Begini ceritanya. Saat memeriksa ruang loteng itu, kamu tak lupa memeriksa jendela yang kamu harapkan bisa jadi tempat pelarianmu. Jendela itu, seperti harapanmu, tidak diteralis. Namun, pada saat kamu melongok ke bawah, kamu jadi mengetahui bahwa jarak antara atap dan tanah terlalu jauh untuk kamu seberangi--kecuali dengan merisikokan patah tangan, kaki, atau bahkan leher. Amit-amit, kamu masih ingin hidup dalam anggota tubuh lengkap. Apalagi, dengan kondisi kakimu yang terluka sekarang ini, kamu tidak yakin bisa mendarat dengan baik. Jadi, kamu pun memutuskan untuk menjalankan ide lain.
Kamu akan mengurung si monster di atas loteng itu.
Kamu membuka jendela itu, dengan maksud supaya si monster mengira kamu berhasil meloloskan diri, lalu turun kembali ke ruang bermain. Pandanganmu langsung tertuju pada pintu yang sedang diterjang-terjang oleh si monster. Perasaan panik membuncah dalam dadamu saat kamu melihat salah satu engsel sudah terlepas. Dalam waktu singkat, si monster akan berhasil masuk ke dalam. Kamu harus menemukan tempat persembunyian secepatnya.
Kamu melayangkan pandangan ke sekelilingmu. Tidak banyak tempat persembunyian yang ada. Tempat-tempat seperti lemari dan kolong meja terlalu gampang kelihatan--bisa-bisa kamu tertangkap basah dalam waktu singkat. Tidak, kamu tidak akan ngumpet di tempat yang begitu gamblang. Kamu harus mencari tempat yang lebih tersembunyi, yang mungkin takkan terpikir dalam otak si monster yang sepertinya tidak cerdas-cerdas amat itu. Kamu kan penulis muda berbakat--kamu takkan bisa mencapai posisi itu tanpa kecerdasan. Masa kamu tidak bisa mengakali si monster bodoh itu?
Akhirnya kamu menemukan tempat ideal itu: sebuah celah sempit yang terbentuk antara dua lemari yang membentuk huruf L.
Kamu menyelipkan tubuh di antara kedua lemari. Ugh, sempit banget, sampai nyangkut! Mending gara-gara otot besar dan kencang, ini gara-gara perutmu yang mulai membuncit! Kamu harus mengurangi makan, dan lebih banyak olahraga. Jadi penulis muda berbakat berarti sering difoto-foto, dan kamu tidak mau perutmu kelihatan seperti sedang menderita penyakit busung lapar. Yah, beginilah risiko bekerja dalam profesi yang memaksamu untuk sering-sering duduk. Perut jadi korban kemalasan.
Waktu kamu berbelok ke celah di antara lemari dan dinding, kamu sudah nyaris tak bisa bernapas. Kamu nyaris putus asa menyumpalkan dirimu ke celah yang terlalu sempit itu, tapi kamu sadar, saat ini kamu kelihatan banget. Kalau sampai si monster berhasil masuk ke dalam ruangan, dia akan menemukan dirimu dalam keadaan memalukan--terjepit di antara lemari--dan kamu akan ditertawakan sambil dibanting-banting. Tidak, kamu tidak sudi mengambil risiko itu. Tepat saat pintu itu hancur oleh terjangan terakhir si monster, kamu berhasil menyelinap ke dalam tempat persembunyian ideal itu.
Selamat!
Kamu mengintip dari celah antar dua lemari, dan melihat si monster sedang menoleh ke kiri dan ke kanan, tentunya sedang mencarimu. Kamu melihatnya melongok ke bawah meja (tuh kan? Kalau kamu ngumpet di sana, kamu sudah sedang bonyok dipukuli!). Lalu dia berdiri lagi dan memandangi seluruh ruangan. Kemudian dia berjalan ke arahmu, terpincang-pincang, dan kamu langsung mengkerut sampai ke pojokan. Kamu menyadari, kamulah yang membuatnya terluka begitu parah, dan dia akan memastikan kamu membayarnya. Satu-satunya caramu untuk mencegahnya adalah melumpuhkannya terlebih dahulu.
Kamu menahan napas, sementara napas si monster malah semakin keras. Kamu memejamkan mata rapat-rapat saat dia membuka pintu salah satu lemari yang melindungimu, dan memejamkan mata semakin rapat saat dia membanting kedua pintu itu dengan kesal. Rasanya dia begitu dekat, siap untuk menarikmu ke luar dan mencabik-cabikmu. Pada saat dia menutup kedua pintu lemari terakhir dan berjalan pergi, kamu baru bisa merasa lega.
Berhubung si monster sudah menjauh, kamu mengintip lagi. Kamu melihat si monster berjalan pelan namun pasti, menaiki tangga menuju loteng. Rasanya gregetan banget, tak sabar menunggu dia tiba di atas sehingga kamu bisa melakukan rencanamu. Tapi kamu tidak berani melangkah seujung jari pun selama dia masih kelihatan olehmu. Soalnya, itu berarti dia juga bisa melihatmu.
Begitu ujung kakinya lenyap dari pandangan, kamu langsung mengeluarkan diri dari tempat persembunyian. Brengsek, susah banget! Mana kamu harus melakukannya tanpa suara lagi. Kalau sudah begini, kamu merasa harus menaruh hormat pada Naruto yang jago gerak kilat tanpa suara. Jadi ninja memang tidak gampang.
Akhirnya kamu berhasil melepaskan diri dari celah di lemari. Kamu mengendap-endap ke bawah tangga. Dari sana, kamu bisa melihat si monster sedang melongok ke luar jendela, persis seperti dugaanmu. Kamu langsung menarik tangga yang menghubungkan ruang bermain dan loteng. Tarikan itu menimbulkan bunyi bergeser yang lumayan keras, mengagetkanmu dan juga si monster. Si monster langsung meraung marah karena diperdaya, sementara kamu jadi panik luar biasa. Dengan sekuat tenaga kamu menggeser tangga itu hingga jauh dari jangkauan si monster. Kamu tak sabar untuk meninggalkan ruangan itu, tapi kamu sempat menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang.
Kamu bisa melihat pandangan si monster padamu--tajam, menusuk, penuh kebencian.
Kamu buru-buru hengkang dari situ.
Sekarang kamu harus melakukan segala yang kamu perlu. Kamu harus mengambil semua barangmu yang terpenting--laptop, BlackBerry, iPad, dompet. Setelah itu, kamu akan pergi melalui pintu belakang. Pintu depan terlalu tebal untuk didobrak, tapi pintu belakang sepertinya tidak terlalu sulit. Jelek-jelek kamu akan menghantamkan meja makan ke pintu itu (tentunya, dengan catatan kamu sanggup mengangkat meja makan--dipikir-pikir lagi, mungkin lebih baik kamu hantamkan dengan kursi saja. Sepertinya itu lebih masuk akal).
Saat melewati ruang tamu, lagi-lagi mata kamu tertuju pada lukisan di dinding. Kali ini kamu betul-betul kaget. Wanita dalam lukisan itu, dengan serangai lebarnya yang kejam, tampak seolah-olah hendak berdiri. Kamu tidak pernah memperhatikan selama ini, apakah bokongnya menempel pada kursi atau tidak--tapi saat ini tidak. Lebih seram lagi, kedua tangannya yang berada di pangkuan itu, sepertinya sedang mencabut sesuatu yang disembunyikannya dari pandangan orang--sebilah pisau?
Gila. Kamu bersumpah tak bakalan melihat-lihat ke lukisan itu lagi.
Setelah kamu selesai mengumpulkan peralatanmu, kamu pun tiba di dapur. Kamu sudah siap untuk mendobrak pintu belakang dengan sekuat tenaga, namun saat kamu menyentuh pintu itu, ternyata pintu itu langsung terbuka dengan gampangnya.
Eh? Kok bisa? Mungkinkah si monster sempat membuka pintu itu karena yakin kamu tidak akan sanggup lolos darinya?
Apa pun yang terjadi, sekarang kamu siap kabur.
Tapi tunggu dulu. Ada yang harus kamu lakukan di situ.
Saat ini, kamu menyadari bahwa kamu sudah lapar, haus, dan kebelet banget. Kamu kebelet dan kepingin pergi ke kamar mandi di dekat dapur, ingin pergi ke kulkas untuk minum sesuatu, dan ingin masuk ke dalam ruang penyimpanan makanan untuk mengambil roti, tapi kamu juga ingin mengobrak-abrik dapur untuk mencari senjata. Kamu tahu waktu kamu terbatas, dan kamu hanya bisa memilih satu di antaranya.
Baca episode berikutnya.
INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:
Hai para peserta MysteryGame@Area47!
Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama panggilan DAN jawaban dari pertanyaan di bawah ini:
APA YANG AKAN KAMU PILIH? (Pilih antara: kamar mandi, ruang penyimpanan makanan, kulkas, dapur. Tidak perlu sebutkan alasannya.)
Di dalam email tersebut, jangan lupa tuliskan hasil nilai HP dan EP dari episode 4 alias episode battle #1.
Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi.
Good luck, everybody!
xoxo,
Lexie
No comments:
Post a Comment