Sunday, June 24, 2012

MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™, episode 7 (episode battle #2)

Masih ingatkah kalian, berapa HP, JP, dan XP yang kamu dapatkan pada saat menempuh episode 4 (battle #1)? Siapkan kertas dan pensil, tuliskan nilai HP, JP, dan XP tersebut di sana. Kini, nilai-nilai itu akan mengalami perubahan lagi. Sanggupkah kamu mempertahankan HP sekaligus menurunkan XP? Dan apa pengaruh JP dalam petualangan yang sangat berbahaya ini?

Jika pada Episode 6 kamu memilih:

1. Membantu Johan memanjat pintu, klik di sini.
2. Memaksa Johan membantumu memanjat pintu, klik di sini.
3. Lari ke ruangan terdekat lainnya, klik di sini.


Tongkat
Johan menyerang dengan tongkat yang direbutnya darimu dan kamu segera menghindar.

"Hei, ada apa?" teriakmu berusaha terdengar heran. "Kenapa kamu menyerangku? Bukannya kita berteman?"

"Teman?" Johan menyunggingkan senyum khasnya yang tak mencapai mata, senyum yang langsung membuatmu merinding. "Setelah tadi kubiarkan mati? Kurasa tidak. Kamu pasti sudah mendengar tentang aku kan, dan sekarang berniat untuk menangkapku kembali?" Oh, sial. Ternyata dia cerdik banget. "Apa mereka mengirimmu untuk membunuhku?"

"Tentu saja nggak!" bentakmu, karena tuduhan terakhir ini sungguh tak masuk akal. "Kamu kira aku punya tampang pembunuh?"

Johan tersenyum sekali lagi. "Setiap orang sanggup membunuh. Yang dibutuhkan hanyalah alasan yang tepat." Sambil berkata begitu, dia mengayunkan tongkatnya ke atas kepalamu. "Dan alasanku, selalu, adalah demi bertahan hidup."

Kamu merasakan tongkat itu menghantam kepalamu, membuatmu merasakan kesakitan yang membutakan. Tongkat itu kembali menghantam, namun kali ini kamu berhasil menyambutnya. (HP: -12)

"Kamu benar-benar ingin perang?" gerammu. "Oke, kalo gitu, mari kita perang!"

Klik di sini untuk melanjutkan.


Lari ke ruangan terdekat lainnya
"Nggak ada waktu untuk manjat-manjat seperti monyet, tolol!" teriakmu pada Johan. "Mendingan kita kabur saja ke tempat lain!"

"Nggak mau!" teriak Johan. "Aku mau bebas..."

Tidak ada waktu lagi untuk mendengarkan ocehan Johan. Kamu menarik tangannya dan menyeretnya pergi. Tapi, alih-alih mengikutimu, tanpa diduga-duga Johan malah mendorongmu.

Ke arah monster itu.

Mulutmu terbuka lebar-lebar, siap untuk menjerit saat monster itu mengulurkan tangannya yang, untungnya, cuma ada dua (jauh lebih sedikit dari jumlah kepala dan tangannya) dan menangkapmu dengan kuku-kukunya yang panjang dan hitam.

Alih-alih menjerit, kamu bertanya pada Johan, "Kenapa?"

"Kamu sama sekali tidak berguna bagiku," kata Johan dingin. "Jadi, lebih baik kamu mati saja."

Setelah berkata begitu, Johan membalikkan badan dan pergi meninggalkanmu dalam pelukan si monster.

Matilah kamu sekarang.

Kamu bisa merasakan kuku-kuku si monster menggores mukamu perlahan-lahan. Saat kuku-kuku itu mulai menancap di kulitmu, kamu memberontak dan berhasil melepaskan diri. Kamu tahu mukamu berdarah-darah, tapi yang penting saat ini kamu berhasil bebas darinya. (HP: -10)

Dan yang sekarang harus kamu lakukan adalah melarikan diri sejauh-jauhnya dari tempat ini.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Mempertahankan senjatamu dan menolong Johan
Kamu nyaris terjengkang saat mereka semua menyerangmu. Eh, tidak semuanya. Ada tiga yang melewatimu dan menyerang Johan. Sepertinya mereka mengenalimu lantaran kamu pernah memukuli mereka beberapa waktu lalu. Mungkin saja mereka juga berang pada Johan yang saat itu memukuli mereka bersamamu. (JP: -15)

Keterlaluan. Kamu tidak mungkin menang. Mereka terlalu mengerikan. Kamu tak punya senjata, dan gigi-gigi mereka sangat tajam. Dalam sekejap mereka sudah menggerogoti seluruh tubuhmu, dan sekeras apa pun kamu menyentakkan mereka, mereka tak mau pergi. (HP: -15)

Ah, gawat. Bagaimana kalau kamu terkena rabies? Semoga saja Dokter X bersedia menyembuhkanmu sebelum membiarkanmu pergi.

Saat kamu tidak berdaya, mendadak keluar beberapa penjaga berpakaian serba hitam dengan helm dan pentungan besi. Akhirnya, setelah sekian lama, mereka tampil juga! Entah ngumpet di mana mereka selama ini. Pandanganmu berkunang-kunang saat mereka melepaskanmu dari para penyerangmu, lalu mengangkatmu pergi.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Perang Melawan Johan
Kamu bukan ahli bela diri. Kamu bukan orang yang sangat kuat. Tapi dalam hal bertahan hidup, kamu punya pengalaman yang masih amat sangat segar. Melawan sesosok monster raksasa yang kuat dan mengerikan saja kamu tidak gentar, apalagi Johan yang ceking bagaikan tiang listrik.

Kamu mencampakkan senjata Johan jauh-jauh, lebih suka semuanya dilakukan dengan tangan kosong saja. Kamu menarik kerah seragam rumah sakit jiwa Johan, menatap mata Johan yang sekelam sumur Sadako. "Kamu kira hanya kamu yang ingin bertahan hidup? Aku juga ingin bertahan hidup. Tapi, itu nggak membuatku harus mengorbankan teman."

"Oh ya?" Johan tersenyum dingin. "Kamu ingin bilang kamu nggak berniat menyerahkanku pada siapa pun juga yang memberimu akses membuka pintu ini?"

"Ya, aku berniat untuk menyerahkanmu pada mereka," sahutmu jujur. "Tapi itu tidak berarti aku berniat membunuhmu. Lagian, kita sudah bukan teman lagi gara-gara kamu mengumpankanku pada monster jelek itu!"

"Oh ya? Jadi kau mau mengatakan sekarang kau menganggapku musuh?"

Entah kenapa, kamu teringat saat-saat kamu pertama kali tiba di sini. Bagaimana dalam kebingungan dan keasingan yang kamu rasakan, satu-satunya yang mengajakmu bicara adalah Johan. Di tempat yang begini mengerikan, orang yang pernah membuatmu merasa lebih baik adalah Johan. Dan dia jugalah yang membangkitkan naluri berjuang untuk keluar dari tempat ini, bukannya mati pelan-pelan dan menjadi obyek penelitian Dokter X.

Hanya sesaat kamu ragu, tapi itulah yang dibutuhkan Johan. Tanpa ragu dia melemparkanmu di dalam bangsal.

Dan kamu baru menyadari kenapa Johan menunggu di depan pintu.

Di tengah-tengah bangsal tempat kalian ngongkouw dulu, berdirilah kawanan botak yang familiar. Ya, mereka adalah kawanan yang sama dengan yang pernah kalian temui sebelumnya. Namun, berbeda dengan pertemuan pertama kalian, kini mereka tampak jauh lebih liar. Mulut mereka menyeringai, menunjukkan gigi-gigi yang semuanya adalah gigi taring yang tajam-tajam, sementara air liur menetes-netes ke lantai. Tanpa perlu diberitahupun, kamu tahu mereka sudah disuntik dengan virus rabies. Saat Johan melemparkanmu ke arah mereka, tanpa ragu mereka menyambutmu.

Jika pada Episode 5 kamu memilih:

1. Serahkan senjata kepada Johan, klik di sini.
2. Mempertahankan senjatamu dan menolong Johan, klik di sini.
3. Kabur meninggalkan Johan, klik di sini.


Sapu
Johan menyerang dengan sapu yang direbutnya darimu dan kamu segera menghindar.

"Hei, ada apa?" teriakmu berusaha terdengar heran. "Kenapa kamu menyerangku? Bukannya kita berteman?"

"Teman?" Johan menyunggingkan senyum khasnya yang tak mencapai mata, senyum yang langsung membuatmu merinding. "Setelah tadi kubiarkan mati? Kurasa tidak. Kamu pasti sudah mendengar tentang aku kan, dan sekarang berniat untuk menangkapku kembali?" Oh, sial. Ternyata dia cerdik banget. "Apa mereka mengirimmu untuk membunuhku?"

"Tentu saja nggak!" bentakmu, karena tuduhan terakhir ini sungguh tak masuk akal. "Kamu kira aku punya tampang pembunuh?"

Johan tersenyum sekali lagi. "Setiap orang sanggup membunuh. Yang dibutuhkan hanyalah alasan yang tepat." Sambil berkata begitu, dia mengayunkan sapunya ke atas kepalamu. "Dan alasanku, selalu, adalah demi bertahan hidup."

Johan terperangah saat kamu menangkap gagang sapu itu kuat-kuat.

"Kamu benar-benar ingin perang?" gerammu. "Oke, kalo gitu, mari kita perang!"

Lalu kamu pun menyurukkan sapu itu ke muka Johan. (JP: -5)

Klik di sini untuk melanjutkan.


Memaksa Johan membantumu memanjat pintu
"Enak saja!" Kamu menolak usul Johan tanpa berpikir panjang. "Seharusnya kamu yang membantuku naik. Badanku jauh lebih kecil darimu!"

Kamu kaget luar biasa saat menyadari pandangan Johan yang tertuju padamu. Pandangan itu menunjukkan rasa benci yang amat sangat, seolah-olah kamu baru saja mengkhianatinya.

"Hei, Han..."

Tanpa diduga-duga Johan mendorongmu ke arah si monster, seolah-olah mengumpankanmu padanya. Selama sepersekian detik, kamu memandangi Johan dengan tak percaya, sementara dia hanya menatap dingin. Tanpa perlu kata-kata, kamu tahu sekarang kalian berdua adalah musuh. Sementara kamu jatuh ke dalam tangan si monster, Johan menyunggingkan senyumnya yang tidak mencapai mata, lalu berbalik dan melarikan diri.

Kamu berteriak kesakitan saat si monster meraihmu dengan kuku-kukunya yang panjang. Untungnya, tidak seperti kepala dan kakinya yang berjumlah banyak, tangannya hanya ada dua. Kamu berusaha melepaskan diri, tetapi bahumu tergores kuku yang tajam banget itu. Darah mengaliri tanganmu, tapi setidaknya kamu kini terbebas darinya. (HP: -12)

Kamu menyadari bahwa keselamatanmu kini tergantung pada dirimu sendiri. Tidak ada teman yang akan membantumu lagi. Jadi, kamu pun berlari ke arah yang berlawanan dengan yang dituju Johan.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Kabur meninggalkan Johan
Kamu sudah siap untuk melawan mereka semua, tapi rupanya tak semua kawanan menerjangmu. Beberapa melewatimu begitu saja untuk menyerang Johan--jauh lebih banyak, sebenarnya. Sepertinya mereka mengenali Johan yang pernah memukuli mereka beberapa waktu lalu. Sedangkan kamu, kamu hanya diserang satu orang yang pernah kamu pukuli waktu kembali menolong Johan. (JP: -25)

Sayangnya, meski cuma diserang satu orang saja, kamu tidak mungkin menang. Penyerangmu terlalu mengerikan. Kamu tak punya senjata, sedangkan dia punya gigi-gigi yang sangat tajam. Dalam sekejap si botak sudah sedang menggerogoti tanganmu, dan sekeras apa pun kamu menyentakkannya, dia tak mau pergi. (HP: -5)

Ah, gawat. Bagaimana kalau kamu terkena rabies? Semoga saja Dokter X bersedia menyembuhkanmu sebelum membiarkanmu pergi.

Saat kamu tidak berdaya, mendadak keluar beberapa penjaga berpakaian serba hitam dengan helm dan pentungan besi. Akhirnya, setelah sekian lama, mereka tampil juga! Entah ngumpet di mana mereka selama ini. Pandanganmu berkunang-kunang saat mereka melepaskanmu dari penyerangmu, lalu mengangkatmu pergi.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Pengki
Johan menyerang dengan pengki yang direbutnya darimu dan kamu segera menghindar.

"Hei, ada apa?" teriakmu berusaha terdengar heran. "Kenapa kamu menyerangku? Bukannya kita berteman?"

"Teman?" Johan menyunggingkan senyum khasnya yang tak mencapai mata, senyum yang langsung membuatmu merinding. "Setelah tadi kubiarkan mati? Kurasa tidak. Kamu pasti sudah mendengar tentang aku kan, dan sekarang berniat untuk menangkapku kembali?" Oh, sial. Ternyata dia cerdik banget. "Apa mereka mengirimmu untuk membunuhku?"

"Tentu saja nggak!" bentakmu, karena tuduhan terakhir ini sungguh tak masuk akal. "Kamu kira aku punya tampang pembunuh?"

Johan tersenyum sekali lagi. "Setiap orang sanggup membunuh. Yang dibutuhkan hanyalah alasan yang tepat." Sambil berkata begitu, dia mengayunkan pengkinya ke atas kepalamu. "Dan alasanku, selalu, adalah demi bertahan hidup."

Johan terperangah saat kamu menangkap gagang pengki itu kuat-kuat.

"Kamu benar-benar ingin perang?" gerammu. "Oke, kalo gitu, mari kita perang!"

Johan ternganga saat kamu menarik pengki itu sampai copot dari bagian bawahnya yang dipegangi Johan, dan tak sempat mengelak sama sekali saat kamu menghantamkan gagang itu ke muka Johan. (JP: -10)

Klik di sini untuk melanjutkan.


Rahasia Terbesar The Asylum
"Apa maksudnya semua itu?" tanyamu rada-rada terpesona. Bukan pada si dokter yang creepy itu, tentu saja, melainkan pada ucapannya yang bernada dramatis.

"Tentunya kamu sudah tahu ini bukan rumah sakit jiwa biasa." Kamu mengangguk. "Ini adalah pusat penelitian manusia. Manusia yang punya kemampuan di atas rata-rata manusia lain, kami sebut manusia A+, akan dikirim ke sini. Yang kami maksud kemampuan, bukan hanya melulu soal IQ, melainkan juga EQ, kemampuan fisik, dan lainnya."

Dan kamu termasuk golongan ini. Oke, meski pengalamanmu mengerikan, tetap saja kamu tidak bisa mencegah dirimu berkata, "Wow."

"Tentu saja, tidak semua bisa kami bawa ke sini. Beberapa dilindungi secara khusus dari orang-orang seperti kami, beberapa terlalu terkenal sehingga kehilangannya akan menimbulkan skandal yang membahayakan eksistensi kami. Kami tidak berniat mengambil risiko apa pun yang bisa mempertaruhkan keberadaan pusat penelitian ini. Lagi pula, cukup banyak manusia A+ yang bisa kami culik tanpa menimbulkan banyak kecurigaan."

"Seperti aku, misalnya."

Si dokter mengangguk. "Seperti kamu."

Oke, entah kenapa, kalau dia yang mengatakannya, rasanya malah seperti penghinaan. Seolah-olah kamu hanyalah kelinci percobaan yang tak berharga dan banyak penggantinya.

"Jadi sekarang kenapa Dokter nyariin saya?" tanya kamu tanpa menyembunyikan kebeteanmu. "Dokter bukannya nggak sengaja ketemu dengan saya kan?"

"Begitulah," angguk si dokter. "Saya ingin mengajukan sebuah penawaran."

"Penawaran?"

Si dokter menatapmu dalam-dalam. "Berikan pada saya Johan," katanya, "dan saya akan memberikanmu kebebasan."

"Kenapa?" Kamu sudah penasaran banget. "Kenapa Bapak begitu menginginkan Johan? Apa istimewanya Johan sampai-sampai disebut sebagai ciptaan paling sempurna?"

"Kamu melihat Johan sebagai manusia biasa kan?" Kamu mengangguk. "Kamu salah. Dia bukan manusia."

Kamu terperangah.

"Sebenarnya," mata si dokter berkilat-kilat saat mengatakan, "dia adalah manusia yang dibuat dari bagian-bagian tubuh orang-orang paling jahat di pusat penelitian ini."

Holy crap!

Klik di sini untuk melanjutkan.


Membantu Johan memanjat pintu
Tanpa banyak cingcong kamu menurunkan bahumu dan membiarkan Johan naik ke atas punggungmu. Astaga, kerempeng-kerempeng begitu, dia berat banget! Nyaris saja kamu jadi patah dibuatnya. Tapi bukan saja itu yang menyita perhatianmu. Tak jauh di sebelah sana, ada monster mengerikan mendekati kalian.

"Buruan! Buruan!" teriakmu histeris lantaran sakit bercampur takut. "Aku juga mau naik!"

Kamu bisa merasakan kaki Johan terangkat dari punggungmu, dan kamu langsung gembira. Saat kamu menegakkan punggungmu dan menengadah, kamu melihat Johan sudah lenyap di balik pintu.

"Han?" teriakmu panik. "Johan?"

Tidak ada sahutan dari balik pintu.

Sial, kamu dikhianati Johan! Seharusnya kamu tidak pernah percaya padanya! Inilah akibatnya kalau kamu memercayai orang yang salah. Kamu akan ditusuk dari belakang di saat-saat kamu sangat memerlukannya.

Kamu menjerit saat mendadak merasakan sebuah tangan meraihmu. Astaga, itu si monster! Kamu ternganga menatap monster yang, meski berkepala dan berkaki banyak, hanya bertangan dua itu. Kamu menjerit sekali lagi saat kuku-kukunya yang panjang mencakari tanganmu. Gila, rasanya mirip digores jarum raksasa! (HP: -15)

Semua ini gara-gara Johan. Kamu bersumpah takkan memercayainya lagi. Memang, semua ini salahmu karena sudah memercayai orang yang begitu licik, orang yang tak segan-segan menusuk punggungmu di saat-saat kamu sangat membutuhkannya. Kamu bersumpah takkan melakukan kesalahan yang sama lagi.

Oke, cukup. Tak ada gunanya memaki-maki Johan lagi. Keselamatanmu bergantung pada tindakanmu saat ini. Kamu merenggutkan dirimu dari si monster, merangkak-rangkak sambil terpontang-panting, lari sejauh-jauhnya dari tempat ini.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Menyerahkan senjatamu kepada Johan
Kamu sudah siap untuk melawan mereka semua, tapi rupanya tak semua kawanan menerjangmu. Beberapa melewatimu begitu saja untuk menyerang Johan--lebih banyak, sebenarnya. Sepertinya mereka mengenali Johan yang pernah memukuli mereka beberapa waktu lalu. Sedangkan kamu, mungkin saja mereka hanya menyerangmu lantaran kamu dianggap teman Johan. Buktinya, yang menyerangmu hanya dua. (JP: -20)

Sayangnya, meski cuma diserang dua orang, kamu tidak mungkin menang. Mereka terlalu mengerikan. Kamu tak punya senjata, dan gigi-gigi mereka sangat tajam. Dalam sekejap mereka sudah menggerogoti tanganmu, dan sekeras apa pun kamu menyentakkan mereka, mereka tak mau pergi. (HP: -10)

Ah, gawat. Bagaimana kalau kamu terkena rabies? Semoga saja Dokter X bersedia menyembuhkanmu sebelum membiarkanmu pergi.

Saat kamu tidak berdaya, mendadak keluar beberapa penjaga berpakaian serba hitam dengan helm dan pentungan besi. Akhirnya, setelah sekian lama, mereka tampil juga! Entah ngumpet di mana mereka selama ini. Pandanganmu berkunang-kunang saat mereka melepaskanmu dari para penyerangmu, lalu mengangkatmu pergi.

Klik di sini untuk melanjutkan.


Tawaran Sang Dokter
"Jadi sekarang kamu mengerti kenapa semua kekacauan ini terjadi?" tanya si dokter. "Kami harus mengunci seluruh pusat penelitian dan mengerahkan setiap orang yang bisa kami kerahkan hanya demi satu tujuan. Menangkap Johan kembali."

Oke, seluruh situasi ini jadi terasa lucu. Kamu lega, tentu saja, karena mereka tidak ditugaskan untuk menangkapmu, melainkan untuk menangkap Johan. Tetapi kamu juga merasa sedikit kecewa. Ternyata kamu tidak penting-penting amat buat ditangkap. Yah, kekecewaan ini terasa tolol banget, tapi kamu kan manusia biasa. Mana pada dasarnya kamu agak kompetitif.

"Bagaimana? Kamu mau membantu kami?"

Kekecewaan itu segera lenyap saat kamu dihadapkan pada kenyataan. Memilih untuk mengkhianati Johan yang sudah mengkhianatimu, ataukah setia pada Johan hingga akhir. Pilihan terakhir ini terasa konyol banget. Buat apa kamu setia pada orang yang jelas-jelas sudah mengkhianatimu? Jadi kamu pun mengangguk. "Oke."

"Bagus, kamu mengambil keputusan yang benar."

Dalam sekejap, gedoran di pintu lenyap, menandakan si monster sudah berhenti berusaha masuk. Meski tadi kamu tak begitu merasakan, kini kamu menyadari bahwa tubuhmu jauh lebih rileks dengan menjauhnya monster itu.

"Sekarang, seluruh jalan sudah terbuka," kata si dokter sambil membuka pintu dengan santai, memperlihatkan koridor yang sepi. "Kamu hanya perlu mengikuti koridor ini, terus hingga tempat kamu berpisah dengan Johan. Ya, di depan pintu menuju bangsal. Tekan tombol di sampingnya, dan pintu itu akan terbuka."

"Semudah itu?" tanyamu tak percaya.

Mata si dokter menyipit lagi. "Tentu saja, tadinya tak segampang itu. Sekarang setelah kami melepas kuncinya, kamu bisa keluar dengan lebih mudah." Oh, begitu. "Kamu akan bisa menyusul Johan dengan mudah. Setelah itu, gunakan segala cara untuk membawa Johan kembali ke sini."

Tanpa menyahut, kamu mulai berlari menyusuri koridor. Langkahmu bergema di tengah-tengah kesunyian, sementara pikiranmu dipenuhi banyak hal.

Bagaimana cara membawa Johan kembali? Dia takkan mau melakukannya dengan sukarela. Kamu hanya punya dua pilihan: memaksanya, atau menjebaknya. Jalan yang lebih aman, tentu saja adalah menjebaknya. Mungkin kamu akan berpura-pura menjadi temannya, lalu di saat dia sedang tidak sadar...

Kamu menekan tombol pintu tanpa berpikir. Saat pintu terbuka, mendadak saja kamu menyadari Johan sedang berdiri di baliknya.

"Halo," sapanya dingin.

Jika pada Episode 4 kamu memilih:

1. Tongkat, klik di sini.
2. Sapu, klik di sini.
3. Pengki, klik di sini.
4. Tutup tong sampah, klik di sini.


Tutup Tong Sampah
Johan memukulimu dengan tutup tong sampah yang direbutnya darimu dan kamu segera menghindar.

"Hei, ada apa?" teriakmu berusaha terdengar heran. "Kenapa kamu menyerangku? Bukannya kita berteman?"

"Teman?" Johan menyunggingkan senyum khasnya yang tak mencapai mata, senyum yang langsung membuatmu merinding. "Setelah tadi kubiarkan mati? Kurasa tidak. Kamu pasti sudah mendengar tentang aku kan, dan sekarang berniat untuk menangkapku kembali?" Oh, sial. Ternyata dia cerdik banget. "Apa mereka mengirimmu untuk membunuhku?"

"Tentu saja nggak!" bentakmu, karena tuduhan terakhir ini sungguh tak masuk akal. "Kamu kira aku punya tampang pembunuh?"

Johan tersenyum sekali lagi. "Setiap orang sanggup membunuh. Yang dibutuhkan hanyalah alasan yang tepat." Sambil berkata begitu, dia menghantamkan pinggiran tutup tong sampah ke mukamu. "Dan alasanku, selalu, adalah demi bertahan hidup."

Kamu merasakan pinggiran tutup tong sampah itu meremukkan hidungmu, membuatmu merasakan kesakitan yang membutakan. Pinggiran tutup tong sampah itu kembali mengincar mukamu, namun kali ini kamu berhasil menyambutnya. (HP: -15)

"Kamu benar-benar ingin perang?" gerammu. "Oke, kalo gitu, mari kita perang!"

Klik di sini untuk melanjutkan.


Berlindung
Begitu melihat ada pintu yang terbuka, kamu langsung masuk ke dalam dan menutup pintu itu secepatnya. Sepersekian detik setelah kamu menutup pintu, kamu merasa pintu berdebam begitu keras sampai-sampai kamu terlempar ke dinding. Untungnya, dinding dan pintu ruangan-ruangan di rumah sakit jiwa ini dirancang dengan cukup kuat. Kamu tahu pintu itu takkan bertahan selamanya, tapi minimal kamu punya waktu untuk membuat rencana yang lebih baik.

Masalahnya, apakah rencana yang lebih baik itu? Rekanmu satu-satunya sudah mengkhianatimu, dan kali berikutnya kalian bertemu, kalian akan menjadi musuh. Monster mengerikan dan tampak tak terkalahkan menunggu di luar. Belum lagi ada Dokter X yang mengatur semua ini entah dari mana.

"Halo."

Kamu terperanjat dan menemukan Dokter X sedang berdiri di belakangmu. Aneh sekaligus mengerikan, karena kamu cukup yakin ruangan itu kosong saat kamu masuk ke dalam sana.

"Kaget?" Mata si dokter menyipit. "Seluruh tempat ini adalah milik saya. Saya bisa datang dan pergi ke mana saja yang saya suka."

Kamu memandangi si dokter, tampak heran karena dia tidak agresif seperti terakhir kali kamu bertemu dengannya. Kamu masih ingat betapa brutalnya dia saat menyerang Johan. Kamu juga ingat bagaimana kamu telah melukainya. Dokter itu tampak sehat, bagian tubuh tempat kamu melukainya tampak utuh seolah-olah tak pernah terluka. Meski begitu, entah bagaimana, kamu tahu dokter itu tidak sekuat sedia kala lagi.

Kamu ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengemukakan keherananmu. "Kenapa... Bapak tidak menyerangku?"

Oke, kamu merasa konyol karena memanggilnya Bapak. Kamu bahkan tidak tahu pasti apakah dia pria ataukah wanita, apalagi menebak usianya. Tapi tidak sopan kalau kamu menyebutnya dengan "kau", sedangkan kata "Anda" terlalu berlebihan.

Mata si dokter menyipit lagi, dan kamu segera menyadari bahwa itulah caranya tersenyum. "Saya tidak mengincarmu. Saya mengincar temanmu."

"Johan?"

Si dokter mengangguk.

"Kenapa Bapak mengincarnya?"

Si dokter menatapmu seolah-olah menimbang-nimbang apakah kamu layak dipercaya atau tidak.

"Johan adalah rahasia terbesar The Asylum." Si dokter terdiam lagi. "Dia adalah ciptaan kami yang paling sempurna."

Klik di sini untuk melanjutkan.


Lalu...
"Dia sudah tidak berguna. Buang saja di tempat pembuangan mayat. Dia akan mati membusuk sendiri."

Samar-samar, dalam ketidaksadaranmu, kamu mendengar suara Dokter X berkata begitu. Rupanya, kamu tidak akan dibebaskan, melainkan akan dibuang ke tempat pembuangan mayat dan dibiarkan mati. Dasar penjahat, tak ada satu pun yang bisa dipercaya.

Kamu terguncang-guncang di atas bahu seseorang. Orang itu berjalan melintasi air di tengah lorong yang remang-remang.

Lorong bawah tanahkah?

Kamu berusaha membuka mata, dan hal pertama yang kamu lihat adalah pantat orang yang membawa kamu. Sungguh pemandangan yang tidak menyenangkan. Mana matamu rada buram lagi. Kamu mengerjap-ngerjapkan mata, dan menyadari tidak hanya ada pantat di depanmu. Rupa-rupanya, orang itu menyelipkan berbagai hal yang kelihatan berguna di saku belakang celananya. Sebuah senter kecil, sebatang permen, sebungkus tisu, dan sebuah dompet.

Baca episode berikutnya.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "MysteryGame@Area47: THE ASYLUM episode 7," diikuti nama panggilan diikuti "HP=" diikuti jumlah HP diikuti "JP=" diikuti jumlah JP diikuti "XP=" diikuti jumlah XP, sementara dalam isi email, tuliskan jawaban atas pertanyaan ini:

BENDA APA YANG KAMU COPET DARI SAKU BELAKANG TERSEBUT? (Pilih antara: senter kecil, permen, tisu, dompet. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari berikutnya. Jangan sampai telat ya! ^^

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

No comments: