Sunday, March 18, 2012

Kumcer Supertragis™: Romex & Julex part 2

Pertemuan dua insan manusia...
"Eh, elo kan si Buncit yang waktu itu!"
"Lho, lo kan pacarnya Shrek! Kok sekarang jadi kece begini?"
"Iya. Ihihihihi."
Tragedi yang mengintai...
"Julex! Engkong kita mati digebukin Romex!"
"Ah, boong lo! Ngapain si Romex gebukin engkong kita?"
"Yah, elo kan tahu keluarga kita suka gebuk-gebukan!"
Kesalahpahaman diluruskan...
"Jul, sumpah mati, gue nggak bermaksud gitu! Gue tadinya cuma mau sapa beliau, mumpung beliau sedang jalan-jalan sendirian. Begitu gue samperin, gue tepuk punggungnya. Mana tau dia langsung muntah darah dan mati! Gue mau ngasih napas buatan juga udah telat, Jul! Arwahnya udah lenyap!"

Bagaimana akhir kisah ini? Apakah akan ada akhir supertragis untuk keduanya? Bacalah lanjutannya sekarang juga!

Konon, di kota misterius yang dikuasai dua keluarga tajir nan brutal yang hobi gebuk-gebukan, tinggallah seorang pendeta gadungan. Gosipnya, si pendeta gadungan tidak ikut dengan para penduduk lain hijrah lantaran tak punya duit buat pindahan. Mau minjem duit orang lain pun nggak bisa, soalnya si pendeta gadungan punya reputasi buruk nggak suka balikin utang. Jelas dong, tak ada yang sudi minjemin dia duit. Jadilah si pendeta gadungan satu-satunya penduduk biasa yang tinggal di kota misterius tersebut.

Nama pendeta gadungan itu adalah Kak Lexie.

Semua orang tahu bahwa Kak Lexie adalah pendeta gadungan. Tapi, berhubung tidak ada orang lain lagi yang bisa dimintai tolong, semua pun pergi padanya kalau butuh nasehat, mau pengakuan dosa, dan butuh jampi-jampi. Bahkan untuk hal-hal seperti butuh konsultasi mengenai kesehatan, obat-obatan, dan ramalan masa depan, semuanya diserahkan pada Kak Lexie. Bisa dibilang, Kak Lexie menjabat sebagai "orang pinter" di kota misterius tersebut.

Bukan itu saja, Kak Lexie juga melayani setiap jual-beli barang bekas, memberikan pinjaman dengan jaminan STNK dan BPKB, serta menerima penggadaian barang-barang berharga. Intinya, kita meminta, Kak Lexie menyediakan (promosi terselubung ceritanya). Tak heran, Kak Lexie pun naik pangkat dari orang paling miskin di kota itu menjadi orang ketiga paling tajir (maklum, tak ada keluarga keempat lagi).

Singkat cerita, untuk menyelesaikan persoalan yang mengimpit perasaan, pasangan kita pun mendatangi pesohor ini.

"Kalex," kata Romex sambil menyembah Kak Lexie, sesuatu yang harus dilakukan pada saat kita membutuhkan bantuan Kak Lexie tapi tidak punya duit untuk membayarnya. Menurut kabar, Kak Lexie termasuk orang yang materialistis, jadi saat kita mau yang gratisan, kita harus merayu dengan segombal-gombalnya. "Tolong berikan hamba jalan keluar."

"Gampang!" seru Kak Lexie yang tentunya sudah mengetahui inti perkara masalah ini dengan caranya yang ajaib. Membuka blog tertentu, misalnya. "Kalian minum ini saja!"

Julex menerima botol misterius yang disodorkan Kak Lexie dengan curiga. "Ini apa, Kalex?"

"Racun dong!" jawab Kak Lexie still yakin.

"Lho, kok kami disuruh minum racun?" protes Romex. "Kami kan mau hidup bahagia bersama sampai kaki-nini."

"Kaki-nini pala lo!" Kak Lexie menginjak kepala Romex dengan kakinya yang mengenakan sandal jepit Swallow berwarna hitam. "Lo berdua ini benar-benar cupu! Zaman sekarang, kalo keinginan kita nggak dituruti, kita tinggal ngancem bunuh diri aja!"

"Lah, kalo mati beneran gimana, Kalex?" tanya Romex yang sepertinya agak-agak takut mati.

"Yah, jangan tanya gue lah!" sahut Kak Lexie, seperti biasa menghindari tanggung jawab dari saran-sarannya yang tidak terlalu meyakinkan. "Risiko ditanggung sendiri!"

"Aduh, risikonya gede nggak, Kalex?" Romex makin ngeri saja. "Minum racun gitu matinya sakit nggak?"

"Nggak," sahut Kak Lexie meyakinkan. "Palingan lo jadi ngantuk, trus tidur, trus nggak bangun-bangun lagi."

"Bagus dong, Kalex!" seru Julex, lega nggak perlu mati dengan bibir ungu dan mulut berbusa-busa. Kan nggak cakep kalau difoto buat dipajang di koran nanti. "Terus obatnya pait nggak?"

"Manis kok!" Kak Lexie promosi terus dengan gencar. "Dicobain aja kalo nggak percaya!"

"Oke!" Tanpa basa-basi, Julex langsung membuka botol racun tersebut dan mencecapnya.

"Julex!" teriak Romex pilu. "Kita kan belum sepakat buat bunuh diri bareng! Kalo lo sampe mati, gue nggak mau ikutan lho!"

"Tenang," kata Julex sambil memelototi Kak Lexie. "Ini bukan racun biasa. Benar kan, Kak? Ini SIRUP OBAT BATUK!"

Kak Lexie mengangguk tenang tanpa merasa bersalah sedikit pun. "Betul sekali."

"Lho, kenapa kami dikasih obat batuk, Kalex?" tanya Romex dengan muka tertipu. "Tadi dibilang racun!"

"Lah, kalo diminum sebotol sekaligus, masa kagak mati karena OD?" balas Kak Lexie nggak mau disalahin. "Lagian, nggak punya duit minta racun yang mahal. Tekor di bandar dong!"

Berhubung kata-kata Kak Lexie masuk akal, kedua anak remaja itu tidak membantah lagi.

"Mendingan sekarang kalian bawa pulang tuh racun," saran Kak Lexie. "Pikirkan baik-baik, mau mati sengsara atau idup bahagia..."

"Semua juga mau idup bahagia, Kalex," sela Romex polos.

"Kalo mau idup bahagia, lebih baik lo berdua jangan menikah aja." Pasangan muda itu tampak syok berat dengan saran Kak Lexie yang terdengar muskil. "Di dunia ini masih banyak manusia laen. Kenapa lo harus pilih yang suka digebukin keluarga elo?"

"Karena di kota ini udah nggak ada manusia lain yang serasi lagi," sahut Julex sedih. "Kalo bisa, gue juga nggak mau sama dia."

"Hei!" protes Romex.

"Jangan protes!" kata Julex sambil memelototi si Romex. "Kan lo udah bunuh engkong gue!"

"Itu kan kecelakaan, Jul. Kecelakaan!"

"Nggak mau tahu. Itu engkong gue satu-satunya." Julex merajuk. "Pokoknya gue nggak punya pilihan lain, Kalex. Dia atau jomblo forever. Mana mau gue jomblo forever..." Kata-kata Julex terhenti saat melihat tampang Kak Lexie yang tersinggung. Maklumlah, pendeta gadungan ini kan jomblo forever. "Sori, Kalex, nggak bermaksud menghina."

"Biarpun nggak bermaksud, lo udah keburu hina gue," tukas Kak Lexie. "Udah, sono kalian jangan ganggu gue lagi. Udah nggak bayar, masih aja banyak cincong. Sana, pulang!"

Setelah diusir dengan kasar oleh Kak Lexie, kedua insan muda itu pun pulang sambil membawa sebotol obat batuk.

"Jadi gimana dong rencana kita berikutnya, Rom?" keluh Julex.

"Gini aja." Lagi-lagi Romex punya ide gemilang. "Kita belagak mati aja."

"Hah? Gimana cara?"

"Begini," kata Romex. "Kita buang isi obat batuk ini, lalu kita geletakin seolah-olah kita udah minum semuanya sampe mati..."

"Lho, dibuang begitu aja?" tanya Julex terperanjat. "Ini kan pemberian Kak Lexie yang berharga."

"Halah, Kak Lexie nggak mungkin ngasih kita barang gratisan yang berharga. Ini pasti barang murahan. Nggak penting!"

Julex manggut-manggut. "Jadi kita buang obat batuknya dan kita belagak mati?"

"Iya. Habis itu keluarga kita bakalan nangis tersedu-sedan dan menyesali acara gebuk-gebukan yang udah terjadi berabad-abad ini. Lalu, setelah mereka ngizinin kita kawin, kita baru idup lagi."

"Lho, kalo kita nggak diizinin kawin?"

"Ya, kita hantui!"

Ide Romex terdengar hebat dan masuk akal, jadi Julex pun segera mengangguk. "Ayo, kita jalankan rencana ini!"

Mereka pun pergi ke alun-alun kota, di mana dua mayat yang bergelimpangan pasti bakalan menarik perhatian dua keluarga yang ada. Dengan muka penuh tekad, Romex menuang obat batuk ke dalam selokan, lalu berbaring di sebelah Julex.

"Mulai sekarang," pesan Romex pada Julex, "kita belagak mati. Apa pun yang terjadi, kita nggak boleh gerak atau ngomong. Napas pun sedikit-sedikit aja."

"Oke," angguk Julex. "Good luck, Rom. See you in the other side."

"See you in the other side, Jul."

Baru lima detik dua anak itu belagak mati, muncullah Kak Lexie dengan muka geramnya. Rupanya, pendeta gadungan ini sempat menguntit pasangan ini lantaran kepingin tahu ending cerita ini (mungkin supaya bisa ditulis di blog).

"Dasar kurang ajar!" bentaknya sambil menendang muka Romex tanpa belas kasihan sedikit pun. "Capek-capek gue kasih racun dan petuah, semuanya dibuang ke selokan? Bener-bener nggak tahu terima kasih! Kenapa lo berdua nyariin gue kalo gitu? Hah? Cepet jawab! Kalau nggak, gue tendangi terus nih!"

Romex kepingin menjawab, tapi dia keburu berpesan pada Julex untuk tidak bilang apa-apa. Kan gengsi kalau bicara sendiri. Kesannya seperti menjilat ludah sendiri. Jadi dia pun diam saja. Sebaliknya, Julex yang kepingin menjawab juga takut disangka berkhianat oleh Romex. Maka, saat Kak Lexie berganti menendangnya, dia tetap diam saja. Jadilah keduanya tetap menahan diri selama ditendangi Kak Lexie yang emosi banget karena obat batuk gratisnya dibuang sia-sia, tak peduli muka mereka yang cakep-cakep jadi babak-belur.

"Gila, udah sampe babak-belur begini masih tutup mulut?" Kak Lexie menatap kedua anak yang sudah tergeletak pingsan itu dengan napas ngos-ngosan. "Ya udah lah. Gue kagum juga, lo orang berdua memang setia kawan. Gue ampuni deh. Tapi mulai sekarang, jangan minta gue bantu lagi!"

Setelah melontarkan kata-kata "pemutusan hubungan", Kak Lexie pun meninggalkan alun-alun dengan perasaan damai.

Di tengah hari, kedua keluarga menemukan dua tubuh yang bergelimpangan di alun-alun.

"Anakku!" teriak bapaknya Romex. "Siapa yang gebukin lo sampe mati begini?"

"Pasti si Julex!" teriak emaknya Romex dengan air mata berlinang-linang. "Dia mau balasin dendam engkongnya!"

"Bukan!" bantah bapaknya Julex. "Anak kami yang digebuk! Lihat nih, mukanya yang cakep jadi juelex lagi!"

"Duit 50 juta kami untuk operasi plastik jadi sia-sia!" tangis emaknya Julex.

"Sudahlah!" teriak sepupu Julex memutuskan untuk menyelesaikan masalah. "Mari kita makamkan keduanya berdampingan dan mulai sekarang kita semua hidup dengan damai. Jangan sampe ada korban jiwa yang bertambah lagi dalam cerita ini!"

Begitulah akhir cerita ini, Pembaca. Pada akhirnya, Romex dan Julex dikubur hidup-hidup dalam makam yang berdampingan. Sementara kedua keluarga mereka menjalani akhir yang damai dan bahagia, Romex dan Julex berupaya keras untuk menggali jalan keluar dari dalam makam mereka. Hingga cerita ini ditulis, belum ada kabar apakah mereka berhasil keluar dari makam atau tidak.

T A M A T

Friday, March 16, 2012

Kumcer Supertragis™: Romex & Julex

Alkisah di sebuah kota di Indonesia, terdapatlah dua keluarga tajir yang kerjanya saling menggebuki. Saking dahsyatnya acara gebuk-gebukan ini, tidak ada penduduk lain yang sudi tinggal di kota itu. Yah, siapa sih yang sanggup bertahan, kalau saban hari selalu ada aja yang gebukin kita, dan setelah kita babak-belur, si penggebuk mendadak tersadar dan berkata, "Lho, elo si A toh? Gue kira lo si B yang anaknya keluarga X!" Sial, udah digebukin sampe ancur begini, masih saja mengatai muka kita pasaran! Mana mungkin semua nggak jadi emosi? Maka berbondong-bondonglah semua orang melarikan diri dari kota itu, meninggalkan dua keluarga tukang gebuk tersebut. Jadi, memang tidak lebay jika penulis mengatakan bahwa kota itu dikuasai oleh dua keluarga tajir nan brutal tersebut.

Nah, empat belas tahun lampau, keluarga pertama melahirkan anak cowok yang diberi nama Romex. Sejak lahir, si Romex sudah dikaruniai tampang ganteng dan bodi keren, sampai-sampai membuat bapak-emaknya jadi pusing tujuh keliling. Habis, anak kecil kan harusnya berbodi chubby, bukannya six-pack seperti Romex! Romex sempat dibawa pergi ke luar negeri untuk operasi plastik, tapi perut yang buncit selalu akhirnya kembali jadi six-pack lagi. Akhirnya orangtuanya pasrah dan menerima Romex apa adanya. Mungkin saja si Romex ini semacam Hercules atau apa.

Di tahun yang sama dengan kelahiran Romex, keluarga kedua juga mendapat tambahan anggota keluarga berupa seorang anak perempuan yang, sayangnya, nggak cakep. Saking nggak cakepnya anak ini, tanpa diskusi lagi semua setuju dia diberi nama Juelex. Bapak-emaknya tentu saja khawatir dengan masa depan putri mereka, jadi Juelex dibawa ke luar negeri untuk operasi plastik. Pulang-pulang, tampang Juelex jadi nggak kalah cantik dengan cewek-cewek SNSD. Nama yang dia sandang pun jadi terasa tak pantas. Jadilah dia dipanggil dengan nama Julex.

Dari cerita di atas, kalian tentunya sudah menduga, Romex dan Julex pernah ketemu waktu operasi plastik. Sayangnya, mereka ketemu pas Romex lagi buncit-buncitnya dan Julex belum secantik cewek-cewek SNSD, jadi sama sekali tak ada percikan-percikan chemistry di antara mereka. Yang ada malah percikan-percikan amarah dan dendam antara bapak-emak kedua belah pihak, yang sama sekali tidak disadari oleh dua anak manusia yang masih polos dan bening itu. Selama bertahun-tahun, keduanya nggak pernah ketemu lagi. Maklumlah, dua anak malang ini nggak sekolah di sekolah biasa, melainkan ikut homeschooling yang tentunya diajarkan oleh orangtua mereka. Habis, di kota mereka tidak ada sekolah sih (yang ada cuma gedung sekolah terbengkalai).

Tapi dunia memang sempit. Mau dikurung seperti apa pun juga, Romex dan Julex akhirnya bertemu juga. Kali ini, untungnya, pas dua anak itu lagi cakep-cakepnya. Ceritanya, kucing Julex hilang, jadi Julex pun keluar dari rumah tanpa izin demi mencari kucing kesayangannya itu. Waktu akhirnya berhasil menemukan si kucing, rupanya si kucing sedang main dengan Romex. Dalam waktu sekejap, Romex dan Julex langsung saling mengenali.

"Eh, elo kan si Buncit yang waktu itu!" jerit Julex sambil memainkan rambutnya yang keriting-keriting lucu.

"Lho, lo kan pacarnya Shrek!" Romex juga kaget. "Kok sekarang jadi kece begini?"

"Iya. Ihihihihi."

Di dunia yang sempurna, mungkin mereka tak bakalan saling jatuh cinta. Kan nggak semua kisah berakhir seperti Romeo & Juliet! Masalahnya, di sekeliling mereka, nggak ada yang seusia lagi. Jadi, waktu mereka akhirnya puber, otomatis mereka langsung pacaran. Tentu saja hubungan mereka dirahasiakan dari setiap anggota keluarga. Semuanya berjalan dengan sangat lancar dan bahagia, sampai suatu hari, tragedi pun terjadi.

Suatu hari, waktu Julex sedang mikirin Romex sambil makan es podeng, sepupunya masuk sambil menangis.

"Julex!" teriak si sepupu dengan suara mengibakan. "Engkong kita mati digebukin Romex!"

Es podeng Julex langsung tumpah. "Ah, boong lo! Ngapain si Romex gebukin engkong kita?"

"Yah, elo kan tahu keluarga kita suka gebuk-gebukan!" Si sepupu masih nangis terus. "Gue nggak sangka, tega banget si Romex milih sasaran! Orang jompo pun dia bunuh! Mana si engkong kebetulan lagi jalan-jalan seorang diri. Memang sih beliau bawa tongkat, tapi kan beliau nggak sanggup ngangkat tongkat itu!"

Hati Julex juga ikut pilu. Pasalnya, engkongnya sisa satu. Jadi, tak heran kan si engkong menjabat sebagai engkong kesayangan? Betul kata si sepupu. Tega-teganya Romex milih sasaran. Kan bodi si Romex six-pack. Seharusnya dia pilih sasaran yang six-pack juga dan bukannya one-pack seperti engkongnya!

Sore itu, Julex langsung lari dari rumah untuk menemui Romex di hutan rahasia mereka.

"Rom, jahat lo!" tangis Julex sambil memukuli dada Romex. "Kenapa lo tega banget bunuh engkong gue?"

"Jul, sumpah mati, gue nggak bermaksud gitu!" kata Romex dengan muka nelangsa. "Gue tadinya cuma mau sapa beliau, mumpung beliau sedang jalan-jalan sendirian. Begitu gue samperin, gue tepuk punggungnya. Mana tau dia langsung muntah darah dan mati! Gue mau ngasih napas buatan juga udah telat, Jul! Arwahnya udah lenyap!"

"Astaga, ternyata lo korban fitnah toh!" Julex buru-buru memeluk Romex. "Sekarang kita harus gimana, Rom? Udah ada pertumpahan darah begini, pasti kita nggak diizinkan kawin lagi!"

"Iya ya, bisa gawat kalo begitu. Padahal gue udah nggak sabar kepingin foto pengantin. Gue pasti kelihatan ganteng di situ." Mendadak Romex mendapat ide cemerlang. "Kita tanya Kak Lexie aja!"

(to be continued)

Kumcer Supertragis™: Gara-gara Salah Deklamasi

Namaku Lexie, dan aku benci baca puisi. Menurutku, baca puisi sama saja dengan curhat di depan umum dengan gaya superlebay. Curhat sama temen saja aku malu-malu, apalagi curhat di depan jutaan orang.

Bukannya aku pernah baca puisi di depan jutaan orang. Hanya saja, kalau kau suka demam panggung sepertiku, ditonton dua orang saja pun sudah bikin mata berkunang-kunang. Nggak heran aku salah kaprah, mengira dua orang itu mengajak jutaan orang lain untuk menontonku.

Sialnya, guru-guru SMA memang suka menyuruh yang nggak-nggak. Terutama guru Bahasa. Enak saja dia menyuruh kami baca puisi di depan kelas. Puisi orang lain pula! Minimal kalau puisi buatan sendiri, aku kan bisa bikin puisi pendek--atau pantun sekalian. "Buah mangga buah duku, mau mangga kejarlah daku." Judulnya "Tukang Mangga Centil".

Tentunya aku nggak sudi dikalahkan oleh guru Bahasa. Dia suruh kita cari puisi beken, ya tentunya kita harus cari yang paling beken. Pilihanku, tentu saja, puisinya si Chairil Anwar, "Aku".

Seperti dugaanku, si guru mencoba mencari perkara denganku. Setelah selesai mendengarkan si cewek sok pintar dalam kelasku membacakan "Antara Karawang dan Bekasi" sampai berbusa-busa, namaku pun dipanggil dengan suara judes. Dengan penuh gaya aku berdiri dan berjalan ke depan kelas.

"Kertasnya mana?" tanya si guru.

Ups. Aku lupa. Tapi sudah kepalang tanggung bergaya, aku tak sudi mengakui kesalahan. "Nggak usah, Pak. Saya hafal puisinya."

Sepertinya si guru terkesan dengan jawabanku. Baguslah, ini berarti kesombonganku tidak sia-sia.

Begitu berada di undakan tangga teratas di depan papan tulis, aku pun menarik napas dalam-dalam.

"Aku!!!" bentakku keras-keras, lalu meneruskan dengan suara lembut merayu, "Buah karya, Chairil Anwar."

Salah satu yang kusukai dari puisi "Aku" ini adalah, aku berhak bentak-bentak semua orang tanpa perlu takut akibatnya. Biasanya kan, kita harus mengira-ngira, apa orang yang kita bentak itu cengeng atau tidak, atau jangan-jangan dia bentak balik. Sekarang aku bisa merajalela di depan kelas. Kupelototi setiap orang termasuk si guru Bahasa, kukibaskan tanganku dengan berang, kusemburkan ludahku bila perlu.

"Bila sudah sampai waktuku, kumau tak seorang kan merayu! Tidak juga kau! Tak perlu sedu-sedan itu!"

Wah, bait pertama puisiku sangat memukau. Semua orang tampak tegang mendengarkanku. Jadi kuteruskan lagi dengan penuh semangat.

"Aku ini wanita jalang..."

Tunggu dulu. Kayaknya aku salah ngomong.

Oh ya! Seharusnya kan binatang jalang dan bukannya wanita jalang! Dasar oon. Jadilah sekarang aku mempermalukan diri.

Kulayangkan pandanganku ke seluruh kelas dengan mengkal. Wajah beberapa orang tampak menahan tawa. Kurang ajar. Salah ucap satu kata saja aku sudah ditertawakan. Dunia ini memang tidak pemaaf.

Lebih parah lagi, tahu-tahu ada yang berteriak dari belakang, "Lo emang wanita jalang!"

Sial! Itu si eks alias mantan pacar! Brengsek betul dia mengataiku begitu di depan umum!

Tanpa berpikir panjang lagi, aku meraih penghapus papan tulis dan melemparkan benda itu kuat-kuat. Sesuai bidikanku, benda itu mengenai tepat di jidat si eks. Tidak sesuai dugaanku, si eks terjengkang ke belakang, kepalanya menghantam tembok kelas dengan keras.

Prakkk!

Saat dia melorot turun ke bawah lantai, terlihat bekas darah di tembok mengikuti gerakannya.

Si ketua kelas menghampiri si eks, memeriksa sebentar dengan wajah tegang.

"Dia udah mati," ucapnya pelan sambil menoleh ke arahku.

"Jadi?" Aku menoleh ke arah guru Bahasa. "Kita lanjutkan baca puisi atau urus mayatnya?"

Guru Bahasa menimbang-nimbang sejenak sambil melirik penghapus papan tulis cadangan yang terletak di antara kami berdua.

"Lanjutkan baca puisi saja," putusnya.

Hari itu, deklamasi puisiku mendapat nilai A untuk pertama kalinya.

T A M A T

Kumcer Supertragis™: Demi Tujuh Ribu Perak

Ada perasaan sesak yang sulit dijelaskan saat seorang cowok melihat tetes air mata mengalir turun di atas pipi seorang cewek cantik.

Setidaknya, itulah yang kurasakan saat aku melihat Lexie menangis di balkon sekolah saat ini. Cewek itu bukannya cantik-cantik amat sih. Sebenarnya, dia cewek paling jail di sekolah, nyaris mengesalkan, tapi sejauh ini belum ada yang memprotes kelakuannya itu. Mungkin karena tak ada yang menegurnya, kelakuannya makin menjadi-jadi saja dari hari ke hari.

Tapi, hari ini, saat melihatnya menangis di balkon, aku jadi terenyuh. Rambut yang melambai-lambai ditiup angin, air mata yang membasahi pipinya, belum lagi pakaian seragam cewek di sekolah kami memang imut banget.

Rasanya, aku jadi jatuh cinta.

Tanpa bisa menahan diri lagi, aku menghampirinya. "Lex, lo kenapa? Kok nangis gitu? Siapa yang gangguin lo?"

Lexie menoleh padaku. Sekilas terlihat binar aneh di matanya, tapi hanya sekejap saja, jadi kukira aku hanya salah lihat. "Nggak ada yang gangguin gue kok. Tapi, gue belum makan dari pagi."

Hah? "Trus lo nangis gara-gara?"

"Gara-gara laper."

Sialan. Percuma aku jadi mellow gara-gara cewek iseng kayak begini. Bisa-bisanya nangis cuma karena beginian. "Ya udah. Bye-bye."

"Eh, jangan pergi dulu!" Bajuku ditarik keras-keras sampai-sampai aku nyaris terpelanting ke belakang. "Lo pinjemin gue duit dong!"

"Gue nggak ada duit!" teriakku. "Lo kenapa nggak minjem orang lain aja? Di sekolah kita kan banyak yang tajir. Si Tony gitu, yang setia kawan gila-gilaan, atau Markus yang nggak pernah segen traktir semua cewek di sekolahan. Kalo lo gengsi, masih ada Frankie yang suka minjemin duit pake bunga, kayak lintah darat junior. Kenapa lo harus pilih gue, cowok paling miskin di sekolah ini?"

"Halah, gak usah merendah. Gue tau bapak lo punya apotek keren."

"Iya, tapi duit jajan gue sedikit banget!" teriakku. "Plis lah. Jangan palak gue. Plis!"

Sial. Tanpa peduli sedikit pun pada ucapanku yang mengiba-ngiba, cewek itu tetap ngotot kepingin merebut dompetku.

"Lo kenapa sih tega gitu?" Aku terus meminta belas kasihannya. "Memangnya dosa apa gue sama elo?"

"Dosa lo adalah," sahut cewek itu dengan muka keji, "pernah minjem duit sama gue."

Aku terdiam sejenak. Pikiranku melayang pada adegan diriku yang sedang meminjam duit pada Lexie, bagaimana cewek itu menyuruh berlutut dan menyembah-nyembah, dan bagaimana pada akhirnya dia memberiku lima ratus perak.

"Gara-gara kejadian itu?" tanyaku tak percaya. "Tapi itu kan... Itu kan kejadian sepuluh tahun lalu! Zaman itu, duit parkir aja cuma gopek!"

"Justru itu!" balas Lexie tak kalah sengit. "Waktu itu gopek masih penting, nggak kayak zaman sekarang. Pokoknya, sekarang utang lo udah berkembang biak jadi muka si Soetta!"

"Soetta?"

"Soekarno-Hatta, oon!"

"Gila, mana mungkin gue punya si Soettaa?" teriakku sambil memamerkan isi dompetku yang mengenaskan. "Nih, coba lihat. Cuma ada si Imam Bonjol sama Antasari. Puas?"

"Ya udah, gue terima deh!"

"Hah?"

"Gue terima segala yang lo miliki!"

"Enak saja!" bentakku. "Udah tau milik gue minim banget! Sori-sori aja, akan gue lindungi dengan nyawa gue!"

Seharusnya aku tahu, aku tidak boleh mengucapkan kata-kata itu. Tapi saat itu yang kupikirkan hanyalah, tak kubiarkan diriku ditindas cewek mengerikan ini. Bagaikan adegan lambat dalam film, aku berbalik dan mulai melarikan diri, sementara si cewek monster mengejarku dengan mulut menganga lebar yang mengeluarkan suara, "Uooooo!" Aku mengangkat tanganku dan mengayunkannya sambil menoleh ke belakang, tidak menyadari bahwa di depanku ada kantong Chiki.

Sial, aku kepeleset.

Hanya sekejap saja aku kembali ke gerakan normal, yaitu saat aku kepeleset dengan gaya balet yang cupu luar biasa. Setelah itu, adegan lambat mengerikan itu kembali berlangsung. Bagaikan seorang penonton, aku melihat diriku meloncat melewati pagar pembatas balkon, mulutku terbuka lebar-lebar, tapi tak ada satu jeritan pun keluar dari mulutku. Kutatap permukaan tanah yang awalnya setinggi sepuluh meter dan semakin lama semakin dekat itu dengan mata terbelalak lebar.

Jadi beginikah akhir hidupku? Hanya demi tujuh ribu perak? Aku nggak rela!

Itulah pikiran terakhirku sebelum semuanya menjadi gelap.

T A M A T

Thursday, March 15, 2012

Sekilas Info tentang TEROR

Hai, Lexsychopaths!

Siapa di antara kalian yang udah nggak sabar lagi nungguin TEROR? Nah, hari ini Lexie mendapat berita yang bagus banget nih, tentang buku terakhir Johan Series tersebut. ^^

Pertama, seneng sekali TEROR udah lolos dari proofreader. Artinya, proses pengeditan sudah selesai. Tapi editor-editor GPU ini bener-bener teliti. Karena masih ada satu lagi pengecekan terakhir dari editor tercinta Mbak Vera. Wah, siap-siap singsingkan lengan baju! ^^

Kedua, berkat doa kalian yang kenceng, akhirnya antrean cover bakalan berakhir juga. Tinggal satu lagi, dan akhirnya giliran kita! Yahoooo! \(^,^)/ Udah nggak sabar nih kepingin ngasih lihat cover TEROR yang kuning ceria. Tapi, meski ceria, nuansa creepy-nya tetep harus ada dong. ^^v

Maaf ya, kalo ternyata terbitnya TEROR lebih lama dari yang kalian harapkan. Percayalah, kami semua juga kepingin TEROR cepet-cepet terbit. Tapi di sisi lain, kami juga berharap, buku yang akan kalian pegang nanti bakalan jadi sebuah buku bagus dan nggak mengecewakan. Karena itu, kami semua bekerja sekeras mungkin untuk memberikan hasil yang terbaik---dan biasanya usaha keras memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Tetap doakan supaya proses penerbitan TEROR bisa lancar jaya ya! ^^

Until next time...

xoxo,
Lexie

Sunday, March 4, 2012

My inspiration lately

Happy Sunday, Lexsychopaths! What are you gonna do today? ^^

Lexie? Apa lagi kalau bukan menulis? Bisa dibilang Lexie itu workaholik, meski sebenarnya bukan juga. Menulis itu adalah hobi. Nggak menulis rasanya kayak ikan laut yang berenang di air tawar---lama-lama mati juga, gitu. Jadi demi kesehatan, menulis teruuus! ^o^

Belakangan ini inspirasi Lexie adalah dua cowok ini.
Vic Zhou dan Vanness Wu. Mereka berdua adalah dua dari empat cowok yang paling berpengaruh dalam dunia kepenulisan Lexie *jiyaaah* Kali ini, dalam imajinasiku, Vic yang juga akrab dipanggil Zaizai ini (Lexie juga biasa manggil dia Zaizai) akan menjadi cowok yang cool banget dan agak-agak bete, tetapi selalu bisa diandalkan di saat-saat darurat. Sementara Vanness tentunya akan menjadi Leslie Gunawan, cowok miskin nan malang yang punya masa lalu gelap, tapi nantinya akan menjadi orang yang berpengaruh besar pada kehidupan banyak anak-anak malang nanti. They both are great guys, love them so much! (´⌣`ʃƪ)

Untuk bocoran lebih lanjut, maaf ya, Lexie belum bisa ngasih karena yah, belum tentu naskah yang ini lolos seleksi atau nggak. Yang jelas, Lexie selalu menulis genre thriller dan misteri, bercampur dengan romance dan komedi. Akan selalu ada adegan-adegan lucu dan romantis di tengah-tengah mara bahaya yang mengintai kehidupan para tokoh-tokoh keren yang kini sedang menghantui kehidupan Lexie. (Creepy? Sometimes. But I'd never, never feel alone again because of them.)

Thanks, Zaizai dan Vanness, for inspiring me. I will do my best to make a great story for both of you. Love you so much! (´⌣`ʃƪ)

And love you all too, Lexsychopaths! ^o^

Until next time...

xoxo,
Lexie