Sunday, August 25, 2013

MysteryGame@Area47: HOLIDAY IN HELL™, episode 9

Kamu menggali-gali peti raksasa itu dengan penuh semangat. Berbagai benda berharga membuat matamu jadi bersinar-sinar penuh kematrean, tapi kamu sadar kamu tidak mungkin memasukkan semua isinya ke dalam ranselmu. Apa yang sudah kamu ambil memang sudah cukup. Sekarang waktunya kamu mencari jam rantai yang dimaksud anak perempuan itu.

Saat sedang sibuk mencari-cari, mendadak kamu mendengar suara berderik yang sangat pelan. Pelan sekali, sampai nyaris tak terdengar, namun karena adrenalin yang kini mengalir deras dalam darahmu, kamu jadi sensi. Kamu menoleh dengan cepat, dan melihat ujung kepala seseorang muncul dari lubang di lantai, tempat kamu nongol tadi.

Oh mannn, seremnyaaa!!!

Sebuah tangan meraih ke atas, memegangi ujung lantai. Tangan pucat yang rada keabu-abuan. Tangan yang lain ikut muncul ke atas. Kedua tangan itu menekan lantai, dan kepala pemiliknya nongol ke atas.

Ternyata si anak perempuan.

"Kenapa sih kamu harus muncul dengan gaya mengerikan begitu?" tanyamu kesal bercampur gugup. Namun semua perasaan itu lenyap saat kamu melihat tubuh atas anak itu berlubang-lubang--tanpa darah yang mengalir, tentu saja--sementara kakinya masih terjuntai di tangga tanpa tenaga. "Apa yang terjadi?"

"Pria itu sudah ada di sini," bisik anak perempuan itu dengan mulut terkatup. "Dia menyiksa kami semua untuk mencari tahu keberadaanmu. Tapi semua itu tidak penting." Tidak penting?? Tapi kamu bisa melihat wajah anak perempuan yang sebenarnya masih kecil itu dipenuhi kesakitan!!! "Yang lebih penting adalah kamu harus segera mencari arloji itu. Temukan arloji itu dan hancurkan. Kumohon, cepatlah."

"Daripada mohon-mohon, sebaiknya kamu bantu nyari," ketusmu.

"Tidak bisa," geleng si anak kecil. "Kami semua tidak bisa mendekati sumber kekuatannya. Makanya kami terpaksa membiarkan lukisan itu meski kami tidak suka melihatnya."

Dasar, memang sudah nasib kamu harus mengerjakan semua ini sendirian. Sialnya, arloji itu ternyata tidak berada di dalam kotak besar dan indah yang kamu buka itu. Terpaksa kamu beralih ke kotak lain. Berhubung benda itu tidak ada di kotak paling besar dan indah, barangkali benda itu malah ada di kotak paling kecil dan jelek. Maka kamu pun membuka kotak paling kecil dan jelek yang bisa kamu temukan. Sayangnya, di dalamnya hanya ada pakaian-pakaian bekas yang sudah lapuk.

"Anak Muda, kamu ada di mana?"

Oh, sial!! Itu suara si kakek tua!!

Kamu dan si anak perempuan saling bertatapan dengan tampang tegang.

"Apa kamu yang menggambari lukisanku, Nak? Tega sekali kamu! Apa kamu tahu, itu lukisan yang sangat berharga? Itu satu-satunya lukisanku waktu masih muda!"

Gawat, dia sudah tahu! Yah, mana mungkin tidak? Saat kamu menggambari lukisan yang seketika berdarah-darah itu, kakek itu meraung-raung di luar seperti kena rajam. Dan seperti kata si anak kecil, mereka semua tidak bisa mendekati sumber kekuatan si kakek tua. Satu-satunya tertuduh hanyalah kamu.

"Cepat cari," bisik si anak perempuan mengingatkanmu, "tapi jangan berisik. Jangan sampai dia tahu kamu ada di sini."

Kamu beranjak, dan baru menyadari bahwa langkah sepelan apa pun menyebabkan lantai atap itu berderak. Gawat, cepat atau lambat, kakek tua itu akan mendengarnya. Kamu harus memilih kotak yang tepat secepatnya.

Akhirnya kamu memilih kotak cantik berukuran kecil. Saat membuka kotak itu, beberapa perhiasan tumpah ke lantai, termasuk sebuah jam rantai emas.

"Apa itu?" Rupanya suara perhiasan yang jatuh mengenai lantai kayu menarik perhatian si kakek tua. "Siapa itu di atas?"

Terdengar suara langkah menaiki tangga. Uh-oh. Gawat. Supergawat! Selama beberapa saat, kamu dan si anak perempuan tidak berani bergerak sedikit pun.

"Kamu lagi di atas loteng, Anak Muda? Lagi ngapain kamu? Apa ada sesuatu yang sedang kamu cari?"

Sial, jelas-jelas dia sudah tahu kamu sedang mencari jam rantainya, tapi dia masih berpura-pura bahwa kalian tetap berteman. Mungkin dia pikir dengan begitu kamu akan kehilangan kewaspadaanmu. Kamu jadi rada tersinggung juga. Memangnya dia kira kamu bisa sebodoh itu? Meski kamu tertipu dengan ucapannya, kamu tak bakalan mau dekat-dekat lagi dengan orang sejahat itu.

"Ambil jam itu," bisik si anak perempuan, dan kamu buru-buru meraup jam rantai itu. Sial, rantainya menyebabkan bunyi keras lagi! "Aku akan menghalangi dia lagi, sementara kamu kabur. Cepat hancurkan arloji itu begitu kamu sempat."

"Kita jatuhkan saja jam itu dari atap sini ke bawah sana!" usulmu.

"Jangan!" geleng si anak perempuan. "Itu cara yang bodoh. Jam itu barangkali tidak pecah, sementara kamu akan sulit memungutnya lagi. Kamu harus gunakan cara yang pasti berhasil."

Benar juga. Meski jengkel karena dikatai menggunakan cara bodoh, kata-kata anak perempuan itu masuk akal. "Iya iya. Aku akan menghancurkannya dengan tanganku sendiri. Tapi sekarang, masalahnya, gimana caranya aku kabur dari sini?"

"Ada tiga jalan keluar. Yang pertama adalah lubang itu." Si anak perempuan menunjuk sebuah lubang yang bolong di atas atap. "Dari situ kamu bisa menuruni pipa air, kalau kamu tidak takut ketinggian. Kalau kamu jatuh, ya kemungkinan kamu akan bergabung dengan kami." Sial, itu pilihan yang menakutkan! Kenapa sih si anak perempuan bisa mengucapkan kata-kata yang mengecilkan hati begitu? "Yang kedua adalah menerobos pria jahat itu dan turun melalui tangga tempat kita naik tadi. Dalam kondisi sekarang ini, kamu pasti bisa bergerak lebih cepat darinya. Tapi dia sangat licik. Jadi dia pasti akan menghalalkan segala cara untuk menangkapmu. Kemungkinan besar, kamu nggak akan bisa menang melawannya. Dan yang ketiga..."

"Yang ketiga?" Semoga saja pilihan ketiga ini jauh lebih baik dari dua pilihan berisiko tinggi yang sudah ada.

"Yang ketiga adalah bersembunyi di dalam salah satu peti besar yang kosong. Supaya dia tidak curiga, kamu terpaksa harus menutup peti dan kehilangan akses udara segar. Kalo dia berlama-lama, bisa jadi kamu malah mati konyol di dalam peti. Dan kemungkinan besar dia akan mengobrak-abrik peti-peti ini demi mencarimu. Tapi aku akan membantumu dan berusaha keras untuk menipunya."

Sesaat kamu hanya bisa bengong memikirkan pilihan-pilihan itu. Semuanya jelek-jelek amat. Tapi sepertinya memang hanya itulah pilihan-pilihan yang tersedia. Mau tak mau, kamu harus memilih salah satu di antara tiga pilihan itu.

INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI: 

Hai para peserta MysteryGame@Area47 yang sudah mendaftarkan diri! 

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "Holiday in Hell episode 9" diikuti nama dan jawaban atas pertanyaan ini: 

JALAN APAKAH YANG KAMU TEMPUH? 
(Pilihan jawaban: 
1. Lari melalui lubang di atap.
2. Menerobos si Kakek dan turun melalui tangga.
3. Ngumpet di salah satu peti besar yang kosong.
* Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Kalex tunggu jawabannya sampai enam hari lagi! ^^

Good luck, everybody! 

xoxo,
Lexie

Sunday, August 18, 2013

MysteryGame@Area47: HOLIDAY IN HELL™, episode 8


Mendadak kamu merasa ada yang memandangimu. Secepat kilat kamu berbalik, namun tidak ada siapa-siapa. Kamu berbalik lagi, berpura-pura menekuni meja di hadapanmu, padahal sebenarnya kamu sedang menyelidiki, apakah itu hanyalah perasaanmu saja atau memang ada yang sedang memata-mataimu.

Lagi-lagi, kamu merasa ada yang memandangimu. Kali ini, perasaan itu lebih jelas dan terasa mengerikan. Seolah-olah ada seseorang berdiri di belakangmu, orang yang dipenuhi dengan niat jahat, orang yang tidak segan-segan menggunakan nyawamu untuk kepentingan dirinya...

Kamu berbalik lagi.

Tidak ada siapa-siapa. 

Tidak mungkin. Tidak mungkin tidak ada siapa-siapa. Perasaan itu begitu jelas, sampai-sampai kamu bisa merasakan hawa keberadaan orang itu. Jangan-jangan... yang sedang berdiri di belakangmu itu sejenis si sosok merangkak? Apakah kamu perlu menggunakan cermin untuk melihatnya? Atau...

Pandanganmu terarah pada lukisan di atas tempat tidur. Lukisan itu menggambarkan seorang pria tampan yang sedang duduk di sebuah kursi dengan gaya jumawa. Sekilas, lukisan itu tidak cocok dengan kondisi kamar dan kampung yang begini sederhana, seolah-olah lukisan itu berasal dari tempat lain yang lebih sophisticated. Akan tetapi, saat kamu memandang lebih lama, kamu menyadari wajah pria pongah itu rada familiar.

Oh, mannn. Itu kan si kakek dalam pondok! Kenapa dia bisa narsis banget, dilukis dengan tampang sok ganteng begitu?

Eh, sebenarnya bukan sok ganteng. Kakek itu memang ganteng waktu masih muda. Rambut yang tersisir rapi dan diminyaki, dengan setelan bagus dan sepatu kulit. Kira-kira mirip Count Dracula lokal gitu deh. Mana tampangnya begitu dingin, begitu culas, begitu menakutkan. Seolah-olah dia akan memakanmu saat kamu sedang berkedip. Dan wajah itu begitu hidup. Bola matanya terlihat begitu asli, demikian juga senyumnya yang tipis itu..

KYAAAAA!!!! BOLA MATA ITU BERGERAK!!!!

Kamu mundur hingga menabrak meja di belakangmu, sementara matamu terpaku pada lukisan itu. Rasa takut menguasai hatimu, menyadari kamu sedang berhadapan dengan musuh baru yang tidak kamu mengerti. Sesuatu seseolah menarik jiwamu hingga keluar dari tubuhmu, akan tetapi secara insting kamu menahannya. Kalau jiwamu diambil olehnya, bagaimana dengan tubuhmu?

"Jangan memandangi lukisan itu." Tiba-tiba terdengar suara anak kecil yang sudah kamu kenali. "Berpalinglah!"

Nggak bisa! Kamu ingin menjerit. Aku nggak bisa melepaskan diri!!

"Kamu pasti bisa," ucap anak kecil itu dengan penuh kepastian. "Ayo, menoleh. Hanya satu gerakan kecil, dan kamu pasti bisa melakukannya!"

Dengan sekuat tenaga (fisik dan mental) kamu berusaha memalingkan wajah--dan kamu berhasil! Saat kamu akhirnya sanggup melepaskan diri, yang pertama kamu lihat adalah anak perempuan yang pernah membantumu, duduk di ambang jendela dengan kaki terjuntai lemah, seolah-olah anak itu tidak sanggup ke mana-mana dengan kedua kaki itu. Seperti biasa, anak perempuan itu tampak mengerikan, akan tetapi kini kamu menyadari bahwa dia tidak seburuk yang kamu duga.

"Sekarang kamu sudah tahu kan?"

Hah?

"Pria inilah orang jahatnya," ucap anak kecil itu dengan bibir terkatup, sementara suaranya menggema entah dari mana. "Sebenarnya, dialah yang menebarkan wabah itu di antara kami. Setiap salah satu penduduk kampung kami mati karenanya, dia akan semakin kuat dan hidup. Pada akhirnya, kami semua mati, dan dia tetap hidup hingga sekarang. Karena dia, kami tidak diterima oleh surga maupun neraka, dan kami terpaksa harus berkeliaran di dunia ini. Kami tidak sanggup hidup di bawah sinar matahari, karena itu kami hanya keluar di malam hari. Kami tidak bisa makan makanan lain selain daging manusia, karena nutrisi yang kami butuhkan hanya ada dalam tubuh manusia supaya kami bisa tetap seperti ini. Kalau tidak, kami akan lenyap menjadi butiran debu, seolah-olah kami tidak pernah ada. Menyedihkan, bukan?"

Kamu melongo mendengar ucapan anak perempuan ini. "Tapi, dia udah membantuku sejauh ini! Buktinya, sekarang kalian semua lumpuh bukan?"

"Kamu benar-benar bodoh," cela si anak perempuan dengan wajah dingin. "Selama ini, dialah tuan dari kami semua. Dia yang memerintah kami dari rumah ini. Dia menyuruh kami mencari makan, lalu mengisap kekuatan kami. Akan tetapi, sejak kedatangan Peter..."

"Peter?"

"Makhluk berkaki banyak yang ada di kamar yang pernah kamu tempati." Oke, makhluk berkaki banyak mirip laba-laba bernama Peter. Apa cuma kamu yang pikirannya terlalu lebay, atau namanya memang mirip Peter Parker si Spider-man? Apa orang-orang di dunia ini memang keren-keren? "Sejak Peter berhasil mengambil alih kekuasaanya di sini, dia terpaksa harus pergi. Sejak saat itu, dia jadi melemah dan menua dengan cepat. Akan tetapi, karena asal-muasal penyakit kami adalah dirinya, kami tetap tidak bisa membunuhnya."

"Karena itu, kamu memberiku senjata," ucapmu perlahan.

"Betul," angguk si anak kecil. "Tolonglah kami. Bebaskanlah kami. Kami tidak ingin menjadi budaknya ataupun budak makhluk-makhluk lain seperti Peter. Yah, meskipun Peter lebih baik darinya sih. Tetap saja, kami ingin memiliki kematian yang normal. Kami tidak ingin lenyap menjadi debu."

"Hmm," ucapmu bete. "Dengan kejahatan kalian, kemungkinan besar kalian bakalan masuk neraka lho."

"Itu bukan pilihan kami." Suara si anak perempuan melirih. "Kami juga tidak ingin memangsa kalian. Tapi, kami juga tidak mau mati. Kami terpaksa melakukannya. Untung saja, bagiku dan anak-anak seusiaku, kami masih bisa menahan diri karena kebutuhan kami tidak sebanyak orang-orang dewasa. Karena itu, aku bisa memandangmu tidak sebagai makanan, melainkan sebagai orang yang bisa membebaskan kami dari semua ini."

Dan kamu juga tidak punya pilihan kalau tidak mau dimangsa oleh orang-orang kampung itu. Oke, semua penjelasan ini mungkin terdengar tidak menyenangkan, tapi entah kenapa, kamu memercayai anak perempuan ini. Dari semua orang yang kamu temui, dialah yang paling kamu percayai. Mungkin karena wajah mengerikannya yang masih menyiratkan kepolosan, mungkin juga karena dia sudah menyelamatkanmu berkali-kali.

Mungkin juga karena lukisan itu benar-benar memancarkan aura jahat yang menakutkan.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan?" tanyamu meski kamu sudah bisa menebak jawaban yang bakalan kamu terima.

"Kamu harus membunuh dia." Tangan si anak perempuan terangkat, menunjuk ke arah lukisan si kakek tua semasa muda. "Jangan anggap remeh dia hanya karena dia tua dan lemah. Dia masih punya sumber kekuatan di mana-mana. Kamu harus menghancurkan semua sumber kekuatan itu sebelum kamu benar-benar membunuhnya."

Astaga, rasanya seolah-olah kamu adalah Harry Potter sementara si kakek tua adalah Voldemort yang punya banyak Horcrux! Kalau sampai si anak perempuan bilang sumber kekuatannya ada delapan biji, andai kamu selamat, kamu akan mencari JK Rowling dan bertanya padanya secara langsung, apa Harry Potter itu diangkat dari kisah nyata.

"Jangan khawatir," si anak perempuan tersenyum tipis. "Hanya ada tiga sumber kekuatan yang dia miliki, jadi kamu tidak perlu bersusah-payah." Yahhh. Kandaslah rencanamu untuk ketemu JK Rowling. Tak apalah, rencana itu juga tak begitu bagus. Memangnya gampang ketemu JK Rowling? Keliling Jawa saja sudah menguras seluruh hartamu, apalagi ke Inggris segala. Kamu kan tidak berniat menjual ginjal hanya demi pergi ke luar negeri. "Sumber kekuatan pertama dan terdekat adalah lukisan ini. Kami tidak bisa melakukan apa-apa terhadapnya, tapi kamu hanya perlu merusaknya untuk melenyapkan kekuatannya. Sumber kedua adalah jam rantai kesayangannya yang tersimpan dalam gudang di atas loteng rumah ini. Dan sumber ketiga adalah kacamatanya yang saat ini berada dalam kuburan Pak Kades."

Astaga! Kuburan Pak Kades? Apa ini berarti kamu harus pergi ke kuburan itu lagi? Di mana kamu harus menyeberangi orang-orang kampung yang sedang merangkak-rangkak di luar sana, melewati hutan belantara, dan mendekati pondok tempat orang yang menjadi otak dari semua kejadian ini?

Jangan pikirkan dulu. Satu per satu. Sekarang, yang perlu kamu lakukan adalah merusak lukisan itu.

Kamu harus menaiki sebuah bangku supaya sejajar dengan lukisan itu. Selama beberapa saat, pandanganmu sejajar dengan mata pria dalam lukisan itu. Sepasang mata itu begitu hidup, begitu mengerikan, memancarkan kelicikan dan keculasan yang berhasil disembunyikan oleh sosok kakek tua yang kamu temui. Kamu bisa membayangkan pria itu menunggumu membalikkan badan, dan di saat kamu lengah, dia akan menghunjamkan tangannya padamu, menembus kulit dan tulang punggung, lalu mengambil jantungmu untuk dimilikinya sendiri.

Oh mannn, lukisan ini benar-benar menakutkan!

Kamu pun membuat keputusan. Dengan cepat kamu merogoh ranselmu dan mengeluarkan sebuah spidol, lalu menggambar kumis jelek di atas bibir pria itu.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya si anak perempuan, suaranya terdengar bete.

"Yah, kan katanya harus merusak lukisan. Jadi aku coretin mukanya aja."

"Bukan itu maksudku..."

Kamu yakin, si anak perempuan sama terperangahnya denganku saat pria dalam lukisan itu mulai berdarah-darah. Matanya mengeluarkan air mata darah, dari kedua telinganya mengucurkan darah, demikian pula kedua lubang hidung dan bibirnya. Kamu sama sekali tidak bisa bergerak saat lukisan itu mulai digenangi darah sungguhan--dan pada akhirnya, seluruh lukisan itu tertutup warna merah dari darah segar.

Dari luar rumah, kamu bisa mendengar lolongan keras dan pilu.

"Itu dia!" seru si anak perempuan. Untuk pertama kalinya, suaranya terdengar panik. "Kamu harus pergi. Sekarang juga! Kamu harus pergi ke loteng dan menghancurkan jam rantai itu!"

"Enak saja!" tukasmu saat mendengar garukan di pintu. "Si Ibu Kades masih nungguin di luar pintu! Gimana caranya aku melewati dia dengan cepat?"

"Biar aku yang akan menghadapinya. Kamu hanya perlu pergi! Sekarang!"

Kamu meloncat turun dari bangku tepat saat si anak perempuan meloncat turun dari ambang jendela, lalu merangkak dengan kecepatan tinggi yang terlihat sangat mengerikan. Berhubung dia tidak bisa membuka pintu, kamu yang melakukannya. Saat pintu terbuka, si Ibu Kades meloncat ke arahmu, akan tetapi si anak perempuan langsung menerkamnya.

"Sadarlah, Ibu!" Hah? Apa anak perempuan ini anak Pak Kades? "Dia akan menolong kita! Jadi kendalikan diri Ibu dan bantu dia!"

Kamu tidak sempat untuk menyaksikan drama keluarga itu lebih lanjut lagi. Dengan cepat kamu melesat ke belakang rumah, menaiki tangga, dan tiba di lantai atas. Saat kamu tiba di sana, kamu menyadari bahwa loteng yang dimaksud anak perempuan itu bukannya lantai atas dari rumah itu. Soalnya, ada sebuah tangga melingkar kecil dan curam di pojok ruangan yang gelap, menuju ke bagian atap rumah tersebut.

Pasti itulah yang dimaksud dengan loteng.

Kamu menaiki tangga itu dengan tergesa-gesa, dan tiba di loteng yang dipenuhi banyak peti dan kotak. Uh-oh, gawat banget. Bagaimana caranya kamu mencari sebuah jam rantai di tengah-tengah tumpukan barang ini?

Pandanganmu tertuju pada peti paling besar dan bagus. Ya, kalau memang ada barang-barang milik pria keren di lukisan itu di sini, pastilah barang-barang itu disimpan di peti yang paling mewah. Kamu membuka peti itu, terpesona saat melihat isinya dipenuhi benda-benda berharga.

INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI: 

Hai para peserta MysteryGame@Area47 yang sudah mendaftarkan diri! 

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "Holiday in Hell episode 8" diikuti nama dan jawaban atas pertanyaan ini: 

BENDA APAKAH YANG KAMU AMBIL? 
(Pilihan jawaban: 
1. Kotak perhiasan kecil
2. Kantong emas berukuran sedang
3. Belati perak
* Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Kalex tunggu jawabannya sampai enam hari lagi! ^^

Good luck, everybody! 

xoxo,
Lexie

Sunday, August 4, 2013

MysteryGame@Area47: HOLIDAY IN HELL™, episode 7 (battle #2)

Masih ingatkah kalian, berapa HP dan MP yang kamu dapatkan pada saat menempuh episode 4 (battle #1)? Siapkan kertas dan pensil, tuliskan nilai HP dan MP tersebut di sana. Kini, nilai-nilai itu akan mengalami perubahan lagi. Sanggupkah kamu mempertahankan HP sekaligus menurunkan MP lawan?

"Nah, sekarang sudah waktunya kamu pergi," ucap si kakek tua. "Kamu bisa menyelinap keluar melalui jendela. Setidaknya pondok ini akan menutupi kamu dari pandangan mereka. Cepatlah, sebelum fajar menyingsing dan roh itu lenyap."

"Tapi," kamu ternganga sejenak, "seandainya saya berhasil membunuh roh itu, apa lagi yang harus saya lakukan?"

"Tenang saja," si Kakek menyunggingkan senyumnya yang penuh keriput namun ramah. "Saya akan menyusulmu secepatnya. Tentunya, saya akan menipu mereka dulu supaya mengira saya tidak berbahaya bagi mereka."

Kakek ini memang sudah expert. Demi hidup sampai seratus tahun, sepertinya kamu harus menuruti kakek ini baik-baik. "Oke, Kek. Sampe ketemu nanti."

Jika pada Episode 5 kamu memilih:

1. Mengetuk dengan sopan, klik di sini.
2. Mengintip melalui jendela, klik di sini.
3. Membuat suara-suara mencurigakan, klik di sini.

SEKALENG MINYAK

Begitu kamu masuk, kamu sudah siap dengan satu tangan memegang cermin, sementara tangan yang satu lagi membawa kaleng minyak yang sudah dibuka. Dari cermin yang kamu arahkan ke sekeliling kamar, kamu tahu sosok merangkak itu sedang hinggap di tepi ranjang, siap menerkammu. Sebagian tubuh si sosok merangkak terlihat hangus, namun yang lebih mengerikan adalah geraman penuh dendam yang didenguskan si sosok merangkak dari tenggorokannya. Kamu tak ragu, kalau sampai kamu tertangkap olehnya, kamu pasti bakalan langsung diantar secara pribadi ke neraka.

Kamu berusaha menyiram minyak itu ke arah si sosok merangkak. Namun sialnya, upayamu yang pertama gagal. Bukan saja si sosok merangkak bisa menghindar, dia bahkan mengangkat tangannya yang mendadak memanjang, lalu siap mencakarmu. Kamu meloncat mundur namun terpeleset. Tahu-tahu saja kamu sudah melakukan gerakan split sempurna. Buset dah, sakitnya luar biasa sampai-sampai kakimu seperti terkilir rasanya!

Melihatmu berada dalam kondisi lemah, dengan girang si sosok merangkak meloncat ke arahmu. Oh mannnn. Kalau sampai dia berhasil menimpamu, sudah pasti kamu bakalan dicabik-cabik sampai mati. Jadi, kamu pun menggunakan kesempatan ini untuk mengguyurnya dengan seluruh minyak yang kamu miliki. Si sosok merangkak tampak seperti diguyur lava panas karena sempat menggelinjang-gelinjang, lalu memudar dan akhirnya lenyap.

Apa ini berarti tugasmu sudah berhasil? (HP: -8, MP: -30)

Klik di sini untuk melanjutkan.

GARPU TANAH

Kamu menyorongkan garpu tanahmu ke depan. Saat mereka mendekat, kamu langsung menyodok--tidak ke arah orang-orang itu, melainkan ke arah tulang yang mereka pegang. Dua darinya berhasil kamu jatuhkan dengan mudah, tetapi yang ketiga malah mental ke atas, lalu jatuh tepat di atas kepalamu.

Saat pandanganmu sedang gelap-gelapnya lantaran kepalamu dihantam tulang, ketiga orang itu menyerbu ke arahmu. Kamu menyerang membabi-buta, berharap supaya seranganmu mengenai sesuatu. Salah satunya berhasil mendekatimu, akan tetapi kamu hantam mukanya menggunakan gagang garpu tanah.

Ketika pandanganmu pulih kembali, kamu shock melihat ketiga orang itu terkapar dengan tubuh berlubang-lubang. Seandainya pandanganmu tidak menggelap tadi, kamu tidak akan tega melukai mereka separah itu. Namun kini semuanya sudah terlambat. (HP: -5, MP: -30)

Klik di sini untuk melanjutkan.

MEMBUAT SUARA-SUARA MENCURIGAKAN

"Tunggu dulu." Mendadak si Kakek menyetopmu. "Tidak baik bagimu untuk pergi dengan perut kosong. Sebaiknya kamu membawa makanan yang bisa dimakan sambil jalan."

Si kakek membuka pintu sebuah lemari, sementara kamu menatap dengan sorot mata berbinar-binar. Oke, tidak mungkin si Kakek memberimu semacam burger atau pizza, tapi pastinya tidak akan mengecewakan...

"Ini," kata si kakek sambil memberimu sebutir anggur. "Makanlah sambil jalan. Bagus karena mengandung air, jadi kamu nggak akan haus juga."

Yah, cuma sebutir anggur. Kamu merasa sedikit kecewa. Tapi tak apalah. Benar kata si kakek, saat kamu mulai mengunyah anggur yang ternyata cukup manis itu, kamu tidak saja merasa lebih kenyang, tetapi juga rasa hausmu berkurang. (HP: +5)

Klik di sini untuk melanjutkan.

DI DALAM RUMAH

Kamu memasuki rumah Pak Kades. Rumah itu tampak kosong. Kesunyian yang melingkupi rumah itu nyaris tak tertahankan, membuat tubuhmu sedikit gemetar. Oke, kamu sudah sampai di sini. Memangnya kamu sudi mundur?

Seraya berjingkat-jingkat, kamu menyeberangi koridor kayu yang, celakanya, terus berderik setiap kali diinjak olehmu. Untunglah si Ibu Kades aka Kirsten tidak nongol-nongol, tapi itu tidak berarti dia sudah mati atau apalah. Bisa saja dia sedang ke toilet.

Semakin mendekati kamar yang dulunya kamu tempati itu, nyalimu semakin menciut. Jelas, kalau boleh, kamu berharap tidak perlu menemui si sosok merangkak lagi. Akan tetapi kamu tidak punya pilihan lain lagi. Bukan saja kamu harus menemuinya, kamu juga harus memusnahkannya. Kalau tidak, kamu tidak akan pernah terlepas dari orang-orang kampung ini selamanya. Lebih baik takut sehari daripada terkutuk selamanya, bukan?

Terkutuk. Ya, itulah sebutan yang cocok untuk kampung ini, untuk para penduduknya. Mereka adalah orang-orang yang terkutuk, dan kamu tidak ingin bergabung dengan mereka. Jadi, kamu harus maju terus.

Akhirnya kamu berhenti di depan pintu kamar. Tanganmu siap memutar pintu hendel, akan tetapi rasa takut membuatmu sempat lumpuh sejenak. Kamu memejamkan mata, berdoa berkali-kali, lalu mengeluarkan dua buah benda dari ranselmu. Yang pertama adalah sebuah cermin. Cermin yang kali ini berbeda dengan cermin pertama, karena cermin kali ini adalah cermin meja yang punya penahan di belakangnya, sehingga kamu bisa menggunakannya dengan gaya memegang perisai. Sedangkan benda yang satu lagi adalah benda yang kamu terima dari si kakek tua. Lalu, tanpa berpikir lagi, kamu pun menerjang masuk ke dalam kamar itu.

Jika pada Episode 6 kamu memilih:

1. Sekotak korek api, klik di sini.
2. Sekaleng minyak, klik di sini.
3. Tiga butir telur, klik di sini.

GUNTING KEBUN

Dengan canggung kamu memegangi gunting kebunmu dengan dua tangan dan menyorongkannya ke depan. Saat mereka mendekat, kamu langsung menjepit dengan hentakan cepat. Melelahkan, tapi kamu tidak bisa berhenti. Kalau gagal, bisa-bisa kamu jadi makanan berikutnya. Tulang yang mereka pegang bisa jadi adalah tulangmu. Oh mannn, itu pemikiran yang menakutkan banget!

Kamu berhasil menjatuhkan tulang orang pertama, namun sebelum kamu sempat bertindak lagi, orang kedua menyerangmu. Tulangnya menyodok pipimu keras-keras hingga kamu tergigit pipi sendiri. Ludahmu bercampur dengan darah, terasa menjijikkan hingga membuatmu terpaksa harus meludah.

Namun itu tidak cukup. Kamu mual banget, dan matamu berair menahan dorongan makanan yang hendak keluar dari lambung. Saat itulah, orang-orang itu menyerbu ke arahmu lagi. Kamu menyerang membabi-buta, berharap supaya seranganmu mengenai sesuatu.

Ketika pandanganmu pulih kembali, kamu shock melihat dua dari ketiga orang itu terkapar dengan tubuh berlubang-lubang. Salah satunya kabur dengan terbirit-birit. Aih, seandainya kamu tidak mual tadi, kamu tidak akan tega melukai mereka separah itu. Namun kini semuanya sudah terlambat. (HP: -10, MP: -20)

Klik di sini untuk melanjutkan.

TIGA BUTIR TELUR

Begitu kamu masuk, kamu sudah siap dengan satu tangan memegang cermin, sementara tangan yang satu lagi memegangi telur pertama yang siap kamu lemparkan. Dari cermin yang kamu arahkan ke sekeliling kamar, kamu tahu sosok merangkak itu sedang hinggap di tepi ranjang, siap menerkammu. Sebagian tubuh si sosok merangkak terlihat hangus, namun yang lebih mengerikan adalah geraman penuh dendam yang didenguskan si sosok merangkak dari tenggorokannya. Kamu tak ragu, kalau sampai kamu tertangkap olehnya, kamu pasti bakalan langsung diantar secara pribadi ke neraka.

Kamu melemparkan telur itu ke arah si sosok merangkak. Yes! Kena! Si sosok merangkak bereaksi seolah-olah dilempar duren saja. Raungannya yang terendam terdengar mengerikan. Dia berusaha menyerangmu, akan tetapi kamu sudah merogoh saku dan mengeluarkan telur berikutnya. Kamu melempar lagi dan... voila! Kena lagi!

Si sosok merangkak meraih ke arahmu, dan kamu terperanjat melihat tangannya yang rupanya bisa memanjang. Kamu meloncat mundur dan membentur tembok. Sialan, sakit bener! Semoga kamu tidak jadi gegar otak karenanya! Kamu membelalak saat si sosok merangkak meloncat ke arahmu. Kamu merogoh kantongmu dan mengeluarkan telur terakhir, lalu melemparkannya tepat mengenai muka si sosok merangkak.

Mendadak saja, si sosok merangkak lenyap seolah-olah ditelan udara.

Apa ini berarti tugasmu sudah berhasil? (HP: -5, MP: -35)

Klik di sini untuk melanjutkan.

MENGINTIP MELALUI JENDELA

"Tunggu dulu." Mendadak si Kakek menyetopmu. "Tidak baik bagimu untuk pergi dengan perut kosong. Sebaiknya kamu membawa makanan yang bisa dimakan sambil jalan."

Si kakek membuka pintu sebuah lemari, sementara kamu menatap dengan sorot mata berbinar-binar. Oke, tidak mungkin si Kakek memberimu semacam burger atau pizza, tapi pastinya tidak akan mengecewakan...

"Ini," kata si kakek sambil memberimu sebutir jeruk. "Makanlah sambil jalan. Bagus karena mengandung air, jadi kamu nggak akan haus juga."

Yah, cuma sebutir jeruk, kecil pula. Kamu merasa sedikit kecewa. Tapi tak apalah. Benar kata si kakek, saat kamu mulai memakan jeruk yang ternyata cukup manis itu, kamu tidak saja merasa lebih kenyang, tetapi juga rasa hausmu berkurang. (HP: +10)

Klik di sini untuk melanjutkan.

SABIT

Kamu menyorongkan sabitmu ke samping dengan gaya siap menyerang. Meski begitu, di dalam hati kamu merasa ragu-ragu. Oke, orang-orang ini mungkin bukan manusia hidup yang normal lagi, tapi apa itu berarti kamu berhak mencabut nyawa mereka dengan darah dingin?

Gara-gara keragu-raguanmu, kamu jadi lengah. Para lawanmu yang merasa mendapat kesempatan langsung memukulimu dengan tulang-tulang keras itu. Gila, rasanya seperti dipukuli tongkat bisbol! Sesaat kamu kewalahan dan berusaha menangkis, akan tetapi kamu tetap mendapat pukulan bertubi-tubi.

Okay, that's it! Kamu tidak tahan lagi. Kamu mengayunkan sabitmu dengan ganas, dan para lawanmu langsung meloncat ke belakang. Sabetanmu berhasil mengenai tangan dua dari mereka. Yes!

Namun bukannya menghadapimu dengan jantan, para lawanmu malah langsung terbirit-birit. Sialan! Akan tetapi, di dalam hati kamu rada lega. Setidaknya, kamu tidak perlu menghadapi dilema apakah kamu harus membunuh mereka atau tidak. (HP: -15, MP: -15)

Klik di sini untuk melanjutkan.

PELARIAN

Seperti kata si kakek, pondok itu menutupi dirimu dari pandangan orang-orang kampung yang menyerbu dari arah yang berlawanan. Kamu bergidik lantaran bisa mendengar bunyi langkah yang begitu banyak, akan tetapi tak ada suara yang terdengar. Setidaknya zombie-zombie dalam game Plants vs Zombies masih bisa teriak-teriak, "Brainnnnn!" Yang beginian, benar-benar misterius dan membuatmu merinding.

Sebenarnya kamu tidak begitu tahu jalan kembali ke kampung yang tidak menyenangkan itu. Yang kamu lakukan hanyalah berlari seraya ngumpet dari satu pohon ke pohon lain dengan gaya cupu. Bahkan ada waktu-waktu di mana kamu merangkak-rangkak di atas tanah lantaran tidak ada pohon untuk dijadikan tempat ngumpet. Tapi, tahu-tahu saja kamu sudah tiba di belakang rumah Pak Kades lagi. Yep, si Pak Kades yang gosipnya bernama Robert. Ya ampun, sekarang kamu tak bakalan bisa memandang atau bahkan memikirkan si Pak Kades--maupun istrinya--tanpa teringat nama-nama mereka yang keren.

Kampung itu tampak sepi. Tentu saja, kan para penghuninya sedang mencarimu di pondok si kakek. Kamu menggedor pintu belakang, namun pintu itu digembok. Dengan pede kamu berlari ke pintu depan.

Sialnya, ada yang sedang menjaga di sana--dan bukan hanya satu.

Ada tiga orang yang sedang nongkrong di depan rumah Pak Kades, dan ketiganya sedang menggerogoti sesuatu yang mirip... tulang manusia? Oh, mannn. Benar-benar mengerikan. Mana saat melihatmu mendekat, mereka langsung memegangi tulang mereka bak senjata. Muka mereka yang tanpa ekspresi terlihat sangat menyeramkan. Seolah-olah mereka bukanlah manusia.

Dipikir-pikir lagi, mereka memang bukan manusia lagi.

Jika pada Episode 4 kamu memilih:

1. Sekop, klik di sini.
2. Kapak, klik di sini.
3. Sabit, klik di sini.
4. Garpu tanah, klik di sini.
5. Gunting kebun, klik di sini.

KAPAK

Kamu mengangkat kapakmu ke atas kepala dengan gaya siap menyerang. Meski begitu, di dalam hati kamu merasa ragu-ragu. Oke, orang-orang ini mungkin bukan manusia hidup yang normal lagi, tapi apa itu berarti kamu berhak mencabut nyawa mereka dengan darah dingin?

Gara-gara keragu-raguanmu, kamu jadi lengah. Para lawanmu yang merasa mendapat kesempatan langsung memukulimu dengan tulang-tulang keras itu. Gila, rasanya seperti dipukuli tongkat bisbol! Sesaat kamu kewalahan dan berusaha menangkis, akan tetapi kamu tetap mendapat pukulan bertubi-tubi. Lebih gawat lagi, salah satu pukulan mengenai mukamu. Brengsek! Darah jadi bercucuran dari hidungmu, semua gara-gara kamu terlalu baik!

Okay, that's it! Kamu tidak tahan lagi. Kamu mengayunkan kapakmu dengan ganas, dan para lawanmu langsung meloncat ke belakang. Sabetanmu berhasil mengenai tangan dua dari mereka. Yes!

Namun bukannya menghadapimu dengan jantan, para lawanmu malah langsung terbirit-birit. Sialan! Akan tetapi, di dalam hati kamu rada lega. Setidaknya, kamu tidak perlu menghadapi dilema apakah kamu harus membunuh mereka atau tidak. (HP: -20, MP: -10)

Klik di sini untuk melanjutkan.

SEKOTAK KOREK API

Begitu kamu masuk, kamu sudah siap dengan satu tangan memegang cermin dan kotak korek api, sementara tangan yang satu lagi menyalakan korek. Dari cermin yang kamu arahkan ke sekeliling kamar, kamu tahu sosok merangkak itu sedang hinggap di tepi ranjang, siap menerkammu. Sebagian tubuh si sosok merangkak terlihat hangus, namun yang lebih mengerikan adalah geraman penuh dendam yang didenguskan si sosok merangkak dari tenggorokannya. Kamu tak ragu, kalau sampai kamu tertangkap olehnya, kamu pasti bakalan langsung diantar secara pribadi ke neraka.

Kamu melemparkan korek yang sudah menyala ke arah si sosok merangkak. Namun sialnya, korek itu padam di tengah jalan. Kamu langsung menyalakan sebatang korek lagi, namun korek-korek itu tidak selalu berhasil menyala pada upaya pertama. Kamu merasakan si sosok merangkak mengangkat tangannya yang mendadak memanjang, lalu mencakarmu.

Gila, sakit bener!

Kamu terpaksa lari-lari keliling ranjang sambil terus menyalakan korek dan melemparkannya pada si sosok merangkak. Makin lama, kamu makin jago saja. Hampir sekitar lima atau enam korek mengenainya secara beruntun. Akan tetapi, kamu tidak tahu apakah kamu berhasil melukainya atau tidak. Sebagai balasannya, kamu masih juga kena cakar dua kali. Setiap bekas cakaran mengeluarkan darah bercampur nanah, tapi peduli amat. Kamu terlalu sibuk menyelamatkan nyawa.

Lalu, mendadak saja, si sosok merangkak memudar, lalu lenyap.

Apa ini berarti tugasmu sudah berhasil? (HP: -15, MP: -15)

Klik di sini untuk melanjutkan.

MENGETUK DENGAN SOPAN

"Tunggu dulu." Mendadak si Kakek menyetopmu. "Tidak baik bagimu untuk pergi dengan perut kosong. Sebaiknya kamu membawa makanan yang bisa dimakan sambil jalan."

Si kakek membuka pintu sebuah lemari, sementara kamu menatap dengan sorot mata berbinar-binar. Oke, tidak mungkin si Kakek memberimu semacam burger atau pizza, tapi pastinya tidak akan mengecewakan...

"Ini," kata si kakek sambil memberimu satu paha ayam bakar dan sebotol air minum. "Tadi kamu sudah bersikap sopan sekali, jadi saya tidak akan pelit-pelit juga sama kamu. Makan dan minumlah sambil jalan."

Ayam itu terasa lezat dan memberimu tambahan tenaga yang lumayan. Ditambah dengan air minum yang cukup banyak, kamu merasa segar banget. Sepertinya, hari ini semuanya akan berjalan lebih lancar dari yang kamu duga. (HP: +20)

Klik di sini untuk melanjutkan.

SEKOP

Kamu menyorongkan sekopmu ke depan. Saat mereka mendekat, kamu langsung menyodok--tidak ke arah orang-orang itu, melainkan ke arah tulang yang mereka pegang. Dua darinya berhasil kamu jatuhkan dengan mudah, tetapi yang ketiga malah mental ke atas, lalu jatuh tepat di atas kepalamu.

Saat pandanganmu sedang gelap-gelapnya lantaran kepalamu dihantam tulang, ketiga orang itu menyerbu ke arahmu. Kamu menyerang membabi-buta, berharap supaya seranganmu mengenai sesuatu. Salah satunya berhasil mendekatimu, akan tetapi kamu hantam mukanya menggunakan gagang garpu tanah.

Ketika pandanganmu pulih kembali, kamu shock melihat ketiga orang itu terkapar dengan tubuh penuh darah dan luka goresan. Seandainya pandanganmu tidak menggelap tadi, kamu tidak akan tega melukai mereka separah itu. Namun kini semuanya sudah terlambat. (HP: -5, MP: -30)

Klik di sini untuk melanjutkan.

SELANJUTNYA

Oke, tidak peduli misimu sudah tercapai atau belum, tidak ada lagi yang bisa kamu lakukan di sini. Kamu pun keluar dari kamar itu, siap untuk keluar dari rumah Pak Kades. Tapi lalu mendadak kamu sadari, di luar tidak hening lagi. Kamu mengintip melalui jendela, dan melihat orang-orang kampung sudah kembali. Akan tetapi, kali ini mereka tidak berjalan.

Mereka merangkak.

"Kamu sudah mencuri kaki kami."

Kamu terperanjat dan serta-merta membalikkan tubuh dengan sikap siaga. Di depanmu, Ibu Kades sedang merangkak pula, menatapmu seraya mendongakkan kepalanya.

"Makhluk di atas itu meminjamkan kakinya untuk kami, supaya kami bisa berjalan saat kami keluar dari kuburan," kata si Ibu Kades tanpa menggerakkan mulutnya. "Tanpa dia, kami hanya bisa merangkak-rangkak. Kami semua, dari anak-anak hingga orang-orang yang sudah tua. Kamu mencuri dari kami!"

"Kalian makanin teman-temanku!" balasmu tidak mau kalah. "Itu lebih keji lagi!"

"Kami butuh mereka untuk hidup, dan seharusnya kamu juga. Seharusnya kamu tidak bisa mengelak dari takdirmu, seperti yang sudah kami alami. Ini tidak adil, tidak adil, tidak adil!"

Si Ibu Kades mengejarmu dengan gerakan mirip kelinci ganas yang siap memangsa wortel berjalan. Kamu pun lari terbirit-birit mengitari rumah itu. Kamu menyadari, tidak mungkin kamu bisa selamat kalau kamu keluar dari rumah itu begitu saja. Habis, di depan sana ada banyak orang yang sedang merangkak-rangkak dan tidak kalah dengan si Ibu Kades dalam soal dendam padamu. Jadi kamu hanya bisa berlindung di dalam rumah ini.

Dengan catatan, seharusnya kamu bisa menyingkirkan si Ibu Kades sebelum dia memangsamu.

Pandanganmu tertuju pada kamar pasangan Kades itu. Pintunya terbuka! Tanpa berpikir panjang lagi, kamu pun menghambur masuk ke dalam kamar itu dan mengunci pintu. Sementara si Ibu Kades menggedor-gedor dari luar, kamu memandangi sekeliling kamar itu.

Kamar itu tidak ada bedanya dengan kamar-kamar lain di dalam rumah ini. Perabotannya sederhana, tanpa peralatan elektronik, dan tidak ada cermin di sana. Sebuah lampu minyak diletakkan di atas meja, menerangi benda-benda yang terlihat aneh banget di tempat ini: sebuah ponsel, sebuah radio HT, dan sebuah tablet, semuanya dengan kondisi batere penuh. Ini benar-benar hebat, soalnya ponsel dan tabletmu sudah mati sejak kamu berada di dalam bis.

INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "Holiday in Hell episode 7" diikuti nama, "HP=" diikuti jumlah HP diikuti "MP=" diikuti jumlah MP, serta jawaban atas pertanyaan ini:

BENDA APA YANG KAMU AMBIL? (Pilih antara: ponsel, radio HT, tablet. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Kalex tunggu jawabannya sampai enam hari lagi ^^

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

Rumah si Kakek Tua dari MysteryGame@Area47: HOLIDAY IN HELL™


Source: @AbandonedPics