dan alasanku, selalu, adalah demi bertahan hidup."

Johan terperangah saat kamu menangkap gagang pengki itu kuat-kuat.

"Kamu benar-benar ingin perang?" gerammu. "Oke, kalo gitu, mari kita perang!"

Johan ternganga saat kamu menarik pengki itu sampai copot dari bagian bawahnya yang dipegangi Johan, dan tak sempat mengelak sama sekali saat kamu menghantamkan gagang itu ke muka Johan. (JP: -10)

Klik di sini untuk melanjutkan.


Rahasia Terbesar The Asylum
"Apa maksudnya semua itu?" tanyamu rada-rada terpesona. Bukan pada si dokter yang creepy itu, tentu saja, melainkan pada ucapannya yang bernada dramatis.

"Tentunya kamu sudah tahu ini bukan rumah sakit jiwa biasa." Kamu mengangguk. "Ini adalah pusat penelitian manusia. Manusia yang punya kemampuan di atas rata-rata manusia lain, kami sebut manusia A+, akan dikirim ke sini. Yang kami maksud kemampuan, bukan hanya melulu soal IQ, melainkan juga EQ, kemampuan fisik, dan lainnya."

Dan kamu termasuk golongan ini. Oke, meski pengalamanmu mengerikan, tetap saja kamu tidak bisa mencegah dirimu berkata, "Wow."

"Tentu saja, tidak semua bisa kami bawa ke sini. Beberapa dilindungi secara khusus dari orang-orang seperti kami, beberapa terlalu terkenal sehingga kehilangannya akan menimbulkan skandal yang membahayakan eksistensi kami. Kami tidak berniat mengambil risiko apa pun yang bisa mempertaruhkan keberadaan pusat penelitian ini. Lagi pula, cukup banyak manusia A+ yang bisa kami culik tanpa menimbulkan banyak kecurigaan."

"Seperti aku, misalnya."

Si dokter mengangguk. "Seperti kamu."

Oke, entah kenapa, kalau dia yang mengatakannya, rasanya malah seperti penghinaan. Seolah-olah kamu hanyalah kelinci percobaan yang tak berharga dan banyak penggantinya.

"Jadi sekarang kenapa Dokter nyariin saya?" tanya kamu tanpa menyembunyikan kebeteanmu. "Dokter bukannya nggak sengaja ketemu dengan saya kan?"

"Begitulah," angguk si dokter. "Saya ingin mengajukan sebuah penawaran."

"Penawaran?"

Si dokter menatapmu dalam-dalam. "Berikan pada saya Johan," katanya, "dan saya akan memberikanmu kebebasan."

"Kenapa?" Kamu sudah penasaran banget. "Kenapa Bapak begitu menginginkan Johan? Apa istimewanya Johan sampai-sampai disebut sebagai ciptaan paling sempurna?"

"Kamu melihat Johan sebagai manusia biasa kan?" Kamu mengangguk. "Kamu salah. Dia bukan manusia."

Kamu terperangah.

"Sebenarnya," mata si dokter berkilat-kilat saat mengatakan, "dia adalah manusia yang dibuat dari bagian-bagian tubuh orang-orang paling jahat di pusat penelitian ini."

Holy crap!

Klik di sini untuk melanjutkan.


Membantu Johan memanjat pintu
Tanpa banyak cingcong kamu menurunkan bahumu dan membiarkan Johan naik ke atas punggungmu. Astaga, kerempeng-kerempeng begitu, dia berat banget! Nyaris saja kamu jadi patah dibuatnya. Tapi bukan saja itu yang menyita perhatianmu. Tak jauh di sebelah sana, ada monster mengerikan mendekati kalian.

"Buruan! Buruan!" teriakmu histeris lantaran sakit bercampur takut. "Aku juga mau naik!"

Kamu bisa merasakan kaki Johan terangkat dari punggungmu, dan kamu langsung gembira. Saat kamu menegakkan punggungmu dan menengadah, kamu melihat Johan sudah lenyap di balik pintu.

"Han?" teriakmu panik. "Johan?"

Tidak ada sahutan dari balik pintu.

Sial, kamu dikhianati Johan! Seharusnya kamu tidak pernah percaya padanya! Inilah akibatnya kalau kamu memercayai orang yang salah. Kamu akan ditusuk dari belakang di saat-saat kamu sangat memerlukannya.

Kamu menjerit saat mendadak merasakan sebuah tangan meraihmu. Astaga, itu si monster! Kamu ternganga menatap monster yang, meski berkepala dan berkaki banyak, hanya bertangan dua itu. Kamu menjerit sekali lagi saat kuku-kukunya yang panjang mencakari tanganmu. Gila, rasanya mirip digores jarum raksasa! (HP: -15)

Semua ini gara-gara Johan. Kamu bersumpah takkan memercayainya lagi. Memang, semua ini salahmu karena sudah memercayai orang yang begitu licik, orang yang tak segan-segan menusuk punggungmu di saat-saat kamu sangat membutuhkannya. Kamu bersumpah takkan melakukan kesalahan yang sama lagi.

Oke, cukup. Tak ada gunanya memaki-maki Johan lagi. Keselamatanmu bergantung pada tindakanmu saat ini. Kamu merenggutkan dirimu dari si monster, merangkak-rangkak sambil terpontang-panting, lari sejauh-jauhnya dari tempat ini.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Menyerahkan senjatamu kepada Johan
Kamu sudah siap untuk melawan mereka semua, tapi rupanya tak semua kawanan menerjangmu. Beberapa melewatimu begitu saja untuk menyerang Johan--lebih banyak, sebenarnya. Sepertinya mereka mengenali Johan yang pernah memukuli mereka beberapa waktu lalu. Sedangkan kamu, mungkin saja mereka hanya menyerangmu lantaran kamu dianggap teman Johan. Buktinya, yang menyerangmu hanya dua. (JP: -20)

Sayangnya, meski cuma diserang dua orang, kamu tidak mungkin menang. Mereka terlalu mengerikan. Kamu tak punya senjata, dan gigi-gigi mereka sangat tajam. Dalam sekejap mereka sudah menggerogoti tanganmu, dan sekeras apa pun kamu menyentakkan mereka, mereka tak mau pergi. (HP: -10)

Ah, gawat. Bagaimana kalau kamu terkena rabies? Semoga saja Dokter X bersedia menyembuhkanmu sebelum membiarkanmu pergi.

Saat kamu tidak berdaya, mendadak keluar beberapa penjaga berpakaian serba hitam dengan helm dan pentungan besi. Akhirnya, setelah sekian lama, mereka tampil juga! Entah ngumpet di mana mereka selama ini. Pandanganmu berkunang-kunang saat mereka melepaskanmu dari para penyerangmu, lalu mengangkatmu pergi.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Tawaran Sang Dokter
"Jadi sekarang kamu mengerti kenapa semua kekacauan ini terjadi?" tanya si dokter. "Kami harus mengunci seluruh pusat penelitian dan mengerahkan setiap orang yang bisa kami kerahkan hanya demi satu tujuan. Menangkap Johan kembali."

Oke, seluruh situasi ini jadi terasa lucu. Kamu lega, tentu saja, karena mereka tidak ditugaskan untuk menangkapmu, melainkan untuk menangkap Johan. Tetapi kamu juga merasa sedikit kecewa. Ternyata kamu tidak penting-penting amat buat ditangkap. Yah, kekecewaan ini terasa tolol banget, tapi kamu kan manusia biasa. Mana pada dasarnya kamu agak kompetitif.

"Bagaimana? Kamu mau membantu kami?"

Kekecewaan itu segera lenyap saat kamu dihadapkan pada kenyataan. Memilih untuk mengkhianati Johan yang sudah mengkhianatimu, ataukah setia pada Johan hingga akhir. Pilihan terakhir ini terasa konyol banget. Buat apa kamu setia pada orang yang jelas-jelas sudah mengkhianatimu? Jadi kamu pun mengangguk. "Oke."

"Bagus, kamu mengambil keputusan yang benar."

Dalam sekejap, gedoran di pintu lenyap, menandakan si monster sudah berhenti berusaha masuk. Meski tadi kamu tak begitu merasakan, kini kamu menyadari bahwa tubuhmu jauh lebih rileks dengan menjauhnya monster itu.

"Sekarang, seluruh jalan sudah terbuka," kata si dokter sambil membuka pintu dengan santai, memperlihatkan koridor yang sepi. "Kamu hanya perlu mengikuti koridor ini, terus hingga tempat kamu berpisah dengan Johan. Ya, di depan pintu menuju bangsal. Tekan tombol di sampingnya, dan pintu itu akan terbuka."

"Semudah itu?" tanyamu tak percaya.

Mata si dokter menyipit lagi. "Tentu saja, tadinya tak segampang itu. Sekarang setelah kami melepas kuncinya, kamu bisa keluar dengan lebih mudah." Oh, begitu. "Kamu akan bisa menyusul Johan dengan mudah. Setelah itu, gunakan segala cara untuk membawa Johan kembali ke sini."

Tanpa menyahut, kamu mulai berlari menyusuri koridor. Langkahmu bergema di tengah-tengah kesunyian, sementara pikiranmu dipenuhi banyak hal.

Bagaimana cara membawa Johan kembali? Dia takkan mau melakukannya dengan sukarela. Kamu hanya punya dua pilihan: memaksanya, atau menjebaknya. Jalan yang lebih aman, tentu saja adalah menjebaknya. Mungkin kamu akan berpura-pura menjadi temannya, lalu di saat dia sedang tidak sadar...

Kamu menekan tombol pintu tanpa berpikir. Saat pintu terbuka, mendadak saja kamu menyadari Johan sedang berdiri di baliknya.

"Halo," sapanya dingin.

Jika pada Episode 4 kamu memilih:

1. Tongkat, klik di sini.
2. Sapu, klik di sini.
3. Pengki, klik di sini.
4. Tutup tong sampah, klik di sini.


Tutup Tong Sampah
Johan memukulimu dengan tutup tong sampah yang direbutnya darimu dan kamu segera menghindar.

"Hei, ada apa?" teriakmu berusaha terdengar heran. "Kenapa kamu menyerangku? Bukannya kita berteman?"

"Teman?" Johan menyunggingkan senyum khasnya yang tak mencapai mata, senyum yang langsung membuatmu merinding. "Setelah tadi kubiarkan mati? Kurasa tidak. Kamu pasti sudah mendengar tentang aku kan, dan sekarang berniat untuk menangkapku kembali?" Oh, sial. Ternyata dia cerdik banget. "Apa mereka mengirimmu untuk membunuhku?"

"Tentu saja nggak!" bentakmu, karena tuduhan terakhir ini sungguh tak masuk akal. "Kamu kira aku punya tampang pembunuh?"

Johan tersenyum sekali lagi. "Setiap orang sanggup membunuh. Yang dibutuhkan hanyalah alasan yang tepat." Sambil berkata begitu, dia menghantamkan pinggiran tutup tong sampah ke mukamu. "Dan alasanku, selalu, adalah demi bertahan hidup."

Kamu merasakan pinggiran tutup tong sampah itu meremukkan hidungmu, membuatmu merasakan kesakitan yang membutakan. Pinggiran tutup tong sampah itu kembali mengincar mukamu, namun kali ini kamu berhasil menyambutnya. (HP: -15)

"Kamu benar-benar ingin perang?" gerammu. "Oke, kalo gitu, mari kita perang!"

Klik di sini untuk melanjutkan.


Berlindung
Begitu melihat ada pintu yang terbuka, kamu langsung masuk ke dalam dan menutup pintu itu secepatnya. Sepersekian detik setelah kamu menutup pintu, kamu merasa pintu berdebam begitu keras sampai-sampai kamu terlempar ke dinding. Untungnya, dinding dan pintu ruangan-ruangan di rumah sakit jiwa ini dirancang dengan cukup kuat. Kamu tahu pintu itu takkan bertahan selamanya, tapi minimal kamu punya waktu untuk membuat rencana yang lebih baik.

Masalahnya, apakah rencana yang lebih baik itu? Rekanmu satu-satunya sudah mengkhianatimu, dan kali berikutnya kalian bertemu, kalian akan menjadi musuh. Monster mengerikan dan tampak tak terkalahkan menunggu di luar. Belum lagi ada Dokter X yang mengatur semua ini entah dari mana.

"Halo."

Kamu terperanjat dan menemukan Dokter X sedang berdiri di belakangmu. Aneh sekaligus mengerikan, karena kamu cukup yakin ruangan itu kosong saat kamu masuk ke dalam sana.

"Kaget?" Mata si dokter menyipit. "Seluruh tempat ini adalah milik saya. Saya bisa datang dan pergi ke mana saja yang saya suka."

Kamu memandangi si dokter, tampak heran karena dia tidak agresif seperti terakhir kali kamu bertemu dengannya. Kamu masih ingat betapa brutalnya dia saat menyerang Johan. Kamu juga ingat bagaimana kamu telah melukainya. Dokter itu tampak sehat, bagian tubuh tempat kamu melukainya tampak utuh seolah-olah tak pernah terluka. Meski begitu, entah bagaimana, kamu tahu dokter itu tidak sekuat sedia kala lagi.

Kamu ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengemukakan keherananmu. "Kenapa... Bapak tidak menyerangku?"

Oke, kamu merasa konyol karena memanggilnya Bapak. Kamu bahkan tidak tahu pasti apakah dia pria ataukah wanita, apalagi menebak usianya. Tapi tidak sopan kalau kamu menyebutnya dengan "kau", sedangkan kata "Anda" terlalu berlebihan.

Mata si dokter menyipit lagi, dan kamu segera menyadari bahwa itulah caranya tersenyum. "Saya tidak mengincarmu. Saya mengincar temanmu."

"Johan?"

Si dokter mengangguk.

"Kenapa Bapak mengincarnya?"

Si dokter menatapmu seolah-olah menimbang-nimbang apakah kamu layak dipercaya atau tidak.

"Johan adalah rahasia terbesar The Asylum." Si dokter terdiam lagi. "Dia adalah ciptaan kami yang paling sempurna."

Klik di sini untuk melanjutkan.


Lalu...
"Dia sudah tidak berguna. Buang saja di tempat pembuangan mayat. Dia akan mati membusuk sendiri."

Samar-samar, dalam ketidaksadaranmu, kamu mendengar suara Dokter X berkata begitu. Rupanya, kamu tidak akan dibebaskan, melainkan akan dibuang ke tempat pembuangan mayat dan dibiarkan mati. Dasar penjahat, tak ada satu pun yang bisa dipercaya.

Kamu terguncang-guncang di atas bahu seseorang. Orang itu berjalan melintasi air di tengah lorong yang remang-remang.

Lorong bawah tanahkah?

Kamu berusaha membuka mata, dan hal pertama yang kamu lihat adalah pantat orang yang membawa kamu. Sungguh pemandangan yang tidak menyenangkan. Mana matamu rada buram lagi. Kamu mengerjap-ngerjapkan mata, dan menyadari tidak hanya ada pantat di depanmu. Rupa-rupanya, orang itu menyelipkan berbagai hal yang kelihatan berguna di saku belakang celananya. Sebuah senter kecil, sebatang permen, sebungkus tisu, dan sebuah dompet.

Baca episode berikutnya.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "MysteryGame@Area47: THE ASYLUM episode 7," diikuti nama panggilan diikuti "HP=" diikuti jumlah HP diikuti "JP=" diikuti jumlah JP diikuti "XP=" diikuti jumlah XP, sementara dalam isi email, tuliskan jawaban atas pertanyaan ini:

BENDA APA YANG KAMU COPET DARI SAKU BELAKANG TERSEBUT? (Pilih antara: senter kecil, permen, tisu, dompet. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari berikutnya. Jangan sampai telat ya! ^^

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie