Sunday, August 28, 2011

MysteryGame@Area47: THE WRITER, Episode 6

Begini ceritanya. Saat memeriksa ruang loteng itu, kamu tak lupa memeriksa jendela yang kamu harapkan bisa jadi tempat pelarianmu. Jendela itu, seperti harapanmu, tidak diteralis. Namun, pada saat kamu melongok ke bawah, kamu jadi mengetahui bahwa jarak antara atap dan tanah terlalu jauh untuk kamu seberangi--kecuali dengan merisikokan patah tangan, kaki, atau bahkan leher. Amit-amit, kamu masih ingin hidup dalam anggota tubuh lengkap. Apalagi, dengan kondisi kakimu yang terluka sekarang ini, kamu tidak yakin bisa mendarat dengan baik. Jadi, kamu pun memutuskan untuk menjalankan ide lain.

Kamu akan mengurung si monster di atas loteng itu.

Kamu membuka jendela itu, dengan maksud supaya si monster mengira kamu berhasil meloloskan diri, lalu turun kembali ke ruang bermain. Pandanganmu langsung tertuju pada pintu yang sedang diterjang-terjang oleh si monster. Perasaan panik membuncah dalam dadamu saat kamu melihat salah satu engsel sudah terlepas. Dalam waktu singkat, si monster akan berhasil masuk ke dalam. Kamu harus menemukan tempat persembunyian secepatnya.

Kamu melayangkan pandangan ke sekelilingmu. Tidak banyak tempat persembunyian yang ada. Tempat-tempat seperti lemari dan kolong meja terlalu gampang kelihatan--bisa-bisa kamu tertangkap basah dalam waktu singkat. Tidak, kamu tidak akan ngumpet di tempat yang begitu gamblang. Kamu harus mencari tempat yang lebih tersembunyi, yang mungkin takkan terpikir dalam otak si monster yang sepertinya tidak cerdas-cerdas amat itu. Kamu kan penulis muda berbakat--kamu takkan bisa mencapai posisi itu tanpa kecerdasan. Masa kamu tidak bisa mengakali si monster bodoh itu?

Akhirnya kamu menemukan tempat ideal itu: sebuah celah sempit yang terbentuk antara dua lemari yang membentuk huruf L.

Kamu menyelipkan tubuh di antara kedua lemari. Ugh, sempit banget, sampai nyangkut! Mending gara-gara otot besar dan kencang, ini gara-gara perutmu yang mulai membuncit! Kamu harus mengurangi makan, dan lebih banyak olahraga. Jadi penulis muda berbakat berarti sering difoto-foto, dan kamu tidak mau perutmu kelihatan seperti sedang menderita penyakit busung lapar. Yah, beginilah risiko bekerja dalam profesi yang memaksamu untuk sering-sering duduk. Perut jadi korban kemalasan.

Waktu kamu berbelok ke celah di antara lemari dan dinding, kamu sudah nyaris tak bisa bernapas. Kamu nyaris putus asa menyumpalkan dirimu ke celah yang terlalu sempit itu, tapi kamu sadar, saat ini kamu kelihatan banget. Kalau sampai si monster berhasil masuk ke dalam ruangan, dia akan menemukan dirimu dalam keadaan memalukan--terjepit di antara lemari--dan kamu akan ditertawakan sambil dibanting-banting. Tidak, kamu tidak sudi mengambil risiko itu. Tepat saat pintu itu hancur oleh terjangan terakhir si monster, kamu berhasil menyelinap ke dalam tempat persembunyian ideal itu.

Selamat!

Kamu mengintip dari celah antar dua lemari, dan melihat si monster sedang menoleh ke kiri dan ke kanan, tentunya sedang mencarimu. Kamu melihatnya melongok ke bawah meja (tuh kan? Kalau kamu ngumpet di sana, kamu sudah sedang bonyok dipukuli!). Lalu dia berdiri lagi dan memandangi seluruh ruangan. Kemudian dia berjalan ke arahmu, terpincang-pincang, dan kamu langsung mengkerut sampai ke pojokan. Kamu menyadari, kamulah yang membuatnya terluka begitu parah, dan dia akan memastikan kamu membayarnya. Satu-satunya caramu untuk mencegahnya adalah melumpuhkannya terlebih dahulu.

Kamu menahan napas, sementara napas si monster malah semakin keras. Kamu memejamkan mata rapat-rapat saat dia membuka pintu salah satu lemari yang melindungimu, dan memejamkan mata semakin rapat saat dia membanting kedua pintu itu dengan kesal. Rasanya dia begitu dekat, siap untuk menarikmu ke luar dan mencabik-cabikmu. Pada saat dia menutup kedua pintu lemari terakhir dan berjalan pergi, kamu baru bisa merasa lega.

Berhubung si monster sudah menjauh, kamu mengintip lagi. Kamu melihat si monster berjalan pelan namun pasti, menaiki tangga menuju loteng. Rasanya gregetan banget, tak sabar menunggu dia tiba di atas sehingga kamu bisa melakukan rencanamu. Tapi kamu tidak berani melangkah seujung jari pun selama dia masih kelihatan olehmu. Soalnya, itu berarti dia juga bisa melihatmu.

Begitu ujung kakinya lenyap dari pandangan, kamu langsung mengeluarkan diri dari tempat persembunyian. Brengsek, susah banget! Mana kamu harus melakukannya tanpa suara lagi. Kalau sudah begini, kamu merasa harus menaruh hormat pada Naruto yang jago gerak kilat tanpa suara. Jadi ninja memang tidak gampang.

Akhirnya kamu berhasil melepaskan diri dari celah di lemari. Kamu mengendap-endap ke bawah tangga. Dari sana, kamu bisa melihat si monster sedang melongok ke luar jendela, persis seperti dugaanmu. Kamu langsung menarik tangga yang menghubungkan ruang bermain dan loteng. Tarikan itu menimbulkan bunyi bergeser yang lumayan keras, mengagetkanmu dan juga si monster. Si monster langsung meraung marah karena diperdaya, sementara kamu jadi panik luar biasa. Dengan sekuat tenaga kamu menggeser tangga itu hingga jauh dari jangkauan si monster. Kamu tak sabar untuk meninggalkan ruangan itu, tapi kamu sempat menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang.

Kamu bisa melihat pandangan si monster padamu--tajam, menusuk, penuh kebencian.

Kamu buru-buru hengkang dari situ.

Sekarang kamu harus melakukan segala yang kamu perlu. Kamu harus mengambil semua barangmu yang terpenting--laptop, BlackBerry, iPad, dompet. Setelah itu, kamu akan pergi melalui pintu belakang. Pintu depan terlalu tebal untuk didobrak, tapi pintu belakang sepertinya tidak terlalu sulit. Jelek-jelek kamu akan menghantamkan meja makan ke pintu itu (tentunya, dengan catatan kamu sanggup mengangkat meja makan--dipikir-pikir lagi, mungkin lebih baik kamu hantamkan dengan kursi saja. Sepertinya itu lebih masuk akal).

Saat melewati ruang tamu, lagi-lagi mata kamu tertuju pada lukisan di dinding. Kali ini kamu betul-betul kaget. Wanita dalam lukisan itu, dengan serangai lebarnya yang kejam, tampak seolah-olah hendak berdiri. Kamu tidak pernah memperhatikan selama ini, apakah bokongnya menempel pada kursi atau tidak--tapi saat ini tidak. Lebih seram lagi, kedua tangannya yang berada di pangkuan itu, sepertinya sedang mencabut sesuatu yang disembunyikannya dari pandangan orang--sebilah pisau?

Gila. Kamu bersumpah tak bakalan melihat-lihat ke lukisan itu lagi.

Setelah kamu selesai mengumpulkan peralatanmu, kamu pun tiba di dapur. Kamu sudah siap untuk mendobrak pintu belakang dengan sekuat tenaga, namun saat kamu menyentuh pintu itu, ternyata pintu itu langsung terbuka dengan gampangnya.

Eh? Kok bisa? Mungkinkah si monster sempat membuka pintu itu karena yakin kamu tidak akan sanggup lolos darinya?

Apa pun yang terjadi, sekarang kamu siap kabur.

Tapi tunggu dulu. Ada yang harus kamu lakukan di situ.

Saat ini, kamu menyadari bahwa kamu sudah lapar, haus, dan kebelet banget. Kamu kebelet dan kepingin pergi ke kamar mandi di dekat dapur, ingin pergi ke kulkas untuk minum sesuatu, dan ingin masuk ke dalam ruang penyimpanan makanan untuk mengambil roti, tapi kamu juga ingin mengobrak-abrik dapur untuk mencari senjata. Kamu tahu waktu kamu terbatas, dan kamu hanya bisa memilih satu di antaranya.

Baca episode berikutnya.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama panggilan DAN jawaban dari pertanyaan di bawah ini:

APA YANG AKAN KAMU PILIH? (Pilih antara: kamar mandi, ruang penyimpanan makanan, kulkas, dapur. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Di dalam email tersebut, jangan lupa tuliskan hasil nilai HP dan EP dari episode 4 alias episode battle #1.

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi.

Good luck, everybody!


xoxo,
Lexie

Sunday, August 21, 2011

MysteryGame@Area47: THE WRITER, Episode 5

Tertatih-tatih akibat kakimu yang sakit, kamu menghampiri kertas-kertas yang dipenuhi gambar ala anak-anak yang ditempel di dinding. Terlihat tidak bermakna, namun pada saat kamu menaruh perhatian lebih lanjut, justru gambar-gambar itu menceritakan apa yang pernah terjadi di rumah ini. Sketsa rumah yang buruk, ditambah dengan gambar sepasang orang dewasa yang sedang menggandeng dua anak laki-laki yang masih kecil, menandakan rumah ini pernah ditinggali oleh keluarga kecil yang bahagia. Melihat bentuk mainan-mainan itu, sebagian tergolong cukup modern (meski tidak ada Thomas-Thomas-an apalagi Transformer), tentunya keluarga ini bukan keluarga bangsawan yang dimaksud. Kemungkinan keluarga itu pernah tinggal di sini sekitar 20-30 tahun lalu.

Kamu menyentuh gambar yang berisi muka anak kecil yang dicoret-coret, dengan tulisan MATI berwarna merah--dan perasaanmu langsung menjadi tidak enak. Gambar itu kelihatan mengerikan sekali. Artinya pun tidak kalah tragis. Salah satu dari kedua anak itu perlu disingkirkan. Dugaan awalmu adalah salah satu dari anak itu menderita penyakit tertentu. Oleh karena itu, dia harus diungsikan ke kamar di atas loteng.

Namun melihat monster itu, kamu tahu dugaanmu salah total.

Sebagai seorang penulis, kamu pandai menduga-duga--ditambah dengan logika dan kemampuan untuk menelaah fakta-fakta yang ada, kamu mulai mereka-reka, kejadian apa yang pernah terjadi di rumah mengerikan ini.

Saat kamu mendengar monster itu meraung "Mati!", kamu langsung menyadari bahwa monster itu pastilah orang yang mencoret-coret muka anak dalam gambar itu--sekaligus pelukis gambar tersebut. Yah, monster itu adalah salah satu dari kedua anak itu. Anak yang menuliskan kata MATI dalam gambar itu, dan anak yang mengukir kata MATI di ruang bawah tanah. Melihat ukuran badannya yang tidak biasa--dan anggota-anggota tubuhnya juga--tentunya dialah menderita penyakit yang menyeramkan--penyakit yang membuat pertumbuhan badannya melebihi manusia normal, penyakit yang berefek buruk pada kulitnya...

Kusta?

Ketakutan langsung mencekam hatimu. Amit-amit, jangan sampai kusta. Jangan sampai kamu ketularan penyakit mengerikan itu. Lagi pula, kusta kan memakan tubuhnya, bukannya membuat tubuhnya makin besar. Pasti ini penyakit lain, dan kamu hanya bisa berharap penyakit itu tidak menular.

Fokus. Fokus pada permasalahan.

Anak itu menderita penyakit, dan dia iri pada saudaranya yang sehat. Saudaranya pun diungsikan ke kamar atas, dihukum karena bernasib beruntung. Sementara itu, si anak sakit memaksa seluruh isi rumah untuk mencurahkan perhatian padanya. Namun, rupanya nasib berkata lain. Satu per satu pergi dari rumah itu--sisanya mati mendahului si anak sakit. Pada akhirnya, si anak sakit tumbuh menjadi monster sakit, hidup sendirian di rumah ini.

Kamu bertanya-tanya, siapa yang menjadi contact person si agen properti, orang yang menyewakan rumah ini? Apakah salah satu anggota keluarga yang melarikan diri?

"MATI!"

Gerungan di luar kamar membuatmu tersentak. Monster itu sudah mendekat. Kamu tidak tahu berapa lama pintu kamar bisa bertahan dari terjangan si monster, jadi kamu harus kabur secepatnya.

Kamu menarik tangga menuju loteng, lalu mendaki tangga itu sambil tersaruk-saruk dengan salah satu tangan memegang senjatamu. Kakimu makin sakit saja, tapi kamu harus menahannya demi menyelamatkan hidupmu. Kamu tiba di kamar gersang di atas loteng, dan merasakan kelegaan saat melihat sinar bulan menyeruak melalui jendela kecil di atas atap. Jendela kecil itu juga merupakan salah satu hal yang kamu andalkan: kalau memang semua jalan tertutup, hanya jendela inilah satu-satunya akses menuju luar rumah.

Kamu menarik tangga itu kembali ke atas. Dengan demikian, meskipun si monster sanggup menghancurkan pintu ruang bermain, dia takkan bisa mengejarmu ke atas sini. Di sana, kamu mulai berkonsentrasi. Kamu harus mencari sesuatu yang bisa kamu gunakan untuk menolongmu. Sesuatu yang bisa muat di dalam sakumu.

Kamu membuka laci nakas di samping tempat tidur, dan mendesah kecewa saat melihat isinya kosong. Kamu membuka lemari, yang ternyata juga kosong. Akhirnya, dengan putus asa kamu melongok ke bawah tempat tidur.

Tidak diduga, ada beberapa benda di bawahnya. Memang, hanya ada sedikit sekali benda yang berguna, tapi kamu tahu setiap benda pasti memiliki kegunaan tak terduga. Di sana ada botol plastik kecil, garpu, kotak pensil, dan tali rafia.

Saat kamu meraih benda itu, mendadak sebuah ide luar biasa terbersit dalam otakmu. Lalu, dengan penuh tekad, kamu pun memasang tangga dan turun kembali ke ruang bermain.

Baca episode berikutnya.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama panggilan DAN jawaban dari pertanyaan di bawah ini:

BENDA APAKAH YANG KAMU AMBIL DARI KOLONG TEMPAT TIDUR? (Pilih antara: botol plastik kecil, garpu, kotak pensil, tali rafia. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Di dalam email tersebut, tuliskan nilai HP dan EP dari episode 4 alias episode battle #1 yang diadakan minggu lalu.

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi.

Good luck, everybody!


xoxo,
Lexie

Sunday, August 14, 2011

MysteryGame@Area47: THE WRITER, Episode 4 (Battle #1)

Sejauh ini, kamu memiliki HP (Health Points) sebesar 100 pts. Dalam perjalananmu, setiap kali kamu menemukan kata-kata seperti (HP: -x), itu berarti HP-mu akan dikurangi dengan bilangan yang diwakili x. Sementara musuhmu memiliki 150 EP (Enemy Points), yang akan dikurangi setiap kali kamu bertemu kata-kata seperti (EP: -x). Siapkan kertas dan alat tulis. Ini saatnya kemampuan berhitungmu diuji bersamaan dengan keberanianmu!

Jika pada Episode 1 kamu memilih: 

1. Kamar depan yang terletak di sebelah ruang tamu, yang menghadap ke halaman depan, klik di sini
2. Kamar belakang yang terletak di dekat dapur, yang tidak jauh dari tangga menuju ruang bawah tanah, klik di sini
3. Salah satu dari dua kamar di lantai atas sekaligus satu-satunya kamar yang memiliki akses dekat ke kamar mandi, klik di sini

Perhatian: Jangan sampai salah klik, karena akan sulit sekali untuk kembali ke awal. 


DAPUR

Kamu berjalan menyeberangi dapur dan berjalan menuju pintu belakang. Di sini, cahaya bulan menyeruak melalui jendela, membuat sentermu tak terlalu berguna lagi. Kamu memutar pintu hendel, dan menyadari bahwa pintu itu terkunci. Aneh sekali, bukannya tadi kamu sempat mengambil senjata--saat ada tamu gaje yang mengetuk-ngetuk--dan tidak menguncinya setelah itu? Kenapa sekarang mendadak terkunci?

Mungkin saja hendel pintu itu hanya menyangkut. Toh pintu ini memang sudah tua, siapa tahu di dalamnya karatan banget. Kamu pun menggedornya kuat-kuat, namun pintu itu tetap tidak bisa dibuka. Akhirnya kamu memutuskan bahwa mungkin saja kamu lupa mengunci pintu dan mengeluarkan rencengan kunci dari sakumu. Kamu mencoba kunci berlabel 'Pintu Belakang', namun kunci itu sama sekali tidak bisa digerakkan pada saat kamu tancapkan pada lubangnya. sArghh, mengesalkan! Setelah semua yang kamu alami untuk tiba di sini, masalah sekecil ini memaksamu untuk kembali? Enak saja. Dikiranya kamu begitu gampang putus asa?

Kamu sudah siap untuk melakukan berbagai upaya untuk membuka pintu itu saat tercium bau yang sangat tidak enak dari belakang punggungmu. Bau yang mirip bau apek yang amat sangat, yang menyedot semua udara bersih, dan lebih parah lagi dari itu. Ada sesuatu yang mengingatmu pada luka-luka... Astaga, sepertinya itu bau nanah tapi dalam ukuran yang sangat bau.

Kamu menoleh dan berhadapan dengan makhluk paling menjijikkan yang pernah kamu lihat.

Klik di sini untuk melanjutkan.


GERGAJI


Kamu merunduk untuk menghindari tamparan itu dan menyelinap melalui bawah lengan si monster. Baunya luar biasa, tapi kamu harus bertahan demi menyelamatkan hidupmu. Yang perlu kamu lakukan hanyalah mencari celah supaya bisa menggunakan gergaji yang kamu pegangi dari tadi. Sial, gergaji itu sudah tumpul karena lama tak digunakan, tapi tadi kamu sempat membersihkannya dan mencobanya. Asal kamu berhasil mengayunkan benda itu dengan cukup keras hingga menancap di daging monster itu, kamu hanya perlu menariknya untuk menimbulkan satu luka besar.

Saat kamu sedang menahan napas supaya tidak menghirup bau asam yang menguar dari ketek si monster aneh, kamu menyadari bahwa titik lemah yang sedang kamu cari-cari itu ada di depan mata. Kamu mendorong gergaji itu sekuat tenaga ke atas, menancap tepat pada ketek si monster, lalu kamu tarik gergaji yang sudah menancap itu dengan sekuat tenaga. (EP: -30)

Darah encer menyembur ke samping mukamu, membuatmu spontan menutup mata. Si monster yang terluka menggerung dan mengayunkan pukulan dengan tangannya yang terluka. Kali ini pukulannya mengenai kepalamu. Kamu terlempar ke depan, tersuruk ke depan meja makan, dengan kepala yang seperti baru saja dihantam balok kayu. Sesaat penglihatanmu jadi gelap, namun kamu berhasil memaksakan diri untuk tetap berdiri. (HP: -10)

Saat kamu berhasil memulihkan penglihatanmu, kamu baru menyadari kenapa monster itu tidak menyerangmu lagi. Tangan kanannya kini tergantung-gantung dengan gaya tak wajar, sekalipun rupanya masih bisa digunakan. Namun, meski sangat kesakitan, monster itu juga sangat marah dengan apa yang telah kamu perbuat padanya. Dengan penuh rasa ngeri, kamu pun mengambil keputusan. Kamu mengambil langkah seribu, melarikan diri menuju ruangan depan.

Klik di sini untuk melanjutkan.


KAMAR DEPAN

Perlahan-lahan, kamu membuka pintu kamar, hanya secuil saja sehingga kamu bisa mengintai keadaan di luar. Sebelah kakimu menahan pintu, siap untuk menutupnya kembali kalau-kalau ada bahaya yang menerkam. Kamu menyorot sentermu ke luar, namun yang menyambutmu hanyalah kesunyian belaka. Sesaat kamu merasa ragu, tapi lalu kamu memutuskan untuk keluar dari kamar, karena itu lebih baik daripada memelototi ruangan gelap yang tak menyenangkan.

Klik di sini untuk melanjutkan.


GUNTING

Kamu menyembunyikan diri di balik sofa. Tanganmu menggenggam sebuah gunting besar yang tajam, tipe gunting yang mengundang respek dari orang yang menggunakannya dan harus diperlakukan dengan hati-hati supaya tidak melukai orang-orang di sekitarnya. Pengetahuan biologimu tidak terlalu dalam, tapi kamu tahu ada pembuluh arteri di bagian paha manusia--dan mungkin pada monster itu juga. Kalau kamu berhasil melukai pembuluh arteri itu, darah akan keluar tanpa henti dan monster itu akan mati kehabisan darah--kecuali kalau kamu memutuskan untuk menyelamatkannya.

Kamu menunggu dalam kegelapan. Jantungmu memukul-mukul dadamu dengan kuat, membuatmu ketakutan kalau-kalau suara itu menggema ke seluruh ruangan. Pada akhirnya, kamu mendengar bunyi napas yang perlahan, namun keras.

Monster itu sudah mendekat.

Tidak ada langkah yang terdengar. Hanya bunyi napas yang menandakan monster itu semakin mendekat. Untuk ukuran makhluk raksasa, gerakan monster ini tergolong cukup cepat dan tak bersuara. Mungkin itulah sebabnya dia berhasil lenyap begitu saja setelah mengetuk pintu tadi sore dan membuatmu kebingungan.

Tapi saat ini, mata kamu sudah mulai terbiasa dengan kegelapan. Saat kamu mengintip dari balik sofa, kamu bisa melihatnya--besar, pelan, dan hati-hati, menyeberangi ruangan dengan langkah pasti. Jantungmu berdebar semakin cepat saat dia berjalan menuju arahmu. Saat monster itu melewati sofa tempatmu bersembunyi, inilah saatnya kamu bertindak! Kamu mengayunkan gunting itu, keras dan cepat, pada paha monster itu. (EP:-20)

Gunting itu menancap dengan sempurna. Namun, tidak ada darah yang menyembur keluar. Kamu hanya bisa terpana di tempat saat monster itu berteriak luar biasa keras. Saking syoknya, kamu tidak sadar bahwa dia sudah berhasil mencabut gunting itu. Yang kamu tahu adalah mendadak saja gunting itu dilemparkan ke arahmu--tidak terlalu tepat, tapi berhasil mengenai betismu. Berhubung kamu manusia biasa, luka serempet itu pun mengeluarkan darah segar. (HP: -20)

Tapi luka itu tidak boleh menghalangimu. Saat ini si monster mengalami luka yang lebih parah darimu, dan luka itu memberimu kesempatan. Kamu pun lari ke atas tangga dan, dengan upaya mati-matian, menyelamatkan hidupmu sendiri.

Klik di sini untuk melanjutkan.


KOTAK PERALATAN


Kamu merunduk untuk menghindari tamparan itu dan menyelinap melalui bawah lengan si monster. Baunya luar biasa, tapi kamu harus bertahan demi menyelamatkan hidupmu. Yang perlu kamu lakukan hanyalah mencari celah supaya bisa menggunakan senjata-senjatamu, yaitu empat buah obeng yang kamu keluarkan dari kotak peralatan. Senjata-senjata itu kecil, dua di antaranya sudah karatan, namun pasti akan bisa mengakibatkan luka yang cukup berarti jika kamu pandai-pandai menggunakannya.

Saat kamu berhasil meloloskan diri dari si monster, kamu menyadari bahwa bagian belakang lehernya merupakan sasaran empuk. Dengan menggunakan tenaga semaksimal mungkin, kamu menghunjamkan salah satu obeng pada punggung bagian atas monster itu. Obengmu menusuk tak terlalu dalam, tapi monster itu langsung berteriak kesakitan.

Monster itu memutar tubuhnya dan menamparmu hingga kau jatuh terpelanting ke salah satu sudut ruangan. Rasanya sakit sekali, tapi kamu harus tetap bergerak. Luka pertama yang kamu sebabkan tidak cukup untuk melumpuhkannya. Kamu tidak sampai hati untuk membunuhnya, tapi kamu juga tidak mau belas kasihan membuatmu terbunuh.

Kamu meloncat bangkit dan menyerang lagi. Kali ini kamu mengincar pahanya, yang tidak sulit untuk dicapai saat kamu merunduk untuk menghindari pukulan tangannya. Sial, pahanya itu keras seperti batang pohon! Obeng keduamu patah, dan kamu terpelanting lagi saat dia menendangmu dengan kaki yang kamu serang itu. Kamu sempat menghindar dari lututnya, tapi kamu tidak berhasil menghindari telapak kakinya yang mengenai perutmu. Seluruh isi perutmu rasanya seperti remuk, dan kamu nyaris tak sanggup berdiri lagi. (HP: -12)

Monster itu senang melihatmu tidak berdaya. Dia mengangkat tangannya, siap untuk memberimu pukulan terakhir. Kamu tidak sudi untuk menyerah. Kamu tahan semua rasa sakitmu, lalu kamu melompat ke pinggiran saat tinju itu menghantam dinding dan menembusnya. Kamu hanya bisa terbelalak, menyadari bahwa kamu pasti akan remuk kalau sampai tinju itu mengenaimu. Tapi gerakanmu cepat. Sebelum dia menarik tangannya dari dinding, kamu menusuk lengannya dengan obengmu yang ketiga. Seperti serangan pertamamu, obeng itu tidak menusuk terlalu dalam, tapi membuat monster itu berteriak lagi.

Untuk keempat kalinya, kamu menyerang lagi. Kali ini kamu sengaja menjatuhkan diri sebelum dia mencapaimu, lalu menancapkan obengmu yang terakhir di telapak kakinya. Kali ini seranganmu menembus telapak kakinya, dan monster itu langsung jatuh berlutut sambil menggerung kesakitan.

Celaka. Kamu terbaring di bawah lantai, dan, meski sedang berlutut, monster itu menjulang di atasmu!

Kamu berguling saat monster itu melayangkan tinjunya ke arah mukamu. Tinju itu mengenai lantai, dan sepertinya menembusnya. Kamu tidak mau repot-repot memastikannya karena kamu terlalu sibuk menyelamatkan diri. Kamu pikir, semua luka itu pasti sudah cukup untuk memperlambat gerakan si monster aneh. (EP:-25)

Jadi, kamu pun melarikan diri ke ruangan depan.

Klik di sini untuk melanjutkan.


SANG MONSTER


Makhluk itu mirip manusia, namun dengan ukuran yang jauh melebihi rata-rata. Tubuhnya sangat tinggi--mungkin hampir dua meter tingginya--dan besarnya tidak kira-kira. Dibandingkan dengannya, tubuhmu terasa kecil dan rapuh. Tenagamu takkan ada artinya bila harus menghadapinya. Namun bukan hanya ukuran tubuhnya yang membuatmu terperangah. Matanya sangat besar, seolah-olah nyaris keluar dari kelopak matanya, dengan pupil yang memenuhi bagian putih mata itu, membuatmu tersadar bahwa orang inilah yang mengetuk-ngetuk pintu depan tadi sore. Namun bukan hanya tubuh dan matanya yang ukurannya melebihi ukuran manusia biasa, melainkan juga hidungnya yang bengkok, mulutnya yang meringis memperlihatkan gigi-gigi besar dan hitam, dan bibirnya yang tebal.

Yang paling mengerikan adalah kulit makhluk tersebut. Kulit itu mengelupas, memperlihatkan daging berwarna putih dan merah muda yang menebarkan bau busuk nanah yang tercium olehmu tadi. Sedangkan bau apek berasal dari perban-perban kecokelatan yang sepertinya digunakan oleh makhluk tersebut untuk menutupi kulit-kulit yang mengelupas itu. Sekilas makhluk itu mirip mumi, tapi mumi tak bisa merasakan kesakitan. Sebaliknya, wajah makhluk ini selalu berkerut-kerut--seolah-olah dia selalu meringis kesakitan akibat luka-luka yang mengelupas tersebut.

Saat kamu sedang terpana dengan muka ngeri bercampur takjub, makhluk yang mirip monster itu menggeram padamu, "Mati!" seraya menampar ke arahmu.

Dan saat maut mendekatimu, kamu pun menyadari apa yang terjadi di rumah itu.

Jika pada Episode 2 kamu memilih: 

1. Gergaji, klik di sini.
2. Kotak peralatan, klik di sini.
3. Pompa, klik di sini.
4. Dongkrak, klik di sini.
5. Alat pemanggang outdoor, klik di sini.

Perhatian: Jangan sampai salah klik, karena akan sulit sekali untuk kembali ke awal. 


KAMAR BELAKANG

Kamu merasa bersyukur, kotak sekring itu tidak jauh dari kamarmu. Tapi itu tidak mengendurkan kewaspadaanmu. Ada tangga bawah tanah mengerikan yang harus kamu waspadai. Saat kamu membuka pintu kamarmu, pandanganmu--yang dibantu oleh cahaya senter--langsung tertuju ke sana. Namun tidak ada yang mencurigakan. Perlahan-lahan, kamu pun menapakkan kakimu keluar.

Klik di sini untuk melanjutkan.


PAKU PAYUNG

Di tengah-tengah ruang tamu, kamu menebarkan semua paku payung yang berbuntut runcing, yang untungnya tidak berkilauan di ruangan gelap itu, namun ketajamannya telah kamu uji saat menebarkan semuanya. Setelah itu, kamu menyembunyikan diri di balik sofa yang terletak tak jauh semua paku payung itu. Di tanganmu ada paku payung terakhir, yang berguna untuk memancing si monster untuk melewati jebakan yang sudah kamu persiapkan itu. Kamu berpikir, seandainya kamu bisa membuatnya menginjak-injak payu payung itu, kamu akan berhasil melumpuhkannya. Dia takkan bisa berjalan lagi dan mengejarmu ke mana-mana. Kamu akan punya lebih banyak waktu untuk membuat rencana dan meloloskan diri.

Kamu menunggu dalam kegelapan. Jantungmu memukul-mukul dadamu dengan kuat, membuatmu ketakutan kalau-kalau suara itu menggema ke seluruh ruangan. Pada akhirnya, kamu mendengar bunyi napas yang perlahan, namun keras.

Monster itu sudah mendekat.

Tidak ada langkah yang terdengar. Hanya bunyi napas yang menandakan monster itu semakin mendekat. Untuk ukuran makhluk raksasa, gerakan monster ini tergolong cukup cepat dan tak bersuara. Mungkin itulah sebabnya dia berhasil lenyap begitu saja setelah mengetuk pintu tadi sore dan membuatmu kebingungan.

Tapi saat ini, mata kamu sudah mulai terbiasa dengan kegelapan. Saat kamu mengintip dari balik sofa, kamu bisa melihatnya--besar, pelan, dan hati-hati, menyeberangi ruangan dengan langkah pasti. Jantungmu berdebar semakin cepat saat dia berjalan menuju arahmu. Kamu memutuskan untuk bertindak sekarang juga! Kamu melemparkan paku payung terakhir ke tengah-tengah ruangan, dan monster itu langsung menoleh ke sana. Entah monster itu memang tidak punya otak atau dia terlalu haus darah, dia langsung berjalan ke arah paku payung itu. Ada kepuasan merebak di hatimu saat kamu mendengar monster itu menginjak paku-paku itu dan meraung kesakitan. (EP: -20)

Sayangnya, monster itu terlalu cerdas untuk menghindari daerah jebakan dan tidak lagi menginjak paku payung yang lain, melainkan berlari ke arahmu! Kamu segera melarikan diri melewatinya. Sialnya, ada sejumlah paku payung yang mungkin menyeruak jauh dari daerah jebakan, mungkin akibat diinjak-injak si monster, dan kamu menginjak beberapa di antaranya. Lebih parah lagi, salah satunya menancap di tumitmu dengan sempurna. Gila, sakitnya luar biasa! Apakah kaki monster itu juga tertancap paku payung? Kalau iya, kenapa dia masih sanggup berlari sementara kini kamu merasa lumpuh? (HP: -25)

Menyadari rencanamu gagal, kamu pun melakukan satu-satunya hal yang terpikir saat ini: lari ke atas tangga sambil melepaskan paku payung sialan itu dari telapak kakimu. Kakimu berdarah, tapi kamu tidak memedulikannya. Yang lebih penting adalah menyelamatkan hidupmu.

Klik di sini untuk melanjutkan.


POMPA


Kamu melompat mundur dan mengayunkan pompa yang kamu bawa-bawa. Benda ini memang praktis, kamu bisa mengayunkan pompanya sehingga kabelnya berfungsi sebagai pecut, atau kamu bisa menggunakan pompa itu sendiri untuk memukul. Saat ini, dengan kabel itu, kamu berhasil mengenai muka si monster menjijikkan dengan telak--lebih tepatnya lagi, mengenai hidungnya yang segede buah pir itu. Monster itu pun meraung keras karena sakit--dan itu sama sekali tidak bagus, karena itu membangkitkan kemarahannya.

Saat kamu memecut untuk yang kedua kalinya, monster itu berhasil menangkap ujung kabel. Kamu berteriak saat dia menarik ujung kabel itu sekaligus dirimu. Kamu bisa saja melepaskan pompa itu, tapi kamu tidak ingin menyerahkan senjatamu begitu cepat. Akibatnya, dia berhasil menghantamkan dirimu ke dinding. Rasanya tubuhmu seperti remuk. (HP:-10)

Belum sempat kamu memulihkan diri, monster itu sudah menarik kabel pompa lagi dan menyeretmu mendekat. Sekarang kamu punya dua pilihan: melepaskan pompa itu atau menyerangnya dengan sisa-sisa tenagamu. Kamu memilih yang kedua. Saat kamu mendekat dengan kecepatan tinggi, kamu menusukkan pompa itu ke mukanya. Pompa itu tidak tajam, jadi tidak menembus mukanya--namun benda itu menyebabkan hidungnya patah. Kamu bisa merasakan percikan darah akibat luka yang kamu berikan padanya. (EP: -25)

Namun kamu tidak bodoh. Kamu tidak punya senjata lagi. Kamu tidak bisa mengandalkan keberuntungan untuk menang. Jadi, tanpa menunggu lagi, kamu pun melarikan diri ke ruangan depan.

Klik di sini untuk melanjutkan.


RUANG TAMU

Kamu tiba di ruang tamu. Ruangan itu jauh lebih gelap daripada dapur, tapi kamu memutuskan untuk tidak mengeluarkan sentermu. Lebih baik menjadikan kekurangan yang ada sebagai rekan perjuanganmu--dalam hal ini adalah kegelapan. Kamu mencoba membuka pintu depan, akan tetapi, sama seperti pintu belakang tadi, pintu itu terkunci. Namun kali ini pintu itu dikunci atas kemauanmu. Kamu membuka selot dan mencari-cari kunci berlabel 'Pintu Depan'. Sial, dalam kegelapan ini, susah sekali menemukan kuncinya. Apalagi tanganmu gemetaran banget.

Setelah mencari-cari dengan frustrasi, akhirnya kamu berhasil menemukan kunci keparat itu juga! Kamu memasukkan kunci ke dalam lubangnya dengan susah payah--gara-gara kegelapan dan tanganmu yang gemetaran--namun saat kunci itu berhasil menancap dan berputar, pintu itu tetap tidak bisa dibuka. Arghhhh! Ada apa dengan semua pintu di rumah ini? Apa ini berarti kamu terkunci di dalam rumah dan tidak bisa keluar lagi?

Kamu bisa saja langsung berlari ke atas dan menyembunyikan diri, tapi kamu memutuskan untuk menyerang lagi. Kali ini, kamu akan menggunakan benda yang selama ini tersimpan di dalam sakumu.

Jika pada Episode 3 kamu memilih: 

1. Gunting, klik di sini.
2. Paku payung, klik di sini.
3. Pemberat kertas, klik di sini.
4. Mouse, klik di sini.

Perhatian: Jangan sampai salah klik, karena akan sulit sekali untuk kembali ke awal. 


KAMAR ATAS

Perlahan-lahan, kamu membuka pintu kamar, hanya secuil saja sehingga kamu bisa mengintai keadaan di luar. Sebelah kakimu menahan pintu, siap untuk menutupnya kembali kalau-kalau ada bahaya yang menerkam. Kamu menyorot sentermu ke luar, namun yang menyambutmu hanyalah kesunyian belaka. Sesaat kamu merasa ragu, tapi lalu kamu memutuskan untuk keluar dari kamar, karena itu lebih baik daripada memelototi ruangan gelap yang tak menyenangkan.

Klik di sini untuk melanjutkan.


PEMBERAT KERTAS

Kamu menyembunyikan diri di balik sofa. Tanganmu menggenggam pemberat kertas yang keras dan mantap, lebih keras dari batu bata, dengan ujung-ujung yang tajam dan berbahaya. Kalau kamu sanggup memecahkan tempurung lutut si monster dengan menggunakan senjatamu itu, kamu akan berhasil melumpuhkannya. Dia takkan bisa berjalan lagi dan mengejarmu ke mana-mana. Kamu akan punya lebih banyak waktu untuk membuat rencana dan meloloskan diri.

Kamu menunggu dalam kegelapan. Jantungmu memukul-mukul dadamu dengan kuat, membuatmu ketakutan kalau-kalau suara itu menggema ke seluruh ruangan. Pada akhirnya, kamu mendengar bunyi napas yang perlahan, namun keras.

Monster itu sudah mendekat.

Tidak ada langkah yang terdengar. Hanya bunyi napas yang menandakan monster itu semakin mendekat. Untuk ukuran makhluk raksasa, gerakan monster ini tergolong cukup cepat dan tak bersuara. Mungkin itulah sebabnya dia berhasil lenyap begitu saja setelah mengetuk pintu tadi sore dan membuatmu kebingungan.

Tapi saat ini, mata kamu sudah mulai terbiasa dengan kegelapan. Saat kamu mengintip dari balik sofa, kamu bisa melihatnya--besar, pelan, dan hati-hati, menyeberangi ruangan dengan langkah pasti. Jantungmu berdebar semakin cepat saat dia berjalan menuju arahmu. Saat monster itu melewati sofa tempatmu bersembunyi, inilah saatnya kamu bertindak! Kamu mengayunkan pemberat kertas itu, keras dan cepat, dengan salah satu ujung mengarah pada tempurung lutut monster itu. Terdengar bunyi gemeretak yang sangat keras saat senjatamu beradu dengan lutut si monster. (EP:-25)

Kamu hanya bisa terpana di tempat saat monster itu berteriak luar biasa keras. Pemberat kertas itu terlepas dari genggamanmu. Kamu menyadari inilah saat yang tepat bagimu untuk melarikan diri, mumpung monster itu sedang fokus dengan luka yang dideritanya. Kamu berbalik, tanpa mengetahui bahwa monster itu memungut senjatamu, lalu melemparkannya kembali padamu. Benda itu mengenai betismu, keras dan tajam. Rasanya sakit luar biasa, sampai-sampai kamu tidak merasakan darah yang mulai mengalir. (HP:-20)

Tapi luka itu tidak boleh menghalangimu. Saat ini si monster mengalami luka yang lebih parah darimu, dan luka itu memberimu kesempatan. Kamu pun lari ke atas tangga dan, dengan upaya mati-matian, menyelamatkan hidupmu sendiri.

Klik di sini untuk melanjutkan.


DONGKRAK

Kamu menangkis serangan itu dengan dongkrak yang kamu bawa. Namun tenaga monster itu terlalu kuat. Dongkrak itu terdorong ke belakang, dan kamu sendiri juga ikut mundur. Tetap saja, tanganmu jadi kesemutan karenanya.

Lebih parah lagi, si monster raksasa mulai merebut dongkrak itu darimu. Kamu berusaha mempertahankan senjata utamamu itu--usaha yang sia-sia, karena tenaga monster aneh itu jauh lebih besar darimu. Saat dia mengangkat dongkrak itu, kamu jadi ikut terangkat. Kamu menggerak-gerakkan kakimu yang melayang di udara, berharap bisa mendapatkan pijakan atau bantuan apa pun yang bisa kamu dapatkan. Lagi-lagi, harapan yang sia-sia.

Monster itu melemparkan dongkrak sekaligus dirimu. Kamu terpental hingga menembus dinding menuju ruang penyimpanan makanan, dengan dongkrak menekan perutmu. Kepalamu mulai berdarah akibat tergores kayu dari dinding yang melesak, namun untunglah, selain kepala berdarah dan tulang-tulang yang nyaris remuk, tidak ada luka lain yang mencemaskan. (HP: -15)

Monster itu menggerung keras lagi laksana King Kong yang bakalan mengamuk. Namun dia tidak mendekatimu--bahkan, sepertinya dia tidak memperhatikanmu. Mungkin dia kira kamu sudah mati. Kamu berusaha membebaskan diri dari kungkungan dinding kayu tanpa membuat gerakan yang mencolok, sembari meyakinkan diri bahwa seluruh anggota badanmu masih utuh. Lalu di saat monster itu membelakangimu, kamu berdiri, merenggangkan tubuh sejenak dan mempersiapkan diri, lalu berlari sekencang-kencangnya ke arah monster itu dan menghantamkan dongkrak itu pada kepalanya. (EP: -20)

Monster itu tersungkur gara-gara serangan telakmu pada kepalanya. Namun kamu tahu, serangan itu tak berarti apa-apa karena tidak ada darah yang keluar. Maka, berhubung kamu orang cerdas, tentu saja kamu kabur dari ruangan itu dan berlari menuju ruangan depan.

Klik di sini untuk melanjutkan.


LANTAI ATAS

Kamu berhasil tiba di ujung atas tangga. Kamu mengintip ke bawah, dan melihat monster itu baru mencapai tangga. Kamu menatap pintu-pintu di depanmu dengan mata nyalang. Ada banyak ruangan di lantai atas, dan kebanyakan memiliki jendela--namun semua jendela itu diberi teralis. Berlindung di ruangan tanpa akses lain untuk melarikan diri sama saja dengan terjebak. Kalau sampai pintu berhasil dijebol oleh si raksasa, riwayatmu pasti akan tamat dan takkan pernah bersambung lagi. Mengenaskan.

Tidak, kamu tidak ingin hal itu terjadi. Kamu tidak boleh menyerah. Pasti ada satu tempat di mana kamu bisa berlindung dan ada akses yang memungkinkanmu untuk melarikan diri.

Benar juga. Ruangan yang itu!

Kamu pun menghambur ke pintu salah satu ruangan dan membukanya.

Klik di sini untuk melanjutkan.


RUANG TAMU

Kamu berjalan selangkah demi selangkah, sesekali mengecek ke belakangmu, berhubung kamu bukan anak ingusan yang tak tahu apa-apa. Kamu sudah sering nonton film horor, dan kebanyakan korban tolol yang disergap adalah orang yang tidak memperhatikan apa yang ada di balik punggung. Saat pandanganmu--yang dibantu oleh senter--mengarah pada lukisan wanita berambut panjang itu, kamu tercekat. Wanita itu menatap padamu, menyeringai lebar dengan wajah keji yang membuatnya tidak terlihat cantik lagi. Tidak mungkin ini lukisan yang kamu lihat tadi sore. Pasti ada sesuatu yang berubah. Saking takutnya, kamu melangkah mundur. Jantungmu mencelos saat kamu menginjak udara kosong. Kamu lupa ada undakan menurun di dekat sofa. Akibatnya, kamu terjatuh ke belakang. Kepalamu menghantam pinggiran meja yang ada di dekat sofa, membuat pandanganmu berkunang-kunang selama beberapa saat. Kamu berhasil bangkit berdiri dan meneruskan perjalananmu, meski kepalamu masih sedikit pusing. (HP: -4)

Klik di sini untuk melanjutkan.


MOUSE

Kamu menyembunyikan diri di balik sofa dengan mouse di tanganmu. Rencanamu kali ini benar-benar nekat. Kamu berniat menjegal monster itu dengan kabel mouse, lalu mematahkan kakinya dengan kedua tanganmu. Yep, ada kemungkinan dia akan bangkit berdiri dan melemparkanmu ke sudut ruangan, di mana dia akan menginjak-injakmu sampai mati. Tapi kamu tidak bisa terus melarikan diri kan? Kamu bukan korban dalam film horor. Tidak ada keberuntungan yang akan membuatmu selamat. Kamu harus berusaha keras dan bangkit melawan kalau kamu ingin tetap hidup.

Kamu menunggu dalam kegelapan. Jantungmu memukul-mukul dadamu dengan kuat, membuatmu ketakutan kalau-kalau suara itu menggema ke seluruh ruangan. Pada akhirnya, kamu mendengar bunyi napas yang perlahan, namun keras.

Monster itu sudah mendekat.

Tidak ada langkah yang terdengar. Hanya bunyi napas yang menandakan monster itu semakin mendekat. Untuk ukuran makhluk raksasa, gerakan monster ini tergolong cukup cepat dan tak bersuara. Mungkin itulah sebabnya dia berhasil lenyap begitu saja setelah mengetuk pintu tadi sore dan membuatmu kebingungan.

Tapi saat ini, mata kamu sudah mulai terbiasa dengan kegelapan. Saat kamu mengintip dari balik sofa, kamu bisa melihatnya--besar, pelan, dan hati-hati, menyeberangi ruangan dengan langkah pasti. Jantungmu berdebar semakin cepat saat dia berjalan menuju arahmu. Saat monster itu melewati sofa tempatmu bersembunyi, inilah saatnya kamu bertindak! Kamu menjerat kedua kakinya dengan kabel mouse dan menariknya keras-keras. Si monster raksasa pun jatuh terjerambap dan mukanya menghantam lantai dengan keras. Tanpa ampun, kamu duduk di atas kedua kakinya--dan mulai menarik kaki kanannya ke belakang dengan sekuat tenaga. Si monster meraung keras dan semakin keras lagi saat terdengar bunyi retak yang sangat keras. (EP:-30)

Karena kesakitan yang amat sangat, monster itu memberontak hebat--dan kamu terlempar ke depan tangga. Pergelangan kakimu tertekuk dan terkilir, membuatmu mengernyit kesakitan. Kamu menoleh ke belakang, dan melihat si monster sedang meratapi kakinya yang patah. Ini kesempatanmu untuk kabur. Kamu pun mendaki tangga dan berlari untuk menyelamatkan hidupmu. (HP: -15)

Klik di sini untuk melanjutkan.


ALAT PEMANGGANG OUTDOOR

Kamu melompat mundur, sementara kedua tanganmu bersiaga. Sentermu tak dibutuhkan lagi, jadi kamu bisa menggunakan kedua tanganmu untuk memegang senjata. Tangan kirimu memegangi bagian alat pemanggang yang berbentuk pinggan dari besi, yang kini kamu jadikan perisau, sementara ketiga kaki alat pemanggang kamu copot hingga menjadi tongkat yang bisa kamu gunakan sebagai senjata--apalagi bagian ujung dari setiap kaki itu cukup runcing.

Si monster raksasa menyerang lagi, dan kamu merunduk sekaligus melindungi kepalamu dengan perisai. Sementara itu, kamu menyerang bagian perutnya yang tak terjaga sama sekali. Perutnya tidak six-pack, tapi masih tak tertembuskan olehmu. Kamu berguling saat monster itu menyerangmu lagi, dan berhasil menempatkan diri di belakang si monster. Kamu menggunakan kaki alat pemanggang yang pertama untuk menombak bagian belakang lutut si monster. Meski tidak berhasil menembus tempurung lutut yang keras, alat pemanggang itu tertancap dan si monster langsung berlutut sambil berteriak kesakitan.

Ini saatnya kamu bertindak, mumpung si monster sedang meraung-raung lantaran kakinya yang lumpuh. Kamu menombak lagi dengan kaki alat pemanggang yang kedua--dan benda itu berhasil mengenai bahu si monster. Lagi-lagi tubuhnya terlalu keras untuk ditembus, tapi yang penting kamu berhasil melukainya.

Kamu langsung melancarkan serangan terakhir. Sayangnya, serangan terakhir ini berhasil ditangkis oleh si monster. Dia merebut kaki alat pemanggangmu yang terakhir dan membalas menombakmu. Kamu melompat dan berhasil menghindari serangan itu. Namun si monster yang sudah marah banget tidak berniat mengambil jeda. Dia meraih ke depan seakan-akan ingin menjambak kulit mukamu--dan dia mungkin saja berhasil kalau saja kamu tidak menggunakan perisai. Sebagai gantinya, perisaimu itulah yang akhirnya berhasil dijambak oleh si monster.

Sekarang kamu tidak punya senjata dan perisai. Kamu merasa tak berdaya dan bakalan mati diterkam si monster gila. Namun mendadak kamu menyadari bahwa kaki alat pemanggangmu yang ketiga tertancap tak jauh dari situ. Kamu segera berlari ke sana dan menariknya. Namun bukan hanya kamu yang menyadari hal itu. Si monster, meski kesakitan karena luka-luka yang kamu perbuat, segera berlari ke arahmu juga. Kamu menarik-narik tombak itu, dan berusaha tak mengacuhkan kenyataan bahwa monster itu semakin mendekatimu.

Monster itu akhirnya berhasil menghampirimu. Dia menjambak rambutmu, siap untuk melancarkan serangan terakhir. Tapi pada saat itu juga, kamu berhasil mencabut tombak itu dan menancapkan ke perutnya. Wajah si monster tampak syok, akan tetapi lalu dia mencoba menarik keluar tombak itu. (EP: -30)

Kamu sadar, betapapun banyaknya luka yang sudah kamu perbuat pada monster itu, dia masih bukan tandinganmu. Karena itu, kamu pun mengambil langkah seribu dan kabur ke ruangan depan. (HP: -5)

Klik di sini untuk melanjutkan.


LANTAI ATAS

Saat melewati kamar mandi, kamu menyorot sentermu ke dalamnya. Terdengar suara air menetes, pelan saja, namun dari jarak sedekat ini terasa mengganggu. Kamu memutuskan untuk memeriksa kamar mandi itu--minimal mengencangkan keran sialan itu. Saat kamu masuk ke dalam kamar mandi itu, kamu merasakan sesuatu melintas di belakangmu. Kamu menoleh dengan cepat, namun tidak menemukan apa-apa. Mungkin hanya angin saja. Kamu mengencangkan keran hingga tidak ada air yang menetes lagi, lalu keluar dari kamar mandi. Saat hendak menuruni tangga, mendadak kamu tersandung sesuatu. Brengsek, rupanya si kucing tak tahu terima kasih! Rupanya dialah sesuatu yang melintas di belakangmu tadi--dan kini, gara-gara dia, kamu terjatuh dari tangga. Hanya peganganmu yang erat yang berhasil menghindarkanmu dari patah leher. Namun kini pergelangan kakimu terkilir. Kamu meringis. Sedikit sakit, tapi bukan halangan untuk orang setangguhmu. Kamu pun meneruskan perjalanan. (HP: -3)

Klik di sini untuk melanjutkan.


RUANG BERMAIN

Ya, inilah satu-satunya ruangan di mana kamu bisa menyelamatkan diri. Ada tangga menuju loteng, dan seingatmu jendela di loteng tidak diberi teralis. Mungkin kamu bisa memanjat ke atas atap dan turun melalui apa sajalah yang ada. Harapan membuncah di dalam hatimu. Kamu pasti bisa meloloskan diri!

Kamu menutup pintu dan menguncinya dengan kunci berlabel 'Ruang Bermain'. Sesaat kamu merasa ada yang memperhatikanmu dari belakang. Kamu menoleh dengan cepat dan panik. Tapi yang ada di hadapanmu hanyalah mainan-mainan anak kecil. Mobil-mobilan dan kereta api yang sudah rusak, jam-jam yang tidak berdetak lagi, gasing dan balok-balokan, serta boneka-boneka bermata kosong.

Kamu bergidik. Pastilah tatapan yang kamu rasakan berasal dari boneka-boneka itu.

Kamu menghampiri tumpukan mainan itu. Memang semua ini hanyalah mainan anak-anak, tapi mungkin saja ada sesuatu yang berguna bagimu di sini. Kamu mencari-cari dan menemukan sejumlah barang yang tampaknya masih bisa digunakan: kapal di dalam botol, ukulele, seprei anak-anak, dan layang-layang. Sayangnya, berhubung semua itu berukuran cukup besar, kamu hanya bisa membawa satu barang.

Dan sekali lagi, kamu diingatkan siapakah monster yang sudah menyerangmu itu.

Baca episode berikutnya.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:


Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama panggilan diikuti dengan jawaban atas pertanyaan ini:

MAINAN APAKAH YANG KAMU PILIH? (Pilih antara: kapal di dalam botol, ukulele, seprei anak-anak, dan layang-layang. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi. Jangan sampai telat ya mengirimkan jawabannya!

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

Tuesday, August 9, 2011

Pengumuman Hasil Kuis OBSESI VS PMHM

Hai teman-teman!

Pertama-tama Lexie ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi yang udah mengikuti kuis OBSESI VS PMHM. m(_ _)m Jawaban kalian semua bagus-bagus, bikin aku kesulitan banget memilih pemenangnya. Makanya, bagi yang belum terpilih, jangan sedih atau kecewa ya. Itu bukan karena jawaban kalian kurang bagus, tapi memang belum beruntung aja. Jadi jangan kapok ya ikut kuis-kuisku. Yakin deh suatu saat kalian bisa jadi pemenang juga. ^^v

Hasil dari kuis ini sangat menarik. Dari 29 peserta, yang lebih suka OBSESI ada 17 orang, sedangkan yang lebih suka PMHM ada 12 orang. WOW. Lexie sangat terkesan dengan hasilnya. Semoga nanti Permainan Maut juga bisa bersaing dengan OBSESI dan PMHM ya! \(^.^)/

Nah, tanpa berlama-lama lagi, inilah nama pemenangnya:

2 PEMENANG YANG MEMILIH OBSESI SEBAGAI HADIAH
Ainun 17 tahun, Universitas Ciputra, Surabaya dan
Arip, 23 tahun, Akademi keperawatan

2 PEMENANG YANG MEMILIH PMHM SEBAGAI HADIAH
Rindang, 14 tahun, SMAN 1 Cileungsi dan
Ratna, 17 tahun, sudah lulus SMA & baru mau kuliah

HADIAH UNTUK PESERTA TERMUDA
Eyin, 11 tahun, SD 009 Bintim

Buat para pemenang, selamat ya! Jangan lupa kirimkan data alamat dan nomor telepon padaku di lexiexu47@gmail.com, supaya aku bisa mengirimkan bukunya secepatnya setelah kiriman dari GPU tiba (sekarang belum tiba, jadi harap sabar ya!).

♥ Until next time... 

xoxo,
Lexie

Sunday, August 7, 2011

MysteryGame@Area47: THE WRITER, episode 3

... tidak ada orang di balik pintu.

Tidak. Tidak mungkin. Kamu menengok ke kanan dan ke kiri, dan melakukannya sekali lagi untuk meyakinkan dirimu. Kamu menyadari bahwa gerakanmu sedikit lebih liar daripada yang seharusnya, namun kamu tidak peduli. Yang lebih penting adalah kesunyian yang begini mustahil. Jelas-jelas tadi ada yang membalas tatapanmu dari balik pintu. Sekarang, ke mana perginya pemilik mata yang besarnya melebihi rata-rata itu?

Sial, tidak ada orang begini malah lebih seram ketimbang ada.

Lalu sebuah pikiran tak menyenangkan terbersit dalam pikiranmu.

Jangan-jangan, yang mengetuk pintu tadi bukan manusia.

Tidak. Kamu menggeleng. Kamu akui, kamu memang gampang ketakutan saat mendengar cerita-cerita horor. Tapi itu tidak berarti kamu memercayai adanya hantu. Kamu orang yang selalu mengandalkan logika, sementara hantu-hantuan sama sekali tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat. Jadi, sampai ada bukti nyata soal hantu atau makhluk halus, kamu akan tetap berasumsi oknum pengetuk pintu tadi adalah manusia biasa yang bermuka seram. Mungkin mukanya seram karena jelek.

Mulai deh kebiasaan jelekmu. Kalau lagi takut, kamu jadi sering menghina-hina orang.

Untuk meyakinkan dirimu, kamu mengecek sekali lagi sebelum akhirnya menutup pintu dan memasang selotnya. Namun karena masih merasa tidak aman, kamu mengeluarkan rencengan kunci yang diberikan si agen properti, mencari-cari kunci berlabel "Pintu Depan", lalu menguncinya. Saking lelahnya dengan semua pengalaman ini, kamu bersandar pada pintu. Tatapanmu bertabrakan dengan mata wanita dalam lukisan.

Kamu berani bersumpah senyumnya semakin lebar.

Oke, sekarang kamu merasa mulai sinting. Coba kamu tidak sok-sokan datang sendirian, melainkan membawa salah satu temanmu yang tentunya bakalan girang diberi posisi Asisten Penulis Muda, tidak peduli tugasnya adalah membersihkan kamar mandi dan mengusir hantu. Kamu mempertimbangkan untuk memanggil mereka ke sini. Tapi sebelumnya, kamu harus membersihkan senjata penuh debu yang sudah mulai membuatmu bersin-bersin.

Nah, sekarang kamu sudah punya senjata yang bisa kamu andalkan. Dengan perasaan yang lebih tenang, kamu membuat makan malam sederhana berupa nasi dengan telor orak-arik. Mungkin karena mencium bau makanan, si kucing muncul lagi. Terpikir olehmu, kucing ini lebih gendut dari yang seharusnya. Maksudmu, kalau dia hobi berkeliaran di rumah ini, kan tidak ada yang memberinya makanan. Kok bisa-bisanya dia subur begini?

"Mungkin kalo lo bisa ngomong, lo bisa cerita banyak ya soal rumah ini," katamu keras-keras sambil menyendokkan sebagian telormu ke piring kecil untuk si kucing.

Si kucing hanya menatapmu dengan sepasang matanya yang berbentuk bulan sabit kembar yang berbeda warna. Tampangnya kelihatan misterius. Mungkin dia memang sudah melihat hal, dan mungkin kamu tidak ingin tahu apa yang sudah pernah dilihatnya. Minimal, kamu tidak ingin melihat secara langsung bagaimana dia memburu tikus-tikus di ruang bawah tanah.

"Yuk, Cink, kita makan bareng di kamar gue. Biar lo kecil dan jelek, lumayan lah daripada harus makan sendirian."

Dengan ekor yang bergoyang-goyang riang, si kucing mengikutimu. Aneh juga, kucing ini makin lama makin kelihatan lucu. Sekali lagi, mungkin ini efek tinggal sendirian. Teman seperti apa pun juga kamu terima dengan penuh syukur--selama itu adalah teman, bukannya pengganggu apalagi musuh.

Kamu menetapkan hati. Pokoknya, setelah makan, kamu akan menelepon teman-temanmu dan menyuruh mereka ke sini.

Kamu menyiapkan makanan di atas meja, sementara si kucing menikmati telornya di lantai dengan tenang. Kamu memasang laptop-mu dan mencolok charger-nya supaya baterenya tetap penuh saat kamu bekerja. Sambil makan, kamu menatap ke luar jendela. Senja sudah mulai turun, dan kamarmu mulai gelap--pastilah demikian juga halnya dengan seluruh bagian rumah. Jantungmu berdebar-debar. Seperti apakah malam pertama yang akan kamu lalui di rumah ini? Pasti akan sulit sekali tidur. Lebih baik kamu lewatkan malam ini dengan bekerja saja. Setidaknya, kamu bisa menyaksikan sendiri bagaimana sikon rumah ini di saat malam.

Kamu menyalakan lampu di kamarmu. Payah, cahayanya ternyata berwarna kuning temaram seperti yang biasa digunakan di hotel-hotel. Mungkin kebanyakan orang senang dengan lampu temaram yang romantis dan berkesan mewah, tapi kamu lebih suka lampu putih yang terang benderang. Bagaimanapun juga, kamu butuh cahaya sebanyak-banyaknya supaya matamu tidak gampang letih. Kamu mengingatkan diri untuk menyuruh temanmu--siapa pun juga itu--untuk membawakan bohlam baru.

Lagi enak-enak makan, mendadak si kucing menggeram ke arah pintu. Tubuhnya melengkung dengan bulu punggung berdiri tegak. Kamu menghentikan acara makanmu, lalu mendekati pintu. Astaga, ada bunyi di luar, menyerupai bunyi seseorang--atau sesuatu--sedang menggaruk-garuk lantai.

Selera makanmu langsung lenyap.

Kamu meletakkan piringmu dan bertekad untuk menelepon minta bala bantuan sekarang juga. Kamu meraih tas ranselmu dan mengeluarkan BlackBerry. Celakanya, benda itu ternyata sedang tidak berfungsi. Rupanya kamu lupa untuk mengisi baterenya. Gawat. Tanpa berpikir panjang lagi, kamu mengeluarkan charger dan mencolok charger ke colokan listrik.

Dan semua lampu pun seketika padam.

Arghhh! Sial. Kamu lupa kalau daya listrik di rumah ini sangat rendah, padahal si agen properti sudah memperingatkanmu. Untuk menyalakan kembali listriknya, kamu harus menaikkan pengungkit di kotak sekring--dan kotak sialan itu ada di belakang rumah.

Bagaimana ini? Kamu tidak ingin keluar dan ketemu dengan makhluk apa pun itu yang sedang menggaruk-garuk lantai. Tapi kamu juga tidak mungkin membiarkan dirimu berada di tengah kegelapan sepanjang malam.

Kamu putuskan untuk keluar, tapi bukannya tanpa persiapan. Kamu meraih senter yang sempat kamu taruh di meja waktu beres-beres, tak lupa senjata yang sudah kamu persiapkan. Akan tetapi, kamu masih merasa tidak aman. Kamu membuka laci mejamu. Di sana terdapat sebuah gunting, sekotak paku payung, sebuah pemberat kertas, dan mouse cadangan. Kamu mengambil salah satunya dan memasukkannya ke dalam kantong celanamu.

Lalu, kamu pun pergi ke luar kamar.

Baca episode berikutnya.

INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama panggilan, sementara dalam emailnya kamu menjawab pertanyaan ini:

BENDA APAKAH YANG KAMU AMBIL DARI LACI? (Pilih antara: gunting, paku payung, pemberat kertas, mouse. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi. Bagi yang belum mengirimkan jawaban episode 1 dan 2, Lexie tunggu jawabannya sampai hari Sabtu juga. Ingat, minggu depan akan ada episode battle, dan itu berarti, mulai dari episode 4, tidak boleh ada peserta baru lagi.

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

Thursday, August 4, 2011

Oh Mama Oh Papa Aku Dijiplak Orang Part 2 plus Pengumuman MysteryGame@Area47

Judulnya lebay abis ya? Aku yang ngetik aja menggeleng-geleng bacanya. Wkwk.

Anyway, masalah PMHM dijiplak sudah beres. Rupanya si pelaku bertanggung jawab juga, dia menutup akun-akun yang ada note jiplakannya, lalu menggunakan akun baru. Dan harus dikagumi anak ini punya keberanian juga, karena dia akhirnya mengirimkan permintaan pertemanan padaku via Facebook (ini berarti dia harus membaca wall-ku yang dipenuhi teman-teman yang mengamuk akibat masalah jiplakan). Untuk seterusnya, aku akan memegang janjinya untuk tidak menjiplak lagi.

Buat teman-teman yang udah mendukungku dalam masalah ini, thank you very much! Aku tahu kalian menggunakan kata penggemar, fans, atau istilah semacam itu, tapi bagiku kalian semua adalah teman-temanku yang baik dan penuh perhatian, and I love you all! #bighug #manykisses

Saking girangnya dengan penyelesaian ini, aku memutuskan satu hal: Bagi kalian yang belum mendaftar MysteryGame@Area47 tapi kepingin ikutan main, ayo buruan daftar, jawab pertanyaan episode 1 dan 2 dalam email terpisah. Aku akan tunggu jawaban kalian sampai episode 3 selesai di-posting. Setelah episode 3, aku terpaksa tidak menerima peserta baru lagi karena akan diadakan penilaian babak satu. Oke oke? Aku tungguuuu! \(^.^)/

xoxo,
Lexie

Wednesday, August 3, 2011

Oh Mama Oh Papa Aku Dijiplak Orang

Ceritanya, baru beberapa lama lalu Obsesi kena jiplak, eh sekarang giliran Pengurus MOS Harus Mati. Meski pelakunya berbeda, MO-nya sama: di-post sebagai note di Facebook, nama-nama tokohnya diganti, dipublikasikan di grup-grup supaya banyak yang nge-like, dan tentunya diakui sebagai karya sendiri.

Kesel? Banget. Dua kali dijiplak, dua kali aku ngomel panjang-lebar di Twitter, dua kali temen-temen Twitter ikut memaki dan bersimpati. (Sekali lagi, makasih atas dukungan dan penghiburan kalian semua. Lexie benar-benar merasa bersyukur kenal dengan kalian semua dehh! m(_ _)m)

Harus kuakui, yang jiplak Obsesi cukup fair. Waktu salah satu yang baca berkomentar, "Ini kan niru Obsesi!" dia bisa mengakui, "Wah, ketahuan!" Setelah kutegur pun, dia langsung buru-buru delete semua jiplakannya dan menulis di wall-nya, "Bagi yang kepingin baca lanjutannya, beli saja ya novel Obsesi!" Setahuku, setelah itu dia tidak meneruskannya lagi. Jadi bisa dibilang, itu hanya kekhilafan sekali waktu dan aku berterima kasih dia menerima semuanya dengan cukup baik.

Tapi yang jiplak PMHM, saat ditegur salah satu yang baca, "Ini kan niru PMHM!" dia malah delete teguran itu. Saat aku menegur pun dicuekin. Kebetulan aku nggak gaptek--ini kan IT, dunia yang cukup kukuasai--jadi aku tahu banget gimana harus mencari tahu apakah dia baru online dan sebagainya. Dengan kemampuan seperti itu, aku bisa berasa kalau dicuekin di dunia internet. *kemampuan yang tak menyenangkan*

Anyway, akhirnya tahu-tahu saja aku merenung, dan aku teringat sebuah cerita nyata. Alkisah, ada seorang penyanyi muda. Cowok, ganteng, gayanya oke (rambutnya sampe ditiru temen-temen cowokku), suaranya bagus, en lagu-lagunya beken. Dia juga didukung oleh teman-teman penyanyi cewek yang keren-keren. Pokoknya, hampir bisa dipastikan masa depannya gemilang.

Eh, sial banget, si penyanyi ini digosipkan gay oleh wartawan yang mau bikin sensasi. Mungkin tersinggung, mungkin takut merusak pasaran (karena kebanyakan fans-nya pasti cewek), dia pun menggugat si wartawan pencari sensasi. Alhasil, si wartawan kalah di pengadilan, harus bayar denda yang banyak, jatuh bangkrut, en menderita untuk selama-lamanya.

Sedangkan si penyanyi ganteng? Ternyata nasibnya tak jauh beda. Dia kehilangan simpati dan dukungan, malahan dianggap menghina kaum gay segala. Akibatnya, pamornya turun. Sekarang, namanya tak pernah terdengar lagi, sementara penyanyi cewek yang dulu beken bareng masih tetap eksis dan dianggap sebagai penyanyi senior yang harus dihormati. Tragis kan? Karena berusaha melawan orang yang menjahatinya lantaran ingin ngambil keuntungan, karirnya malah rusak untuk selama-lamanya.

Nah, aku bukan penyanyi beken (wahahaha), bahkan penulis beken pun masih belum. Bisa dibilang, karirku masih berada di awal perjalanan yang panjang ini. Tapi, aku tetap bisa belajar dari si penyanyi beken ini. Buat apa aku masalahin hal kecil? Oke, para tukang jiplak itu memang merusak pasaran, tapi biarlah. Pasaran yang mereka rusak itu kecil banget, sementara dunia ini sangat besar dan terbuka lebar untuk mereka yang berpotensi besar (semoga aku termasuk kategori ini, amin).

Sedangkan mereka, para penjiplak yang cuma bisa "nebeng" kemampuan, apa sih yang bisa mereka harapkan? Cuma sisa-sisa. Mereka mengira mereka bisa menipu orang-orang yang belum tahu, tapi orang-orang tidak bodoh. Suatu saat tipuan itu akan ketahuan, dan orang-orang takkan memercayai mereka lagi. Pada saat itu, yang tersisa hanyalah rasa malu dan sesal. Dan semoga, setelah ada penyesalan, mereka mau bertobat, karena orang yang tidak bertobat pasti akan menemui kehancuran.

Jadi saat ini, aku akan belajar untuk berbesar hati dan tidak marah-marah hanya karena masalah kecil. Makanya, semua ini aku anggap selesai di sini. ^o^

Tapi, aku juga berterimakasih sekali pada teman-teman yang sudah memberitahuku tentang si tukang jiplak. Berkat kalian, aku tahu masalah ini, dan ini bukan hal sepele. Meskipun aku bisa memaafkan si tukang jiplak, aku nggak berminat untuk berteman dengan orang-orang yang nggak menghargaiku. Jadi, untuk ke depannya, aku harap kalian akan terus mendukungku dan memberitahuku kalau ada kejadian serupa. Thank youu sebelumnya! ^^v

Until next time...

xoxo,
Lexie

Especially for my Blogger friends...

Hai, para pemilik akun Blogger yang udah berbaik hati nge-follow aku,

Sori ya, aku agak kebingungan gimana folback-nya. Buat yang kepingin di-folback sama aku, tolong tinggalkan pesan di postingan ini dan tulis alamat blog kalian. Pasti akan ku-follow deh, oke oke?

Thank you semuanya!

Until next time...

xoxo,
Lexie