Sunday, May 20, 2012

MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™, episode 5

Baru saja kamu meraih senjata yang kamu pilih, mendadak pintu didobrak sampai hancur berkeping-keping oleh para pasien rumah sakit bermuka pucat dan bermata nyalang. Dengan ngeri kamu melihat belasan, puluhan pasien yang masuk dan memenuhi ruangan di sekitarmu dan Johan. Entah untuk keberapa kalinya kamu berpikir, kamu tak bakalan bisa keluar hidup-hidup dari tempat ini.

Tapi naluri bertahanmu membuatmu terus berjuang. Sambil menahan para pasien itu dengan senjatamu, kamu pun merangkak, menerobos di antara kaki-kaki, tidak segan memukul dan menyikut demi kelangsungan hidupmu (setidaknya kamu tidak melukai mereka sementara mereka tidak segan-segan melukaimu). Di belakangmu, Johan menempel dengan ketat. Rupanya cowok itu tidak berhasil mengambil senjata yang diinginkannya, sehingga kini hidupnya bergantung pada upayamu. Diam-diam kamu merasa lega. Mungkin dengan ini, utang nyawamu pada Johan bisa terbayar meski belum seluruhnya.

Keluar dari ruangan lab tidak berarti kalian sudah bisa bernapas lega. Kerumunan pasien itu seperti tidak ada habis-habisnya. Kamu terus berusaha bertahan, mulai menyodokkan senjatamu ke atas setiap kali ada muka yang merunduk untuk menangkap atau menggigit kalian. Beberapa bahkan ingin menduduki kalian. Gila, diduduki satu orang saja kamu bakalan gepeng, apalagi kalau diduduki beramai-ramai! Permainan orang-orang gila ini benar-benar mengerikan!

Kalian terus merangkak, bergerak di antara kaki-kaki, terkadang bahkan merayap. Beberapa tendangan sempat mengenai mukamu, tapi kamu terus maju sambil menangkis semua serangan sebisamu. Akhirnya kalian tiba pada ambang tangga dan mulai menuruninya dengan secepat mungkin. Namun, saat kamu menoleh ke belakang, kamu menyadari sesuatu yang aneh.

Tidak ada yang mengikuti kalian.

"Tunggu, Johan, tunggu!" Kamu mendesis keras, dan Johan langsung berhenti. "Kenapa nggak ada yang mengejar kita?"

Johan memandangi koridor yang sepi. Terlalu sepi, sampai-sampai terasa mengerikan.

"Ada yang salah," bisikmu pada Johan lagi. "Sepertinya ada jebakan di depan sana."

Johan mengangguk tanda setuju. "Jadi kita maju atau gimana?"

Kamu berpikir sejenak. Setelah menyeberangi koridor ini, kalian akan tiba di bangsal tempat kalian bertemu tadi malam. Di situlah letak pintu keluar dari rumah sakit jiwa yang mengerikan ini. Tidak mungkin tempat itu tidak dijaga sama sekali.

Dipikir-pikir lagi, sedari tadi kalian tidak bertemu penjaga sama sekali. Ke mana mereka semua?

"Nggak," akhirnya kamu menggeleng. "Mungkin saja kita bakalan dihadang oleh banyak penjaga. Kita harus mencari persenjataan yang lebih baik. Lagian, kamu pasti masih ingat, pintu keluar kita adalah pintu kawat yang sangat kuat dan nggak bisa didobrak. Mau tidak mau kita harus mencari kuncinya."

"Soal kunci itu memang
tricky." Johan ragu sejenak, lalu melanjutkan, "Sebenarnya kita harus menggunakan dua kunci untuk membuka pintu kawat. Setahuku, dua kunci itu bentuknya sama, tapi yang satu dimasukkan ke lubang kunci sebelah kiri pintu dan yang lain dimasukkan ke lubang kunci sebelah kanan pintu. Di luar, salah satu lubang kunci kiri ada dalam loket dan kuncinya dipegang oleh si kakek penjaga loker. Tapi di dalam, semua penjaga punya kuncinya."

"Jadi itu sebabnya kamu bilang kamu nggak bisa melarikan diri sendirian," tebakmu.

Sekali lagi, Johan mengangguk, dan lagi-lagi tebersit di pikiranmu, bahwa Johan menyembunyikan banyak hal darimu. "Jadi nggak heran para penjaga itu tidak menampakkan diri. Kalau kita nggak bisa merebut kunci dari mereka, kemungkinan besar kita nggak akan bisa keluar dari sini. Yang sekarang harus kita lakukan adalah mencari para penjaga itu dan mengambil kunci mereka secara paksa."

Kamu mengangguk. "Oke, kalau gitu, ayo kita cari senjata dulu."

Kalian masuk ke ruangan terdekat dan terpaku di ambang pintu.

Ruangan itu lebih mirip bangsal rumah sakit yang besar dengan enam ranjang berderet-deret. Pada setiap ranjang itu, berbaringlah pasien gila yang gampang dikenali dari seragam yang sama dengan seragam yang kamu kenakan. Kepala setiap pasien itu dibotaki dan dipasangi banyak sekali kabel-kabel yang terhubung ke dalam sebuah mesin. Setiap pasien itu tidak bergerak sama sekali, napas mereka teratur menandakan mereka dalam keadaan tidur.

"Apa ini?" bisikmu pada Johan.

"Tempat percobaan para pasien," sahut Johan sambil mengertakkan gigi. "Dulu aku juga pernah dirawat di sini. Bukan dirawat, sebenarnya, tapi diprogram."

Kamu memandangi Johan dan rambutnya yang acak-acakan. Tidak bisa dibayangkan dulu dia juga pernah botak seperti pasien-pasien ini. "Diprogram?"

"Ya," angguk Johan. "Kita semua diprogram untuk menuruti keinginan mereka tanpa melawan. Jadi kita akan makan saat disuruh makan meski kita tidak lapar, tidur saat disuruh tidur meski kita tidak mengantuk, dan sebagainya dan sebagainya."

"Maksudmu semacam hipnotis," kamu menduga-duga.

"Mekanismenya berbeda," Johan menggeleng. "Yang ini otak kita disetrum atau diprogram supaya jadi lemah. Rasanya begitu menyakitkan sampai-sampai kita nggak punya keinginan untuk melawan mereka lagi. Akibatnya, kita jadi mirip mayat hidup ketimbang manusia hidup biasa."

"Sementara orang yang dihipnotis masih bisa melakukan kegiatan seperti biasa," dugamu. "Jadi ada kemungkinan besar mereka menggila seperti itu bukan karena disuntik rabies, tapi kesalahan pemrograman?"

"Bisa jadi."

Mendadak kamu jadi malu banget. Bisa-bisanya tadi kamu histeris lantaran menyangka bakalan kena rabies. "Kenapa kamu nggak bilang dari tadi? Kamu tahu aku takut banget ketularan rabies!"

"Sori," sahut Johan tanpa kelihatan merasa bersalah. "Nggak ada waktu untuk menjelaskan. Tapi sekarang kamu tahu semuanya kan?"

Tidak. Tidak semuanya. Tapi kamu tidak akan mengungkapkan perasaan hatimu, bahwa kamu tidak percaya pada Johan sedikit pun.

Kamu mengelilingi ruangan itu, menatap pasien terdekat dengan penuh rasa kasihan. Kamu tidak tahu apa alasan mereka dibawa ke sini. Mungkin karena salah paham sepertimu, mungkin juga ada alasan lain. Tapi tak ada satu orang manusia pun yang berhak diperlakukan seperti itu. Bahkan Johan yang penuh tipu muslihat pun tidak pantas dijebloskan di sini.

Mendadak pasien yang kamu tatap membuka matanya, membuatmu terlonjak kaget. Matanya menatapmu dengan tajam dan menusuk, dan jantungmu jadi berdebar-debar. Lalu, mulut yang terkatup itu bergerak kaku, mengucapkan satu kata yang mengerikan.

"Mati."

Belum hilang rasa kagetmu, pasien itu sudah bangkit duduk, mencabut semua kabel dari kepalanya yang botak dengan kasar, lalu menerkam ke arahmu. Tanpa menoleh pun kamu mengetahui pasien-pasien lain juga sudah melakukan hal yang sama. Sebagian turut menyerangmu dan sisanya menyerang Johan.

Untungnya, kamu masih memegangi senjata yang kamu ambil dari lab. Dengan benda itu kamu menjauhkan para penyerangmu dari dirimu, dan perlahan namun pasti, kamu mendekat ke arah Johan hingga kalian beradu punggung.

"Berikan senjatamu padaku!" teriak Johan. "Aku lebih kuat, aku bisa mengusir mereka semua dari tempat ini!"

Kamu ragu-ragu. Ini adalah senjata kamu satu-satunya. Kalau kamu serahkan pada Johan, kamu tak punya apa-apa untuk melindungi dirimu lagi. Tapi mungkin benar katanya. Untuk cowok kurus, tenaga Johan tergolong kuat sekali.

Apa yang harus kamu lakukan?

Baca episode berikutnya.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "MysteryGame@Area47: THE ASYLUM episode 5," diikuti nama panggilan diikuti "HP=" diikuti jumlah HP diikuti "JP=" diikuti jumlah JP diikuti "XP=" diikuti jumlah XP diikuti jawaban atas pertanyaan ini:

TINDAKAN APA YANG KAMU AMBIL? (Pilih antara: serahkan senjata pada Johan, tetap pegang sendiri dan menolong Johan, kabur meninggalkan Johan. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi. Jangan sampai telat ya mengirimkan jawabannya!

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

No comments: