Saturday, June 24, 2017

MysteryGame@Area47 4: The Murderer's House™ Episode 3

Saat tiba di ruang bawah tanah itu, kamu hanya bisa melihat kegelapan saja.

Setelah beberapa saat, matamu mulai menyesuaikan diri dengan kegelapan, dan perlahan-lahan kamu bisa melihat sedikit-sedikit. Ruangan itu bukan semacam gua yang digali ala kadarnya, melainkan sebuah ruangan yang dibuat dengan sangat baik. Kamu merogoh sakumu dan mengeluarkan ponselmu, lalu menyorotkan sinarnya ke sekeliling ruangan itu.

Benar dugaanmu, di salah satu bagian ruangan, terdapat tangga menuju ke atas (kemungkinan besar mengarah ke dapur). Hanya saja, pintunya kini sudah ditutup dengan semen. Pantas saja tidak ada yang tahu ada ruang bawah tanah. Kamu memandangi sekelilingmu. Apakah di sini tempatnya Bebet menyimpan semua jejak kejahatannya?

Lantai ruangan itu tidak dilapisi apa-apa, hanya tanah saja. Jika kamu menggalinya, kamu mungkin akan mendapatkan sesuatu. Di sisi lain, kamu rasa penemuan ini saja sudah lebih dari cukup. Jika kamu minta polisi yang mengurusnya, kemungkinan mereka akan berhasil menemukan bukti-bukti kejahatan Bebet.

Akan tetapi, tujuanmu pada malam ini bukan hanya ini kan? Yang ingin kamu dapatkan adalah pengakuan dari ibumu, bahwa kamu lebih hebat dari si anak tetangga sialan. Yang kamu inginkan adalah supaya ibumu berhenti memuja-muja si anak tetangga dan lebih fokus pada anaknya sendiri. Padahal si anak tetangga adalah anak yang berhasil mengalahkan monster, lolos dari rumah sakit jiwa, dan berhasil kembali selamat dari kecelakaan mengerikan.

Kamu tidak bisa berhenti begitu saja. Kamu harus melakukan sesuatu, lebih dari ini, untuk membuktikan kehebatanmu.

Kamu melangkah ke tengah-tengah ruangan dan mulai memeriksa ruangan itu. Bagian tengahnya kosong, sementara di daerah di dekat dinding terdapat berbagai rak, kardus, dan karung. Sebuah ranjang kecil terdapat di ujung ruangan, ranjang yang tampak jelek dengan kasur yang jahitannya terkelupas, menampakkan busa di bagian dalamnya.

Lalu kamu mengerti apa sebenarnya ruangan itu.

Ruangan itu adalah kamar tidur seorang anak perempuan. Ranjang itu sudah tampak dekil, tapi tadinya adalah ranjang mungil berwarna pink. Rak di dekatnya juga memiliki banyak mainan anak-anak perempuan—boneka Barbie, boneka beruang, kotak perhiasan, dan mainan masak-masakan. Di bawah ranjang, terdapat piring dan gelas kosong yang saat ini menjadi sarang kecoak.

Bebet pasti sempat mengurung adiknya di kamar ini.

Gila. Ini benar-benar gila. Setiap detail yang kamu temukan membawamu pada kenyataan yang semakin mengerikan saja.

Mendadak ada angin membelai punggungmu lagi, dan tubuhmu langsung merinding. Kamu segera membalikkan badan, akan tetapi tidak ada siapa pun juga di belakangmu. Tidak ada jendela atau apa pun yang mungkin menyebabkan bertiupnya angin dingin tersebut. Apakah itu hanyalah angin yang berhasil memasuki ruang bawah tanah ini tanpa sengaja, ataukah memang ada sesuatu yang supranatural di bawah sini? Teringat anak perempuan yang harus menghabiskan sisa hidupnya hingga kematian menjemputnya di tempat ini…

Kamu bergidik lagi. Sebenarnya kamu sudah kepingin cepat-cepat keluar. Suasana di bawah sini benar-benar bikin gelisah saja. Tapi kamu belum bisa pergi. Penyelidikanmu belum tuntas.

Perhatianmu tertumpu pada piring dan gelas yang tergeletak di lantai. Peralatan makan itu memang tidak terlihat baru, akan tetapi juga tidak tampak seperti sesuatu yang sudah lama sekali. Sepertinya baru saja ada di situ—mungkin beberapa bulan lalu.

Berarti selain anak perempuan itu, ada orang lain yang pernah tinggal di sini juga?

Turis-turis yang lenyap?

Kamu ingin memeriksa karung-karung yang tergeletak, tapi semuanya sudah dijahit meski dengan cara serampangan. Jika kamu membukanya, nanti kamu tidak bisa menutupnya lagi, belum lagi bisa jadi tindakanmu dianggap sebagai merusak barang bukti. Kardus-kardus juga sama—semuanya sudah dilakban, meski tidak rapi-rapi amat, tapi tidak mungkin kamu buka begitu saja. Kamu mencoba meraba-raba karung-karung itu, dan kamu menduga di dalam karung-karung itu terdapat pakaian—atau sesuatu yang pokoknya tidak terlalu keras.

Bunyi deringan mengagetkanmu, dan kamu menyadari bahwa kamu lupa mengeset ponselmu pada silent mode. Kamu memandangi layar ponsel dan melihat telepon dari nyokapmu.

“Lo ada di mana?” jerit nyokapmu histeris.

“Gue lagi maen di rumah temen, Mak. Kenapa?”

“Cepetan pulang! Si Bebet…”

Mendadak tubuhmu terasa kaku. Rasanya kamu bisa menduga apa yang akan dikatakan nyokapmu. “Si Bebet kenapa, Mak?”

“Si Bebet kabur dari penjara! Dan sekarang nggak ada yang tau dia ada di mana! Tetangga-tetangga di sini ketakutan Bebet bakalan mulai bacok-bacokin orang, jadi semuanya ngumpet di rumah! Lo juga buruan balik dong!”

“Mak,” katamu berusaha mengulur waktu. “Kalo Bebet lagi kelayapan di jalan, mendingan gue nginep aja di rumah temen. Besok pagi pas udah terang, baru gue pulang. Gimana?”

“Nggak bisa!” Nyokapmu tidak mau dibantah. “Apa-apaan lo pake nginep-nginepan di rumah temen? Pokoknya lo harus pulang sekarang juga, ngerti?! Kalo ketemu Bebet, lo teriak aja yang kenceng! Emak pasti bisa denger!”

Seandainya saja urusannya begitu gampang. Kenyataannya, rumah Bebet terlalu jauh dari rumahmu. Kalau sampai Bebet muncul di sini, teriak sampai lehermu lepas juga nyokapmu tidak bakalan dengar! Tapi kamu tidak mau membuat nyokapmu khawatir, jadi kamu berkata, “Okelah, Mak. Gue akan buruan pulang. Bentar gue selesaikan dulu urusan gue di sini. Gue cuma itung-itungan utang aja sebelum gue pergi nginep di mess. Bentar ya, Mak!”

“Ya udah. Pokoknya cepet pulang!”

Kamu buru-buru menyudahi pembicaraan di telepon. Namun begitu kamu menutup telepon, kamu menyadari ada bunyi lain dalam keheningan yang sedari tadi melingkupi rumah ini.

Bunyi pintu berderit.

Omaygattt!!!

Kamu mulai mencari-cari senjata yang bisa kamu gunakan dari dalam tasmu. Tidak diduga, pada saat-saat seperti ini, sepertinya kamu tidak membawa banyak barang yang berguna. Kalau sampai tahu ada kejadian begini, seharusnya kamu membawa pistol, samurai, atau parang kesayangan si Emak. Sayangnya kamu tidak menduga Bebet bakalan berhasil kabur dari penjara. Jadilah yang ada di dalam tasmu cuma barang-barang konyol yang tidak berguna untuk mempertahankan hidupmu.

Kamu mendengarkan bunyi langkah di atas, lalu bunyi itu terhenti. Tidak pelak lagi, siapa pun juga yang berada di atas, sudah mengetahui bahwa ruang bawah tanah rahasianya sudah diketahui. Kamu berdiri dengan tegang, menunggu-nunggu apa yang akan terjadi.

Kamu nyaris menjerit histeris dan lari tunggang-langgang saat seseorang meloncat dari atas dan mendarat di depanmu. Sayangnya, kamu terlalu takut untuk menjerit dan kamu tidak punya tempat untuk melarikan diri, jadi kamu hanya bisa terbelalak menatap orang yang baru muncul tersebut. Bisa diduga, itulah Bebet yang menjadi trending topic hari ini.

Sejujurnya saja, hingga saat ini kamu belum pernah benar-benar memperhatikan Bebet. Maklumlah, Bebet kerjanya di laundry, sementara biasanya yang bertugas pergi ke laundry adalah nyokapmu. Kadang kamu menemani nyokap, tapi biasanya kamu hanya menunggu di depan laundry sambil bermain ponsel. Kini kamu punya kesempatan untuk mengamati Bebet.

Bebet ternyata sangat tinggi, mungkin sekitar seratus delapan puluh sentimeter atau lebih—kira-kira kayak Lee Min Ho, hanya saja sama sekali tidak cakep—dan rada kekar. Bisa dibayangkan waktu kecil pun tubuhnya sudah besar dan kuat sampai-sampai bisa melukai orangtuanya. Kepalanya plontos, dengan muka yang licin bak Voldemort (setidaknya hidung Bebet sedikit lebih mancung, sedikiiit saja) sementara pakaiannya sederhana ala kaus berukuran pas-pasan dan celana jins. Penampilannya mungkin bisa dibilang biasa-biasa saja kalau kita tidak memperhatikan wajahnya yang tidak wajar. Matanya bergerak-gerak liar seolah-olah hatinya tidak pernah tenang, sementara senyumnya tidak bisa dikatakan senyum, melainkan lebih mirip ringisan kesakitan atau apalah, seakan-akan memberitahu kita bahwa Bebet tidak tahu caranya tersenyum.

“Kamu… anak sekretaris RT,” katanya menebak dengan tepat profesi sampingan ayahmu—dan hal itu bikin kamu tambah takut, karena itu berarti Bebet tahu di mana rumahmu. “Kenapa kamu ada di sini?”

Otakmu berputar cepat. Oke, Bebet kenal ayahmu, tapi kamu bisa berpura-pura tidak kenal dia dan tidak tahu bahwa dia adalah napi yang sedang buron. “Oh, Om kenal bokap saya? Maaf, Om, saya nggak tau ini rumah temen bokap. Saya, ehm, tadi ngejer kucing dan kucingnya masuk ke dalam sini…”

“Ke bawah sini?” tanya Bebet dengan suara sinis.

“Dia menggaruk-garuk dinding ini.” Dalam sikon seperti ini, kamu tidak malu-malu lagi dan berusaha keras untuk menimpakan semua kesalahan pada Jarvis. “Saya pikir anaknya jatuh ke bawah sini atau apa, jadi saya berusaha bantuin…”

Tentu saja ucapanmu tidak masuk akal. Mana mungkin ada yang bisa jatuh ke bawah sini, tidak peduli yang dimaksud adalah anak kucing yang seimut-imutnya? Tapi untunglah Bebet tampak percaya. Mungkin juga dia mengira kamu tidak mengenalnya, jadi saat ini dia merasa aman. Mana kata-katamu sopan pula. Bisa jadi dia menganggapmu anak baik.

“Nggak usah dibantu. Itu kucing saya, dan dia nggak punya anak. Paling-paling dia hanya jail saja. Kamu pulang sana!”

“Baik!” Meski sikap si Bebet rada ketus, kamu girang karena dia melepaskanmu. “Maaf ya, Om. Nanti saya bilang sama bokap supaya dikasih duit buat ganti rugi dinding yang saya ancurin…”

“Nggak usah! Nggak seberapa itu!”

“Baik, Om. Terima kasih, Om.”

Kamu sudah siap untuk mendekati tambang dan memanjat naik ketika Bebet tiba-tiba bertanya, “Tunggu dulu. Bunyi apa itu?”

Kamu memaki-maki di dalam hati. “Bunyi hape saya, Om.”

“Bunyi-bunyi terus. Mengganggu banget. Coba diangkat.”

Kamu melihat layar ponsel. Nooo! Itu si Emak lagi! “Nggak deh. Biarin aja. Saya matiin aja.”

“Jangan begitu! Tidak sopan!”

Dengan hati sangat terpaksa kamu mengangkat telepon, dan sialnya suara Emak terdengar begitu keras bahkan tanpa perlu pakai speakerphone. “Lo kok lama belum pulang?! Lo mau digorok si Bebet ya?!”

Omaygattt! Mak, lo mau bunuh anak lo?!

“Jadi kamu sebenarnya tau siapa aku?”

Holy crap! Nyawamu akan berakhir di ruang bawah tanah ini, dan semuanya gara-gara si Emak! Bukan juga sih, sebenarnya salahmu yang berlama-lama di sini, tapi si Emak juga punya peranan penting. Tapi enak saja. Kamu tidak akan sudi menyerah begitu saja. Si anak tetangga bisa lolos dari kejaran monster, kamu pasti juga bisa lolos dari kejaran Bebet. Sekaranglah waktunya kamu beraksi!

INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai, para peserta MysteryGame@Area47 yang sudah mendaftarkan diri!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama FB/username Twitter/username Instagram dan nama panggilan + Episode 3 lalu isi email kalian dengan jawaban atas pertanyaan ini:

BENDA APA YANG AKAN KAMU AMBIL DARI DALAM RANSEL SEBAGAI SENJATA? (Pilih antara: pisau saku, minyak sayur, paku payung, air botol mineral, pisang.)

Kalex tunggu jawabannya sampai dua minggu lagi ya, tepatnya tanggal 8 Juli 2017. Maklum, Kalex juga mau mudik. Hahahaha. Untuk yang merayakan, selamat hari raya Idul Fitri, minal aidin wal faidzin, mohon maaf jika selama ini Kalex ada salah kata atau perbuatan. m(_ _)m

xoxo,
Lexie

Sunday, June 18, 2017

MysteryGame@Area47 4: The Murderer's House™ Episode 2

Bagian dalam rumah itu bahkan lebih mengerikan lagi dibandingkan dengan bagian luarnya. Suasananya gelap, tapi kamu bisa melihat samar-samar dapur yang berantakan. Piring-piring kotor berserakan di meja makan dan menumpuk bak cuci piring, sampah menggunung di pojokan dan bertebaran di lantai, dua kursi terguling sementara dua lain tergeletak tidak beraturan dan tidak menghadap meja makan. Beberapa ekor tikus melintas, dan kamu curiga mereka rada hepi karena tidak bertemu Jarvis. Kamu yakin, di siang hari, rumah ini pasti bau banget serta dipenuhi lalat dan semut. Di rumahmu, kamu sudah terbiasa dipukuli si Emak dengan sapu dan pengki jika kamu malas bersih-bersih, jadi kini kamu rada tidak mengerti bagaimana orang bisa hidup di rumah yang begini kotor dan berantakan.

Kamu mulai melihat-lihat di dapur dengan menggunakan hape sebagai penerangan. Kamu sudah pernah mendengar tentang TKP yang tidak boleh diutak-atik, jadi kamu berusaha untuk tidak memindahkan apa pun juga dan tidak menginjak apa pun juga. Sejauh pengamatanmu yang terbatas di tengah kegelapan ini, sepertinya tidak ada yang menarik perhatian selain kejorokan ruangan ini.

Kamu memutuskan untuk berjalan menyusuri rumah itu. Di bagian depan hanya ada ruang tamu yang sepertinya digunakan Bebet untuk tidur. Kamu berkeliling sebentar sambil mengais-ngais tumpukan selimut, tapi tidak ada yang menarik.

Sebuah pintu mengarah ke kamar tidur. Pintunya tidak terkunci, jadi kamu langsung main nyelonong saja. Pintu itu sudah tua dan engselnya sudah lama tidak diminyaki. Saat kamu membukanya, terdengar deritan yang menyeramkan.

Memandangi kamar tidur di depanmu, perasaanmu makin tidak enak saja. Berbeda dengan ruangan-ruangan berantakan di depan, kamar itu rapi—terlalu rapi. Akan tetapi, kamar itu juga dipenuhi debu dan sarang laba-laba. Kamu bisa menebak kamar itu tidak pernah dipakai lagi setelah ditinggal oleh pemiliknya. Pemilik yang sudah lama pergi.

Mendadak bulu kudukmu berdiri. Rasanya seperti ada yang baru saja berdiri di belakangmu. Tapi, tentu saja ini hanya perasaanmu saja. Hantu itu tidak ada, dan di rumah ini tidak ada manusia lain selain dirimu…

… atau ada?

Lagi-lagi kamu ingat cerita yang kamu dengar soal si Bebet. Berhubung badannya bongsor, sejak kecil dia lumayan kuat. Berkali-kali dia mendorong ibu dan adiknya hingga jatuh. Sudah biasa keluarga itu muncul dengan tubuh lebam-lebam, bahkan adiknya pernah patah tangan dan kaki karenanya. Pernah sekali ayahnya jadi korban dan jatuh di depan rumah, lalu nyaris ditabrak truk yang melintas. Banyak yang curiga pada akhirnya orangtua dan adik Bebet tewas akibat didorong Bebet—mungkin jatuh dari atas tangga? Akan tetapi tidak ada yang tahu kebenarannya, dan tidak ada yang tahu bagaimana caranya Bebet melenyapkan jenazah-jenazah itu. Lama-lama orang-orang melupakan cerita itu, dan akhirnya Bebet diterima warga RT kalian yang kebanyakan memang baik-baik meski rada hobi gosip.

Bagaimana kalau semua cerita itu benar? Bagaimana kalau keluarga Bebet mati di rumah ini? Bagaimana kalau hantu-hantu mereka menunggui rumah ini, menunggu seseorang untuk membongkar penyebab kematian mereka?

Jantungmu berdebar keras. Kamu tahu, jika ada orang yang bisa membongkar kejadian itu, kamulah orangnya. Di RT ini, cuma kamulah satu-satunya orang yang cukup peduli untuk melakukannya…

Oke. Stop memikirkan semua gosip ini. Kamu sedang mencari bukti bahwa Bebet adalah pembunuh berantai seperti yang dikatakan polisi, jadi jangan buang-buang waktu dengan semua gosip di masa lalu ini. Lagi pula, daripada menakut-nakuti dirimu, lebih baik kamu fokus dengan penyelidikanmu. Berhubung kamar tidur ini sudah lama tidak digunakan, sepertinya tidak ada gunanya diselidiki, jadi sebaiknya kamu kabur saja.

Eh, tunggu dulu. Ada yang harus kamu pastikan.

Perlahan-lahan kamu membuka pintu lemari. Seperti pintu kamar, pintu lemari juga mengeluarkan deritan yang tidak menyenangkan. Kamu menahan napas, bersiap-siap menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan.

Akan tetapi lemari itu kosong.

Oke. Bisa jadi orangtua Bebet memang pergi ke luar kota dan tidak kembali lagi, meninggalkan Bebet seorang diri di sini. Tapi di sisi lain, bisa jadi Bebet sudah membuang semua pakaian orangtuanya untuk melenyapkan bukti. Untuk menegaskan penyelidikanmu, kamu membuka-buka laci-laci lain. Semuanya kosong melompong. Entah memang mereka pergi betulan, atau Bebet memang pandai menghilangkan jejak orangtuanya.

Perlahan kamu menutup pintu kamar, lalu beralih pada tangga menuju lantai atas. Kamu memandangi tangga curam itu, ragu-ragu untuk naik. Dibanding lantai bawah, lantai atas terlihat lebih seram—dan jika ada sesuatu, lebih sulit untuk melarikan diri.

Mendadak ada udara dingin membelai punggungmu, dan kamu langsung berbalik. Tidak ada jendela, ventilasi, atau apa pun juga di belakangmu. Yang ada hanyalah tembok di depan tangga curam tersebut. Dari mana angin itu berasal?

Hantu?

Oke. Sekali lagi, stop. Jangan berhalusinasi sembarangan. Mungkin ada sesuatu yang aneh pada tembok itu. Sesuatu yang tidak kelihatan. Sesuatu yang mungkin dilewatkan oleh para polisi yang sempat memasuki rumah ini.

Kamu memeriksa tembok yang tadinya di belakangmu itu. Tembok itu sama sekali tidak terlihat aneh. Kamu meraba tembok itu dengan tanganmu yang berlapis sarung tangan kulit. Tembok itu rata, sedikit agak kasar, tapi sekali lagi, tidak ada yang aneh. Kamu mencoba mengetuknya. Keras seperti tembok. Kamu mengetuk tempat lain. Masih saja juga. Kamu mengetuk sekali lagi di bagian bawah, tapi kali ini bukan tembok yang kamu ketuk, melainkan semacam tripleks.

Kamu berjongkok dan mengetuk beberapa bagian tembok. Sebagian besar terasa keras, tapi ada satu bagian kecil di bagian bawah yang terasa seperti kosong di belakangnya. Seolah-olah pernah ada lubang pada tembok ini. Lubang di depan tangga curam. Lubang yang mungkin dibuat oleh seseorang untuk memindahkan sesuatu dari depan tangga.

Mayat, mungkin?

Kamu mengusap tembok itu. Tenggorokanmu tercekat menyadari bahwa catnya masih baru. Ada sesuatu di balik tembok ini. Kamu tahu pasti. Tapi kamu tidak membawa peralatan yang bisa kamu gunakan untuk membobol dinding tripleks tersebut. Terpaksa kamu pergi ke dapur dan mulai membongkar-bongkar setiap lemari dan rak.

Ini dia! Ada sebuah lemari yang isinya random banget. Ada gergaji, kapak, palu, tongkat bisbol, dan semacam golok. Kamu mengambil salah satunya, dan mulai membobol dinding di depan tangga. Napasmu tertahan saat melihat lubang gelap yang kamu buat. Lubang itu mengarah ke bawah.

Ternyata ada ruang bawah tanah rahasia di rumah ini!

Kamu mengambil tali tambang yang kamu bawa, lalu mengikatnya pada pegangan tangga. Setelah yakin sudah kuat benar, perlahan-lahan kamu menuruni lubang itu dengan menggunakan tali tambang untuk menahan dirimu. Tentu saja, tidak lupa kamu menggunakan hapemu untuk menerangi lubang itu. Untunglah, lubang itu tidak terlalu dalam—paling-paling hanya dua meter. Dalam sekejap, kamu sudah tiba di ruangan bawah tanah yang gelap gulita itu.

INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai, para peserta MysteryGame@Area47 yang sudah mendaftarkan diri!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama FB/username Twitter/username Instagram dan nama panggilan + Episode 2 lalu isi email kalian dengan jawaban atas pertanyaan ini:

BENDA APA YANG KAMU AMBIL DARI LEMARI RANDOM? (Pilih antara: gergaji, kapak, palu, tongkat bisbol, golok.)

Kalex tunggu jawabannya sampai enam hari lagi. Jangan sampai telat ya, mengirimkan jawabannya! (^o^)v

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

Sunday, June 11, 2017

MysteryGame@Area47 4: The Murderer's House™ Episode 1

Kamu baru saja lulus kuliah. IPK kamu lumayan, tampang lumayan, bodi juga not bad lah. Belum lagi sebulan lulus, tahu-tahu saja kamu dikirimi surat bahwa kamu diterima di perusahaan multinasional terkemuka di Indonesia dengan gaji delapan digit. Holy crap! Hidup lagi indah-indahnya! Kurang apa lagi? Pacar? Dengan spek seperti ini, dalam waktu sekejap kamu bakalan laku, cuy!

Sayangnya, kamu tidak begitu hepi. Masalahnya, kamu punya impian yang belum tercapai. Hanya sekali saja, kamu ingin bisa memecahkan sebuah kasus kejahatan. Pasti ini gara-gara anak tetangga yang sering dibanding-bandingkan denganmu. Bagaimana anak itu bisa menjadi penulis di usia muda, selamat dari rumah kosong yang dihuni monster, keluar hidup-hidup dari rumah sakit jiwa, bahkan berhasil lolos dari desa yang dihuni oleh hantu-hantu. Dengan sinis kamu bilang anak itu terlalu banyak bikin cerita, sampai-sampai pengalaman hidupnya pun aneh-aneh. Akan tetapi ibumu rupanya fans berat dengan anak tersebut.

“Lo tau nggak dia barusan nulis buku lagi?” tanya ibumu dengan mimik muka yang mirip dengan muka sobatmu si Syahrina (tidak ada hubungan apa-apa dengan artis tertentu) saat bercerita tentang cowok-cowok Korea. Omong-omong ibumu memang ibu-ibu paling gaul se-RT, gaya bicaranya slengekan dan hobi ngajakin anak-anak muda ngomong gue-elo seolah-olah masih seusia dengan kamu dan teman-teman seusiamu.

“Ah,” cetusmu, “palingan novel thriller bloon lagi, Mak!”

“Nggak tuh. Dia nulis buku self-help. Judulnya keren banget: How To Get Away With A Murder And Win Friends!”

“Judulnya aja lebay gitu, Mak. Kalo orang udah bunuh-bunuhan, mana mungkin bisa win friends lagi? Semua juga pada ngacir!”

“Omong-omong soal orang bunuh-bunuhan,” ibumu mendadak berganti haluan jadi tukang gosip, “lo inget si Iron Man?”

Kamu langsung tahu bahwa ibumu tidak menyinggung Robert Downey, Jr. “Maksud Emak, si tukang setrika yang kerja di laundry Pak Memet?”

“Iya, betul itu!”

“Nama aslinya kan Bebet! Emak jangan panggil dia Iron Man mulu dong!”

“Yah, tukang sayur aja panggil dia Iron Man, masa Emak harus panggil dia Bebet?” Kamu jadi menyesal protes. Kesannya kamu jadi kurang gaul ketimbang tukang sayur. “Pokoknya si Bebet kemarin ditangkep polisi!”

Langsung kamu fokus seratus persen. “Kok bisa, Mak?”

“Iya! Emak nggak boong! Katanya,” ibumu merendahkan suaranya seolah-olah takut ada yang menguping, “dia pembunuh berantai! Serial-killer, cuy!”

Kamu kurang suka dipanggil “cuy”, tapi karena takut dianggap tidak gaul lagi, kamu berusaha legowo dengan panggilan itu. “Kok bisa disangka serial-killer gitu, Mak?”

“Lo tau kan RT kita nggak ada keren-kerennya, dan jarang ada turis dateng ke sini?” Kamu mengangguk-angguk setuju. “Tapi setiap kali ada turis nyasar, tau-tau aja turisnya ilang. Gosipnya, semua turis itu diincer sama si Iron Man… maksudnya si Bebet! Polisi udah curiga, soalnya di antara kita semua, kan dia paling aneh. Rumahnya terpencil pula!”

Lagi-lagi kamu manggut-manggut setuju. Dari kecil, kamu hobi banget ngecengin rumah si Bebet. Rumah itu terletak di pinggiran, dekat tanah besar yang tidak terpelihara, dan rumahnya sendiri juga tidak terpelihara. Meski ukurannya cukup besar, entah berapa lama sudah rumah itu tidak pernah dicat (mungkin sejak kamu belum lahir). Halamannya dipenuhi semak-belukar dan rumput ilalang yang tingginya tidak kalah dengan anak-anak SD. Belum lagi rumahnya sendiri seolah-olah tidak berpenghuni—jarang sekali ada lampu yang menyala, kalau ada pun hanya lampu kuning lima watt yang bahkan tidak cukup untuk menerangi toilet. Orang-orang juga malas membangun rumah di sekitar rumah itu, habis bikin ilfil banget.

Yang tidak kalah seram adalah gosip-gosip yang melanda rumah itu. Tadinya Iron Man—maksudnya Bebet—tinggal bersama orangtua dan adiknya. Menurut ibumu, orangtua dan adik Bebet sama anehnya dengan si Bebet. Suatu hari, saat Bebet sedang remaja, tahu-tahu saja orangtua dan adiknya pergi ke luar kota dan tidak kembali-kembali lagi! Ada banyak dugaan terkait hal ini. Ada yang bilang keluarganya diam-diam kabur meninggalkan Bebet seorang diri. Ada juga yang bilang mobil orangtua Bebet terkena kecelakaan waktu keluar kota dan seluruh keluarganya meninggal kecuali Bebet yang hoki banget tinggal di rumah. Tentu saja, kamu diam-diam percaya dugaan yang satu lagi.

Bebet membunuh orangtua dan adiknya, lalu menyebarkan gosip bahwa mereka pergi ke luar kota.

“Tapi,” kamu angkat bicara lagi, “kalo nggak ada bukti, gimana polisi bisa tangkep si Bebet?”

“Katanya ada buktinya. Waktu lagi digerebek polisi, si Bebet lagi nyuci handuk yang ada darahnya, dan itu bukan handuk pelanggan laundry. Katanya darahnya bakalan dites. Kalo bukan punya dia, dia bakalan ditahan!” Lalu ibumu menepuk-nepuk tanganmu. “Yah, ini bukan urusan lo lagi, cuy! Lusa lo udah harus kudu pindah ke mess karyawan. Lo udah packing belum?”

Entah kenapa, urusan pekerjaan baru yang tadinya berkesan wah banget kini terdengar boring. “Belum, Mak. Kan setelan ai kebanyakan masih ada di laundry!”

“Oh iya!” Ibumu menepuk jidat. “Gawat dong urusannya! Kalo nggak ada Iron Man, siapa yang setrikain setelan-setelan elo? Besok Emak ambilin deh! Kalo belum disetrika, Emak pinjem setrika uap dia terus setrika sendiri aja!”

“Iya, thank you ya, Mak!”

Malam itu kamu tidak bisa tidur. Kamu terus-menerus memikirkan Iron Man dan segala tingkah-lakunya yang mencurigakan. Kenapa selama ini kamu tidak pernah mencurigainya? Tapi kamu tidak bisa menyalahkan diri sendiri juga. Jangankan kamu yang anak biasa-biasa saja (ceritanya ini lagi sinis), bahkan si anak tetangga yang diagung-agungkan nyokapmu juga tidak pernah mencurigai Bebet.

Oke, kamu putuskan. Inilah kesempatan kamu untuk bersinar dan mengalahkan si anak tetangga keparat yang sudah mencuri hati nyokapmu. Kamu akan eksyen malam ini dan menemukan bukti yang memberatkan si Bebet, mengharumkan namamu di seluruh RT, dan mendepak si anak tetangga selamanya dari pembicaraan dengan nyokapmu. Nice!

Hari gini kamu tidak butuh senter lagi. Yang penting batere hape full. Tapi kamu butuh beberapa benda lain sebagaimana para petualang-petualang profesional sejenis Indiana Jones atau Lara Croft. Pisau saku serbaguna, tali tambang, lakban, sebotol air mineral, dua buah pisang, sebungkus permen kopi, teropong milik bokapmu, jepit rambut milik nyokapmu, kaca pembesar milik tetangga yang lupa dibalikin, sebotol minyak sayur (jelas kepunyaan si Emak), dan sebungkus paku payung. Semuanya dimasukkan ke dalam ransel hitam. Tentu saja, malam ini kostummu adalah baju lengan panjang hitam, celana panjang hitam, sepatu kets hitam, topi hitam, sarung tangan hitam, kacamata hitam, dan masker hitam. Dalam kegelapan, kamu merasa yakin tak ada yang bisa melihatmu. Namun belakangan kamu terpaksa meninggalkan kacamata hitam soalnya kamu nyaris nabrak tembok saat kamu mematikan lampu kamar.

Setelah sudah yakin bahwa perlengkapanmu sudah lengkap, kamu pun menyelinap keluar melalui jendela di kamarmu. Kamu merasa agak keren saat kamu berjalan menyusuri genteng sebelum menuruni saluran air. Sialnya, belum apa-apa celanamu sudah tersangkut paku sampai ada sobekan. Tak apalah. Sekarang celana sobek-sobek lagi beken. Si Emak tidak suka kamu pakai celana sobek-sobek karena takut kamu dikira anak orang tak punya, tapi kini kamu punya alasan untuk mengenakannya. Ternyata, belum apa-apa petualangan ini sudah membuatmu merasa superkeren.

Begitu mendarat di pekarangan, kamu baru sadar bahwa kamu lupa mengecek kondisi keluargamu. Terdengar bunyi televisi di ruang keluarga, dan kamu ingat si bokap malam ini nonton Juventus vs. Real Madrid. Kalau sampai si Juve kalah, sudah pasti besok si bokap bakalan uring-uringan setengah mati dan seluruh anggota keluarga pasti bergilir kena getahnya. Di dalam hati kamu berdoa supaya celana Ronaldo sobek seperti celanamu malam ini (kalau bisa di bagian yang lebih memalukan) dan Juve bisa menang mudah.

Tiba-tiba kamu ingat, kamu tidak punya kendaraan! Si bokap janji untuk membelikanmu Ayla kalau kamu berhasil mendapatkan pekerjaan, tapi kini setelah kamu mendapat pekerjaan, janji tinggal janji. Dulu kamu pernah dibelikan motor, tapi waktu geng motor sedang marak, mendadak si nyokap menggadaikan motormu. Katanya doi sedang BU alias Butuh Uang banget, tapi kamu tahu doi curiga kamu diam-diam ngarep jadi anggota geng motor (padahal kamu jelas-jelas anak baik-baik banget. Pasti ini gara-gara si anak tetangga!). Yang tersisa hanya sepeda mini pink dengan keranjang bunga-bunga di depannya, dan ini sama sekali tidak keren. Seharusnya dulu kamu beli sepeda balap yang bagus mirip kepunyaan si Clay dalam film 13 Reasons Why, tapi masalahnya kamu kudu kongsian sama si Emak yang butuh keranjang untuk mengangkut barang belanjaannya saat pergi ke pasar (lagian si Emak suka banget dengan warna pink). Apa daya, berhubung itu satu-satunya kendaraan yang ada, kamu pun mengayuh sepeda itu dengan setengah mati menuju rumah Iron Man—maksudnya si Bebet—yang terletak di ujung RT.

Seperti dalam ingatanmu, rumah Bebet masih juga seram. Malam ini, tidak ada lampu yang menyala sama sekali. Sebuah lampu jalanan yang berkedap-kedip setiap beberapa waktu sekali menerangi daerah di sekitar rumah itu, dan keberadaan lampu jalanan itu malah menambah aura angker yang meliputi daerah itu. Jalan aspal sudah hancur menjadi jalanan berbatu dan dipenuhi lubang-lubang berair, sementara ilalang tinggi dan semak-semak rimbun mendominasi setiap tanah yang ada. Suasana sangat sepi—terlalu sepi. Bahkan suara binatang malam pun tidak kedengaran, seolah-olah binatang-binatang memilih untuk menyingkir dari tempat mengerikan ini.

Kamu menyembunyikan sepedamu di tengah ilalang dan semak belukar, dan diam-diam bersyukur bahwa semua tanaman itu ada hikmahnya juga. Lalu kamu mendekati rumah Bebet yang gelap-gulita. Syukurlah, belum ada pita kuning polisi mengelilingi tempat itu. Mungkin gara-gara satu-satunya barang bukti yang didapatkan polisi belum tentu memberatkan Bebet. Meski begitu, kamu tetap kesulitan memasuki pekarangan yang berantakan itu. Rasa-rasanya kamu menginjak sesuatu yang lunak-lunak—mungkin lumpur, mungkin juga kotoran binatang—dan sekarang sepatu kets-mu terasa berat. Ternyata petualangan punya sisi tak terduga yang tidak enak.

Rumah itu terbuat dari kayu, tapi semua kayu itu tampak masih kuat meski sudah terlihat jelek dengan cat mengelupas. Kamu tidak akan bisa menjebol pintu apalagi dinding. Kamu memeriksa setiap jendela dengan tangan berlapis sarung tangan (jadi kamu tidak takut sidik jarimu menempel di sana), tapi tidak ada jendela yang bisa dibuka. Akhirnya kamu tiba di pintu belakang. Saat kamu menekan hendelnya, pintu terbuka dengan suara deritan pelan. Buru-buru kamu menahan pintu supaya tidak berisik, lalu menyelinap masuk.

Kamu nyaris saja menjerit sejadi-jadinya saat sesuatu menerkam ke arahmu. Tapi rupanya cuma seekor kucing garong yang matanya buta sebelah. Mendadak kamu ingat, Bebet punya kucing peliharaan supergalak yang diberi nama Jarvis. Kadang-kadang kamu bingung, kenapa orang-orang yang punya binatang peliharaan sering menamai binatang peliharaan mereka nama yang lebih bagus daripada pemiliknya. Kan jadinya si binatang peliharaan berkesan lebih elit dan kece ketimbang pemiliknya (meski sebagian besar binatang peliharaan memang lebih kece ketimbang pemiliknya, termasuk Jarvis).

INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai, para peserta MysteryGame@Area47 yang sudah mendaftarkan diri!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama FB/username Twitter/username Instagram dan nama panggilan, lalu isi email kalian dengan jawaban atas pertanyaan ini:

APAKAH YANG AKAN KALIAN LAKUKAN TERHADAP JARVIS? (Pilih antara: beri dia makan, kurung dia, beri dia bola, keluarkan dia dari rumah, suruh dia mencium jempol kakimu.)

Kalex tunggu jawabannya sampai enam hari lagi. Jangan sampai telat ya, mengirimkan jawabannya! (^o^)v

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

Tuesday, June 6, 2017

Kumcer Supertragis™: Prequel of Harry Potter... sort of

Not by JK. Rowling

Hoguat, sekolah sihir tidak jelas di London—kemungkinan meniru sekolah sihir beken Hogwarts yang pernah masuk tipi beberapa waktu lalu—mendadak heboh. Pasalnya, salah satu murid mereka ternyata punya bakat sihir dahsyat mandraguna. Gosipnya, jika semua murid di sekolah itu dijadikan satu pun, tidak bakalan bisa menyaingi bakat si murid ini. Yah, tidak heran juga sih. Murid-murid Hoguat memang tidak ada yang punya bakat sihir tapi merasa punya. Jebolan dari sekolah ini biasanya jadi dukun, tukang obat jalanan, peramal garis miring penipu, bahkan penjual obat kuat. Beberapa yang beruntung bisa tampil di tipi lokal, sisanya tersebar di seluruh dunia sebagai kriminal.

Murid yang disebut-sebut tadi bernama Tom R. Nama lengkapnya Tompel Ridiculous Gedenya, tapi belakangan dia minta dipanggil Tom R, dan buntut-buntutnya namanya jadi “Dia yang Namanya Nggak Boleh Disebut-sebut”. Jelas si murid ini malu banget dengan nama aslinya. Apa boleh buat, memang Tom R punya tompel gede banget di dekat bibir. Kira-kira mirip Marilyn Monroe. Tapi lantaran gedenya ajegile, kadang-kadang dia disangka makan cokelat sampai belepotan. Beberapa teman yang perhatian sempat mencabut-cabut si tompel yang dikira noda cokelat sampai-sampai membuat Tom R naik pitam. Tidak heran kan, kalau Tom R benci banget pada tompelnya?

Saat namanya mulai beken, Tom R memutuskan untuk oplas. Sayang biaya tiket ke Korea Selatan terlalu mahal, sementara kalau naik sapu, takutnya ngadat di tengah jalan. Mana biar keren, Tom R harus shopping-shopping. Supaya irit, Tom R pun mencari dokter oplas gadungan. Kebetulan ada alumni Hoguat yang punya profesi sebagai dokter oplas. Namanya Dr. Lexie Xu, M.D. Berhubung namanya keren banget, Tom R pun merasa Dr. Lexie Xu, M.D. tidak gadungan-gadungan banget dan bisa memercayainya. Apalagi saat ketemu, rupanya muka Dr. Lexie Xu, M.D. sangat berwibawa. Seketika Tom R menyerahkan nasib mukanya pada si dokter.

“Tenang!” kata si dokter sambil mengeluarkan sederet pisau dari balik ketiaknya. Ada pisau saku, silet, pisau buah, pisau dapur, bahkan parang berjejer. “Lo mau muka kayak siapa pun juga, bisa gue jadiin! Tinggal lo sebut aja namanya!”

“Gue mau punya muka kayak Xiumin EXO!” teriak Tom R.

“Nggak bisa.” Si dokter langsung menolak. “Doi terlalu ganteng. Muka lo pas-pasan. Cari dong, yang mukanya lebih mirip dikit!”

“Nggak ada artis ganteng yang mukanya mirip gue!” Meski orang London, ternyata Tom R jago ngomong gue-elo kayak orang Jakarta. “Gini aja, coba kayak Bruce Willis.”

“Nah, itu bisa,” si dokter manggut-manggut. “Tapi kalo meleset dikit, jadi Homer Simpson. Nggak apa-apa? Dia kan beken juga. Mungkin lebih beken dari Bruce.”

“Okelah kalo gitu. Pokoknya gue mau kayak artis.”

“Siap. Sekarang lo tidur dulu. Gue bius dulu. Oke, cuy?”

“Oke.”

Tom R tidak menduga cara pembiusan Dr. Lexie Xu, M.D. kasar banget. Belum apa-apa dia sudah dihajar pakai kapak. Berhubung Tom R belum pingsan-pingsan juga, si dokter sodorin jempol kaki. Takut diperlakukan lebih sadis lagi, Tom R terpaksa memingsankan diri sendiri dengan ilmu sihirnya yang luar biasa itu.

Dr. Lexie Xu, M.D. sangat puas diberi pasien yang tidak berdaya. Yang pertama-tama doi cabut adalah sabit, soalnya ukurannya gede, meyakinkan, mana terlihat agak-agak keji. Saat Dr. Lexie Xu, M.D. memegang sabit, rasanya seperti malaikat kematian (baca: Lee Dong Wook).

“Pertama-tama kita botakin dulu dia,” kata Dr. Lexie Xu, M.D. sambil mulai mengeluarkan jurusnya. “Bruce botak. Homer botak. Vin Diesel botak. The Rock juga botak. Pokoknya you can’t go wrong with botak!”

Dalam sekejap Tom R sudah jadi botak, dan Dr. Lexie Xu, M.D. sangat puas dengan hasilnya. Meski Tom R tidak seganteng Bruce, Vin Diesel, maupun The Rock (tapi agak mirip Homer), setidaknya kepala Tom R sudah plontos. Tidak apa-apa kepalanya agak berdarah-darah, itu kan harga yang harus dibayar untuk ketampanan.

Kali kedua Dr. Lexie Xu, M. D. mencabut parangnya laksana samurai mencabut katana-nya. “Hidung Bruce Willis mancung dan keren, tapi hidung si anu ini mirip jambu. Biar ai sulap jadi keren!”

Akan tetapi, kali ini ada yang salah. Baru saja tebas sekali, hidung Tom R sudah menggelinding-gelinding di lantai.

“Oops, sawrry,” ucap Dr. Lexie Xu, M.D. sambil bergaya-gaya mirip Cheon Song Yi di drama Korea My Love From Another Star, padahal mukanya lebih mirip bapaknya Cheon Song Yi. “Mari kita coba lagi, bro!”

Kali ini Dr. Lexie Xu, M.D. mengeluarkan pisau cukur. “Alisnya kayak Shinchan banget, padahal alis Bruce kan kece. Coba kita bentuk.”

Akan tetapi, semakin dibentuk, alis Tom R semakin habis. Lama-lama botaklah alis Tom R, dan Dr. Lexie Xu, M.D. tidak punya kata-kata lain selain, “Oops, I did it again!” (kali ini berusaha mirip Britney).

“Giginya si anu ini banyak amat, mana gede-gede lagi, harus gue pahat biar keren kayak punya Bruce.”

Tidak makan banyak waktu saat Dr. Lexie Xu, M.D. sadar bahwa gigi Tom R. sudah ompong. Gawat. Ini sudah jelas-jelas jadi oplas gone wrong. Tidak mungkin Tom R bersedia membayarnya. Yang lebih mungkin, Tom R bakalan mencabut nyawanya. Dr. Lexie Xu, M.D. tahu kemampuan sihir Tom R jauh di atas dirinya. Mumpung Tom R masih pingsan, Dr. Lexie Xu, M.D. pun booking tiket pesawat terbang menuju Indonesia (yang tidak diketahui Tom R yang gaptek, kalau booking tiket dengan Traveloka biasanya lebih murah).

Itulah sedikit cerita kenapa “Dia yang Namanya Nggak Boleh Disebut-sebut” hobi ngamuk dan bunuh-bunuhin orang-orang yang cakep-cakep. Semuanya karena masa lalunya yang pahit. Jika doi pergi ke dokter oplas sungguhan, bisa jadi sekarang doi terkenal di tipi sebagai penyihir keren garis miring artis. Sayang, cita-citanya itu kandas akibat dikerjain dokter gadungan. Seandainya saja doi tidak berusaha ngirit, niscaya cita-citanya sudah tercapai.

Pelajaran untuk kita semua: kalau pergi ke dokter, jangan pergi ke dokter gadungan, gaes!

PS. Tompelnya? Lupa dicabut, bro.

Thursday, June 1, 2017

My homework today from my editor... Looks good?

Perburuan Dalam Kegelapan - Sinopsis

Trisha tidak pernah suka dengan Grey, MVP tim futsal sekaligus cowok yang paling berisik yang pernah dikenalnya. Akan tetapi semuanya berubah saat cowok itu mendampinginya pada masa-masa paling sulit dalam hidupnya, yaitu pada saat teman satu kos sekaligus sahabatnya, Lely, terbunuh akibat gang-rape.

Bersama Grey dan teman-temannya, Trisha mulai menyelidiki satu per satu orang yang menjadi sasaran kecurigaan mereka. Johan, anak bekas tim futsal yang mendadak muncul di TKP. Mariko, teman satu kos yang misterius yang mengaku-ngaku sebagai pacar Johan. Belum lagi Tari, sahabatnya yang lain, mendadak bertingkah aneh. Sebenarnya ada kejadian apa di balik pembunuhan Lely?

Lalu tahu-tahu terjadilah gang-rape berikutnya, dan kejadian itu membawa Trisha lebih dekat dengan Erika Guruh dan teman-temannya. Karena itu, dia menemukan kaitan antara Erika Guruh dan Si Makelar yang disebut-sebut oleh Grey dan teman-temannya. Pertanyaan, betulkah pelaku dari serangkaian pembunuhan keji di kampus mereka adalah Si Makelar, sekutu dari Erika Guruh?