Kamu memandangi bangsal utama rumah sakit jiwa itu. Beberapa lampu neon panjang terpasang di langit-langit yang tinggi, tidak cukup banyak untuk menerangi bangsal yang luas itu, dan beberapa di antaranya sudah berkedap-kedip tanda mulai rusak. Cat dinding yang berwarna hijau telur bebek sudah banyak yang mengelupas, tanda cat tersebut sudah lama tidak diperbaharui. Udara yang menguar terasa busuk, mengganggu indera penciumanmu yang sudah terbiasa dengan orang-orang yang rajin mandi dan ruangan bersih.
Orang-orang yang berkeliaran semuanya bermata kosong dan bergerak bagaikan robot yang nyaris kehabisan batere. Meski begitu, kamu tahu seandainya kamu mengusik mereka, mereka akan langsung menyerangmu dengan kebrutalan yang menakutkan. Mereka semua mengenakan seragam rumah sakit berwarna oranye, warna mencolok yang gampang terlihat meski dalam kegelapan, sepertinya untuk memudahkan para penjaga untuk menemukan mereka andai mereka berhasil keluar dari sini.
Kamu memutuskan, cowok yang duduk di depan papan catur tampak paling tidak berbahaya dibanding mereka semua. Dengan langkah ragu-ragu, kamu pun menghampirinya dan memperkenalkan dirimu.
"Silakan duduk," kata cowok yang bernama Johan itu sambil menunjuk kursi di seberang meja. "Anak yang biasa menempati kursi itu tak bakalan keberatan kalau kamu mengambil kursinya."
Anak? Kamu tidak melihat ada seorang anak di sekitar sini. Kebanyakan remaja seperti kalian berdua. Tapi kamu kan orang baru, kamu belum tahu banyak tentang tempat ini, jadi kamu tidak berkomentar macam-macam.
"Jadi?" tanya Johan padamu. "Kenapa kamu dijebloskan ke penjara ini?"
Penjara? Ya, tempat ini memang mirip penjara. Mungkin begitulah para pasien di sini memandang tempat ini. "Aku juga nggak tau. Sepertinya ada kesalahpahaman. Aku harus ketemu kepala rumah sakit untuk menjelaskan."
"Begitu." Kamu mulai merasa tak nyaman dengan cara cowok itu memandangimu. Senyum di bibirnya tidak mencapai matanya, senyum yang tidak tulus sama sekali. Sementara mata itu menatapmu dengan licik dan waspada, bagaikan seekor ular yang siap memagutmu tatkala kamu lengah. "Sayang sekali, kepala rumah sakit nggak akan mau menemuimu. Di sini, nggak akan ada orang yang mau mendengarmu. Kamu adalah pesakitan berbahaya, kegilaanmu mengancam ketenteraman hidup orang-orang di sekitarmu, kata-katamu bagaikan virus bagi kewarasan mereka. Itulah sebabnya kamu dijebloskan ke sini."
"Tapi..." Sesaat kamu tidak bisa berkata-kata. "Tapi aku nggak seperti itu!"
Ujung bibir Johan terangkat sedikit, membuat wajahnya terlihat menakutkan. "Kamu kira aku seperti itu?"
Kamu kepingin bilang ya. Soalnya, cowok itu memang kelihatan gila dan menyeramkan. Tapi berhubung kamu tidak ingin diterkam dan digigit sampai lehermu putus, kamu menggeleng.
"Kamu tahu apa yang terjadi padamu?" Kamu menggeleng lagi. "Kamu dijebak."
Kini kamu melongo. "Dijebak? Oleh siapa?"
"Yang jelas, semua ini dilakukan oleh musuhmu. Ada yang terpikir olehmu?"
Kamu merasa bingung. Ya, sebagai orang yang tenar dalam waktu sekejap, tak heran kalau ada banyak orang yang iri padamu baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Tapi membencimu? Buat apa? Kamu tidak pernah menyakiti hati orang dengan sengaja kok (kalau tidak sengaja, lain lagi ceritanya).
"Yah, nasibmu sama seperti semua orang di sini," kata Johan sambil bersandar di bangkunya dengan santai. "Nggak ada orang waras yang mau datang ke sini dengan sukarela. Kita semua dipaksa datang melawan keinginan kita sendiri, lalu di sini, kita diperlakukan seperti orang gila. Banyak yang nggak tahan, terutama karena sama sekali nggak ada jalan untuk keluar. Akhirnya, mereka jadi putus harapan dan gila beneran."
Dari sekian banyak ocehan Johan, cuma satu yang kamu dengar: "Sama sekali nggak ada jalan untuk keluar?"
"Sama sekali," tegas Johan. "Kecuali..."
"Kecuali?"
"Kecuali kita kabur berdua, secepatnya."
Jujur saja, kamu rada curiga dengan orang yang tiba-tiba mengajak kamu bersekutu ini. "Kenapa harus secepatnya?"
"Karena, kalau tidak, kamu bakalan disuntik, disuruh minum pil, diobservasi, dan semua akan membuat pikiranmu jadi berkabut. Kamu disuruh tidur terus-menerus, dan otot-ototmu nggak akan bisa diandalkan lagi. Lambat-laun, kamu akan bergerak seperti mereka." Dia membentangkan sebelah tangannya, memamerkan teman-teman sebangsal kalian yang berjalan bagaikan mayat hidup. "Kalau sudah seperti itu, gimana caranya kita kabur?"
"Tapi," kamu memandanginya, "kamu nggak seperti itu."
"Karena," dia tersenyum dengan mata menyipit, "aku berbeda. Aku nggak akan pernah putus harapan, dan aku nggak pernah sudi menerima apa yang mereka lakukan padaku. Tentu saja, tanpa sepengetahuan mereka, karena kalau sampai mereka tahu, mereka akan menyiksaku habis-habisan. Kamu nggak akan memberitahukan rahasia kecil ini pada mereka, bukan?"
"Tentu saja nggak," sahutmu agak tersinggung karena seolah-olah kamu dituduh pengadu.
"Bagus. Karena kalau sampai mereka memburuku, aku tahu siapa yang sudah mengkhianatiku. Dan pada saat itu, aku akan menunjukkan betapa salahnya perbuatan itu."
Oh, sial. Orang ini benar-benar menakutkan.
"Sebentar lagi waktu tidur," katanya sambil berdiri. "Kita akan bahas semuanya besok pagi. Kuharap kamu bisa bertahan melewati malam ini."
Bertahan melewati malam ini? Apa maksudnya?
Tapi kamu tidak sempat menanyakan semua itu padanya, karena terdengar dering bel yang memekakkan. Para penjaga memasuki bangsal dengan sesuatu yang kelihatannya seperti pentungan besi di tangan mereka, tapi saat kamu melewati mereka, kamu mendengar desisan yang mirip suara listrik. Gawat, rupanya itu semacam alat penyetrum.
Lebih gawat lagi, saat kamu melewati pintu untuk naik tangga, seorang penjaga menancapkan tongkat itu ke kakimu. Setruman listrik itu membuatmu langsung meraung kesakitan. Terlintas dalam pikiranmu, setruman itu membuatmu tak bakalan bisa melarikan diri. Soalnya, seluruh tubuhmu langsung jadi lemah.
Berbeda dengan teman-temanmu yang lain, kamu diseret oleh salah satu penjaga untuk menghadap seseorang.
"Halo, perkenalkan, saya Dokter X."
Tubuhmu menegang mengenali suara itu. Dia adalah si pembawa acara bertopeng yang menemanimu di panggung! Seperti kemarin ini, kini dia pun mengenakan penutup di wajahnya. Kali ini adalah masker dokter berwarna hijau. Dengan penutup kepala dan masker itu, kamu sama sekali tidak bisa menebak siapa dia. Bahkan, kamu tetap tidak bisa menebak jenis kelaminnya. Seragam bedahnya membuat bentuk tubuhnya besar dan rata. Matanya, satu-satunya anggota badan yang bisa kamu lihat dengan jelas, terlihat biasa-biasa saja dengan bulu mata yang tidak terlalu banyak. Bisa saja itu milik seorang cowok maupun cewek.
"Saya akan memberimu sedikit obat penenang untuk melewati malam ini." Yeah, seakan-akan kamu belum cukup tenang! "Anda akan diberi jaket khusus juga supaya tidak mencelakai dirimu sendiri ataupun teman satu selmu."
Teman satu sel? Kamu akan punya teman satu sel?
Kamu tidak sempat bertanya karena dokter itu sudah menancapkan jarum suntiknya ke pahamu yang malang. Sepertinya malam ini kakimu menderita banget. Tapi sekali lagi, kamu yakin bahwa semua serangan itu bertujuan supaya kamu tidak bisa kabur.
Selagi kamu merasa mulai rileks akibat obat yang segera mengalir dalam darahmu, pakaianmu diganti dengan seragam rumah sakit, plus sebuah jaket pengekang yang biasa dikenakan oleh para penghuni rumah sakit jiwa. Jaket itu terbuat dari bahan kaku, mengunci kedua tanganmu di depan dada sehingga tidak bisa bergerak sama sekali, dan kamu bahkan tidak bisa memegang apa-apa.
Tapi dalam kerileksanmu, otakmu masih sempat bekerja. Saat dokter itu sedang mengambil jaket pengekang, kamu memutuskan tak ada salahnya mengambil sesuatu dari tumpukan barang di rak di belakangmu. Benda itu segera kamu sembunyikan di balik seragam rumah sakitmu.
Setelah mengenakan jaket pengekang itu, kamu pun dibawa ke dalam selmu.
INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:
Hai para peserta MysteryGame@Area47 yang sudah mendaftarkan diri!
Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "Episode 2" + nama panggilan + jawaban atas pertanyaan ini:
BENDA APAKAH YANG KAMU CURI DARI DOKTER X? (Pilih antara: scalpel, gunting, penjepit, alat suntik.)
Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi. Jangan sampai telat ya mengirimkan jawabannya! ^^v
Good luck, everybody!
xoxo,
Lexie