Saturday, October 11, 2014

Review The Silkworm (Robert Galbraith)

Sinopsis sampul belakang: 

Seorang novelis bernama Owen Quine menghilang. Sang istri mengira suaminya hanya pergi tanpa pamit selama beberapa hari—seperti yang sering dia lakukan sebelumnya— lalu meminta Cormoran Strike untuk menemukan dan membawanya pulang.

Namun, ketika Strike memulai penyelidikan, dia mendapati bahwa perihal menghilangnya Quine tidak sesederhana yang disangka istrinya. Novelis itu baru saja menyelesaikan naskah yang menghujat orang banyak—yang berarti ada banyak orang yang ingin Quine dilenyapkan.

Kemudian mayat Quine ditemukan dalam kondisi ganjil dengan bukti-bukti telah dibunuh secara brutal. Kali ini Strike berhadapan dengan pembunuh keji, yang mendedikasikan waktu dan pikiran untuk merancang pembunuhan yang biadab tak terkira.

Detektif partikelir Cormoran Strike beraksi kembali bersama asistennya, Robin Ellacott, dalam novel misteri kedua karya Robert Galbraith, pengarang bestseller nomor 1 internasional The Cuckoo’s Calling. Robert Galbraith adalah nama alias J.K. Rowling.

“Kisah yang memikat, bukan hanya karena kejutan dan pelintirannya, tapi juga karena kerja tim yang seru... tokoh-tokoh yang ingin kita ketahui kelanjutan ceritanya.”
Time

The Silkworm (Ulat Sutra)
Penulis : Robert Galbraith
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit: 11 Oktober 2014
Harga: Rp. 119.000,-
Tebal: 536 halaman

“Penulis memang berbeda,” kata Waldegrave. “Aku belum pernah bertemu penulis bagus yang tidak sedikit nyentrik.”
The Silkworm oleh Robert Galbraith, halaman 118

“Jika Anda mengharapkan persahabatan seumur hidup, dan persahabatan yang tidak egois, bergabunglah dengan militer dan belajarlah membunuh. Kalau Anda menginginkan aliansi temporer seumur hidup dengan sesama yang akan menari gembira di atas setiap kegagalan Anda, menulislah novel.”
― Michael Fancourt, halaman 467, The Silkworm oleh Robert Galbraith

“Seluruh dunia menulis novel, tapi tidak ada yang membacanya.”
― Michael Fancourt, halaman 469, The Silkworm oleh Robert Galbraith

Alkisah, tersebutlah tiga orang penulis yang dipegang oleh seorang agen: Joe North, Michael Fancourt, dan Owen Quine. Mereka bertiga masih muda, penuh bakat, dan bersahabat baik. Namun seperti layaknya kisah-kisah tragis, Joe North yang justru paling ganteng dan berhati baik meninggal lantaran sakit, meninggalkan rumahnya yang indah untuk kedua sobat yang dikasihinya. Michael dan Owen mengatasi dukanya dengan caranya masing-masing. Michael mengerjakan naskah yang ditinggalkan Joe dan berhasil menjadikan peninggalan sobatnya itu sebagai novel bestseller, sementara Owen mengerjakan novelnya The Balzac Brothers, yang terinspirasi dari persahabatan mereka bertiga. Selang beberapa waktu kemudian, istri Michael bunuh diri lantaran novel barunya dijadikan parodi dan menjadi bahan tertawaan seluruh negeri. Tertuduh utama: Owen Quine.

Beginilah latar belakang kasus yang dihadapi oleh Cormoran Strike, detektif partikelir berkaki satu yang perfeksionis. Lagi capek-capeknya dengan berbagai masalah yang ada, tahu-tahu saja muncul Leonora Quine yang bertampang lusuh dan berharap Cormoran bisa membantunya menemukan suaminya yang hilang. Berhubung sedang capek—dan mungkin karena itu lupa dengan salah satu masalahnya adalah butuh duit—sifat idealis Cormoran nongol mendadak. Dengan tegas dia menolak klien yang menghasilkan dan justru menerima kasus yang kemungkinan besar tidak bakalan dibayar ini.

Dari sinopsis belakang novel, kita mengetahui bahwa Cormoran akan mendapatkan bahwa orang yang dicarinya, Owen Quine, tewas dengan cara yang sangat mengerikan di rumah peninggalan almarhum sobat dekatnya. Alasannya, gara-gara penulis yang sepertinya menyebalkan banget ini menulis naskah berjudul Bombyx Mori alias Ulat Sutra, yang isinya membongkar rahasia teman-teman sesama penulis, editor, bahkan pemilik penerbit, dengan bahasa yang vulgar dan menjijikkan ala Owen Quine. Celakanya, naskah ini pun tersebar ke seluruh negeri, membuatnya jadi musuh bebuyutan rekan-rekannya.

Pertanyaannya: siapa yang tega membunuh Owen Quine dengan cara yang begitu mengerikan? Apakah salah satu orang yang dicelakainya, ataukah justru sang penulis naskah sendiri?

Kisah The Silkworm menjadi personal bagi saya ketika kisah ini menceritakan kehidupan para penulis, yang kebetulan adalah profesi saya. Meski begitu, profesi penulis dipilih hanya untuk mewakili profesi-profesi lain, karena persaingan tidak sehat yang dilukiskan di novel ini tidak hanya terjadi dalam dunia kepenulisan, melainkan juga dalam profesi-profesi lain (termasuk juga ibu rumah tangga dan murid-murid sekolah). Omong-omong, saya punya banyak sobat penulis yang baik-baik, jadi saya yakin persaingan tidak sehat ini hanya dilakukan oleh segelintir orang. (^_^)v

Kisah pembunuhan yang diceritakan di The Silkworm luar biasa, dengan jalan penyelidikan yang menegangkan dan kisah-kisah menarik dari berbagai pihak, dan diakhiri dengan penyelesaian yang tidak terduga. Oke, pelakunya memang sudah bisa ditebak karena motif dan keterlibatannya tersebar di seluruh cerita, akan tetapi tetap saja, ada rahasia tak terduga yang luar biasa di akhir kisah, menciptakan ending yang membuktikan bahwa di dunia ini masih ada kebesaran hati. Sekali lagi saya mengucapkan “brilian!” untuk Robert Galbraith atas bukunya yang luar biasa, dengan karakter-karakter kuat yang mengagumkan, dan saya akan menantikan kelanjutan kisah ini dengan setia. Omong-omong, saya suka sekali dengan Al, adik Cormoran, yang sepertinya mengenal—atau lebih tepatnya lagi, dikenal—semua orang penting yang muncul. Semoga perannya di buku-buku berikutnya semakin besar.

The Silkworm diterjemahkan di Indonesia dengan judul Ulat Sutra oleh Siska Yuanita, editor senior, sementara puisi-puisinya diterjemahkan oleh M. Aan Mansyur. Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan desain sampul mengikuti novel asli, dengan beberapa perubahan manis dilakukan oleh Marcel A.W.

Review ini juga di-post di Goodreads.

No comments: