Sunday, September 25, 2011

MysteryGame@Area47: THE WRITER, Episode 9

Kalian akhirnya duduk dan kamu diminta untuk menceritakan pengalamanmu. Sebagai penulis novel berbakat, kamu berhasil menuturkan pengalamanmu dengan kata-kata yang tersusun baik dan mendetail. Saat mendengarnya, sang pemilik rumah tampak terpesona--tidak, lebih tepat lagi, dia tampak sangat terkesan. Matanya menatapmu dengan penuh minat bercampur kagum. Kamu bertanya-tanya, apakah yang membuatnya begitu terkesan--ceritamu yang luar biasa dan nyaris tak dapat dipercayai, ataukah keberanian yang kamu tampakkan dalam ceritamu? Kamu mulai merasa malu. Kamu tidak berniat kedengaran seperti pahlawan. Sebenarnya, kamu ketakutan setengah mati dan kamu sudah tergoda banget mencuri BMW-nya biar kamu bisa meninggalkan tempat suram ini untuk selama-lamanya. Tapi kalau kamu ngacir seorang diri, bisa-bisa si monster menjadikan pemilik rumah yang baik hati ini sebagai sasaran berikutnya.

"Luar biasa." Mendengar komentar singkat itu, kamu merasakan sebersit rasa lega karena itu berarti yang dikaguminya adalah ceritamu. Lalu, kamu mulai khawatir lagi kalau dia menganggapmu mengada-ada. Memang sih, saat ini tingkat keparnoanmu sudah mencapai tingkat dewa. "Tak saya sangka, saya punya tetangga yang mengerikan begitu. Anda benar-benar hebat karena bisa lolos dari makhluk sekuat itu."

"Sebetulnya nggak juga, Pak," sahutmu, dan mendadak kamu merasa geli dengan kerendahan hatimu. Kemarin kamu masih begitu pongah karena kesuksesan yang kamu capai di usia muda, namun saat ini kamu berubah total. Tak pelak lagi, pengalaman ini telah mengubahmu menjadi orang yang jauh berbeda. "Saya sudah nyaris mati berkali-kali. Barangkali monster itu saja yang sedang menjadikan saya sebagai mainannya. Jujur saja, sekarang pun saya masih merasa terancam bahaya. Bagaimana kalau kita panggil polisi saja?"

"Baiklah," angguk sang pemilik rumah. "Saya akan menelepon polisi sekarang juga. Kebetulan telepon saya ada di ruang kerja. Mohon tunggu sebentar ya!"

Sebenarnya kamu ingin menawarkan BlackBerry-mu, tapi mungkin ada bagusnya kamu membiarkannya menggunakan teleponnya sendiri. Bagaimanapun juga, kamu perlu menghemat batere ponsel. Siapa tahu kamu akan membutuhkannya di saat-saat terjepit.

Saat sedang menunggu dengan gelisah sambil menyeruput teh manis yang disediakan oleh si tuan rumah, rasa parnomu muncul lagi. Kamu berjalan ke balik tirai jendela dan menyibakkannya sedikit. Tidak ada si monster. Melegakan, tapi kamu belum sepenuhnya selamat. Kamu segera mengecek pintu depan. Untunglah kamu melakukannya! Ternyata pintu itu tidak terkunci sama sekali! Kamu baru saja hendak menguncinya dengan anak kunci yang menempel pada pintu, ketika terdengar suara dari balik punggungmu.

"Kalau saya jadi Anda, saya tidak akan melakukannya."

Kamu terpaku mendengar suara sang pemilik rumah yang, meski mash terdengar ramah, menyiratkan ancaman. Mendapat firasat buruk, perlahan-lahan kamu membalikkan badan. Firasat burukmu jadi kenyataan saat kamu menemukan dirimu sedang ditodong si pemilik rumah dengan sepucuk pistol antik yang entah masih bisa berfungsi atau tidak. Tapi kamu tak berniat menjadi kelinci percobaan sama sekali.

"Siapa Anda sebenarnya?" tanyamu berusaha terdengar tenang, tapi suaramu yang bergetar tidak bisa menutupi rasa takutmu.

"Saya adalah kakak dari manusia yang Anda sebut monster itu."

Kamu terkejut setengah mati. "Jadi Anda masih hidup?"

Si pemilik rumah mengangguk sedih. "Satu-satunya yang tersisa. Anda tahu, hidup adalah sesuatu yang aneh. Meski terlahir sebagai anak-anak berdarah biru, dikaruniai begitu banyak harta dan kesempatan, saya dan kakak saya sama sekali tidak bisa menikmatinya. Awalnya, kami berdua adalah kakak-beradik yang rukun dan saling menyayangi. Oh, tentu saja kami bertengkar, sama seperti kakak-beradik lain, tapi dalam waktu singkat kami akan rukun kembali dan bermain bersama. Kami tinggal jauh dari orang lain, karena ibuku selalu sakit-sakitan dan membutuhkan udara pedesaan yang segar. Karena itu, kami hanya memiliki satu sama lain. Saat-saat itu adalah saat-saat terindah dalam hidupku."

Pandangan si kakek menerawang, sepertinya dia sedang kembali pada masa-masa yang hanya ada dalam khayalannya saja. Ini adalah kesempatan bagimu. Perlahan-lahan, kamu beringsut mendekatinya.

"Lalu mendadak penyakit itu muncul. Tak ada yang tahu, dari manakah asalnya, dan bagaimana cara pengobatannya. Dan kini, saat pengobatan sudah begini maju, saya tidak sanggup membawanya pergi ke dokter, karena dia akan membunuh siapa saja yang tak menyenangkan hatinya. Pokoknya, pada saat itu, hidup terasa bagaikan neraka. Awalnya, dia hanya merasa gatal-gatal di seluruh tubuhnya. Namun setiap kali dia menggaruknya, kulitnya pun terkelupas dan menyebabkannya kesakitan. Kami semua merasa kasihan dan mengalah padanya. Dia membenciku yang sehat walafiat, jadi aku pun disingkirkannya ke atas loteng. Dia memukuli semua orang yang bersikap kasar waktu merawatnya, karena itu menimbulkan rasa sakit yang amat sangat pada kulitnya. Orangtua kami membiarkannya berbuat semaunya, karena mereka kasihan terhadapnya.

"Entah kenapa, penyakit itu malah membuatnya tumbuh pesat. Pada usia tiga belas tahun, dia sudah jauh lebih tinggi dariku. Bahkan, dia lebih tinggi dari semua orang di dalam rumah, termasuk ayahku yang bule. Kekuatannya pun jauh lebih besar daripada orang-orang lain. Suatu hari, rasa sakitnya rupanya tak tertahankan lagi. Dia mulai mengamuk dan menghancurkan barang-barang di ruang bermain. Seorang perawat berusaha menenangkannya, namun perawat itu malah dicabik-cabiknya hingga tak berbentuk lagi. Pada saat itu, aku sedang berada di atas loteng. Akibatnya, seluruh kejadian itu terlihat olehku. Mengerikan! Betapa mengerikannya! Hingga saat ini, kejadian itu masih menghantuiku."

Kamu bergidik mendengar ceritanya. Jadi begitukah cara yang ditempuh monster itu untuk membunuh orang? Mencabik-cabik korbannya?

"Anehnya, setelah mencabik-cabik perawat itu, dia jadi tenang kembali. Bahkan ketenangannya berlangsung hingga sebulan lebih. Karena itulah, orangtuaku mulai memberikannya... korban."

Kamu menatap kakek itu dengan ngeri.

"Orangtua kami mulai membangun rumah kedua, yaitu rumah ini. Tak terlalu jauh dari rumah lama sehingga bisa mengawasi adikku, tapi tak terlalu dekat sehingga membahayakan nyawa kami. Setelah rumah ini jadi, kami pun pindah ke sini bersama dengan pengurus rumah, tukang kebun, dan kusir kereta kami. Selama kami mengirimkan seorang perawat setiap bulan, kehidupan kami tak diganggu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Orangtua kami meninggal, dan aku mewarisi seluruh kekayaan mereka--sekaligus juga amanat terakhir mereka. Aku harus menjaga adikku hingga napasku yang terakhir, supaya dia tidak keluar dari kompleks ini dan mengganggu orang lain."

"Sementara itu, Anda tetap mengirimkan korban setiap bulan, dengan cara menyewakan rumah itu," selamu geram.

"Tidak hanya menyewakan rumah itu," kata si kakek datar. "Kadang aku memasang iklan lowongan kerja, iklan undian berhadiah, apa sajalah yang menarik orang untuk datang ke sini. Sejauh ini, semuanya berjalan baik-baik saja. Tak ada yang curiga. Pernah beberapa kali polisi mencari orang ke sini, tapi mereka tidak menemukan apa-apa. Aku berhasil menyembunyikan semuanya dengan baik. Setiap kali adikku membunuh, aku yang membersihkannya. Mungkin karena tahu akulah yang mencarikan korban untuknya, adikku tak pernah menyentuhku. Hubungan kami mirip dengan binatang buas di kebun binatang dan pelatihnya. Anda lihat betapa kuat dan sehat tubuhku? Diperlukan kepercayaan diri dan kekuatan batin yang besar untuk bersikap dominan terhadap adikku, untuk meyakinkannya bahwa aku adalah makhluk alfa yang harus ditaatinya.

"Sejauh ini, semua baik-baik saja, hingga kedatanganmu. Kukira anak muda yang katanya ada penulis itu adalah anak muda yang bertubuh lemah dan berjiwa penakut--korban terbaik untuk adikku. Tak kusangka, Anda berhasil meloloskan diri dari rumah itu. Hingga saat ini, Andalah satu-satunya yang berhasil kabur sejauh ini. Tapi maafkan saya, Anda harus kembali lagi ke sana."

"Anda gila!" teriakmu. "Memangnya saya mau menuruti Anda begitu saja?"

"Anda tak punya pilihan lain," katanya. "Anda harus mau, atau saya tembak Anda di sini."

Sayang bagi si kakek tua, kamu belum berencana untuk mati hari ini. Pikiranmu bekerja dengan keras dan cepat, membentuk tiga rencana yang sama bagusnya:

1. Menerkam si kakek tua dan merebut pistolnya
2. Ngumpet di balik sofa dan kabur
3. Pura-pura pingsan ketakutan

Selagi kamu menimbang-nimbang, kamu mendengar bunyi gemeretak kerikil di luar.

Si monster sudah tiba.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama panggilan diikuti dengan jawaban atas pertanyaan ini:

RENCANA MANAKAH YANG AKAN KAMU JALANKAN? (Pilih antara: menerkam si kakek tua, ngumpet di balik sofa, pura-pura pingsan. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Di dalam email, tuliskan hasil HP dan EP yang kamu peroleh sejauh ini. Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi. Jangan sampai telat ya mengirimkan jawabannya! ^^

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

No comments: