Pertemuan dua insan manusia...
"Eh, elo kan si Buncit yang waktu itu!"
"Lho, lo kan pacarnya Shrek! Kok sekarang jadi kece begini?"
"Iya. Ihihihihi."
Tragedi yang mengintai...
"Julex! Engkong kita mati digebukin Romex!"
"Ah, boong lo! Ngapain si Romex gebukin engkong kita?"
"Yah, elo kan tahu keluarga kita suka gebuk-gebukan!"
Kesalahpahaman diluruskan...
"Jul, sumpah mati, gue nggak bermaksud gitu! Gue tadinya cuma mau sapa beliau, mumpung beliau sedang jalan-jalan sendirian. Begitu gue samperin, gue tepuk punggungnya. Mana tau dia langsung muntah darah dan mati! Gue mau ngasih napas buatan juga udah telat, Jul! Arwahnya udah lenyap!"
Bagaimana akhir kisah ini? Apakah akan ada akhir supertragis untuk keduanya? Bacalah lanjutannya sekarang juga!
Konon, di kota misterius yang dikuasai dua keluarga tajir nan brutal yang hobi gebuk-gebukan, tinggallah seorang pendeta gadungan. Gosipnya, si pendeta gadungan tidak ikut dengan para penduduk lain hijrah lantaran tak punya duit buat pindahan. Mau minjem duit orang lain pun nggak bisa, soalnya si pendeta gadungan punya reputasi buruk nggak suka balikin utang. Jelas dong, tak ada yang sudi minjemin dia duit. Jadilah si pendeta gadungan satu-satunya penduduk biasa yang tinggal di kota misterius tersebut.
Nama pendeta gadungan itu adalah Kak Lexie.
Semua orang tahu bahwa Kak Lexie adalah pendeta gadungan. Tapi, berhubung tidak ada orang lain lagi yang bisa dimintai tolong, semua pun pergi padanya kalau butuh nasehat, mau pengakuan dosa, dan butuh jampi-jampi. Bahkan untuk hal-hal seperti butuh konsultasi mengenai kesehatan, obat-obatan, dan ramalan masa depan, semuanya diserahkan pada Kak Lexie. Bisa dibilang, Kak Lexie menjabat sebagai "orang pinter" di kota misterius tersebut.
Bukan itu saja, Kak Lexie juga melayani setiap jual-beli barang bekas, memberikan pinjaman dengan jaminan STNK dan BPKB, serta menerima penggadaian barang-barang berharga. Intinya, kita meminta, Kak Lexie menyediakan (promosi terselubung ceritanya). Tak heran, Kak Lexie pun naik pangkat dari orang paling miskin di kota itu menjadi orang ketiga paling tajir (maklum, tak ada keluarga keempat lagi).
Singkat cerita, untuk menyelesaikan persoalan yang mengimpit perasaan, pasangan kita pun mendatangi pesohor ini.
"Kalex," kata Romex sambil menyembah Kak Lexie, sesuatu yang harus dilakukan pada saat kita membutuhkan bantuan Kak Lexie tapi tidak punya duit untuk membayarnya. Menurut kabar, Kak Lexie termasuk orang yang materialistis, jadi saat kita mau yang gratisan, kita harus merayu dengan segombal-gombalnya. "Tolong berikan hamba jalan keluar."
"Gampang!" seru Kak Lexie yang tentunya sudah mengetahui inti perkara masalah ini dengan caranya yang ajaib. Membuka blog tertentu, misalnya. "Kalian minum ini saja!"
Julex menerima botol misterius yang disodorkan Kak Lexie dengan curiga. "Ini apa, Kalex?"
"Racun dong!" jawab Kak Lexie still yakin.
"Lho, kok kami disuruh minum racun?" protes Romex. "Kami kan mau hidup bahagia bersama sampai kaki-nini."
"Kaki-nini pala lo!" Kak Lexie menginjak kepala Romex dengan kakinya yang mengenakan sandal jepit Swallow berwarna hitam. "Lo berdua ini benar-benar cupu! Zaman sekarang, kalo keinginan kita nggak dituruti, kita tinggal ngancem bunuh diri aja!"
"Lah, kalo mati beneran gimana, Kalex?" tanya Romex yang sepertinya agak-agak takut mati.
"Yah, jangan tanya gue lah!" sahut Kak Lexie, seperti biasa menghindari tanggung jawab dari saran-sarannya yang tidak terlalu meyakinkan. "Risiko ditanggung sendiri!"
"Aduh, risikonya gede nggak, Kalex?" Romex makin ngeri saja. "Minum racun gitu matinya sakit nggak?"
"Nggak," sahut Kak Lexie meyakinkan. "Palingan lo jadi ngantuk, trus tidur, trus nggak bangun-bangun lagi."
"Bagus dong, Kalex!" seru Julex, lega nggak perlu mati dengan bibir ungu dan mulut berbusa-busa. Kan nggak cakep kalau difoto buat dipajang di koran nanti. "Terus obatnya pait nggak?"
"Manis kok!" Kak Lexie promosi terus dengan gencar. "Dicobain aja kalo nggak percaya!"
"Oke!" Tanpa basa-basi, Julex langsung membuka botol racun tersebut dan mencecapnya.
"Julex!" teriak Romex pilu. "Kita kan belum sepakat buat bunuh diri bareng! Kalo lo sampe mati, gue nggak mau ikutan lho!"
"Tenang," kata Julex sambil memelototi Kak Lexie. "Ini bukan racun biasa. Benar kan, Kak? Ini SIRUP OBAT BATUK!"
Kak Lexie mengangguk tenang tanpa merasa bersalah sedikit pun. "Betul sekali."
"Lho, kenapa kami dikasih obat batuk, Kalex?" tanya Romex dengan muka tertipu. "Tadi dibilang racun!"
"Lah, kalo diminum sebotol sekaligus, masa kagak mati karena OD?" balas Kak Lexie nggak mau disalahin. "Lagian, nggak punya duit minta racun yang mahal. Tekor di bandar dong!"
Berhubung kata-kata Kak Lexie masuk akal, kedua anak remaja itu tidak membantah lagi.
"Mendingan sekarang kalian bawa pulang tuh racun," saran Kak Lexie. "Pikirkan baik-baik, mau mati sengsara atau idup bahagia..."
"Semua juga mau idup bahagia, Kalex," sela Romex polos.
"Kalo mau idup bahagia, lebih baik lo berdua jangan menikah aja." Pasangan muda itu tampak syok berat dengan saran Kak Lexie yang terdengar muskil. "Di dunia ini masih banyak manusia laen. Kenapa lo harus pilih yang suka digebukin keluarga elo?"
"Karena di kota ini udah nggak ada manusia lain yang serasi lagi," sahut Julex sedih. "Kalo bisa, gue juga nggak mau sama dia."
"Hei!" protes Romex.
"Jangan protes!" kata Julex sambil memelototi si Romex. "Kan lo udah bunuh engkong gue!"
"Itu kan kecelakaan, Jul. Kecelakaan!"
"Nggak mau tahu. Itu engkong gue satu-satunya." Julex merajuk. "Pokoknya gue nggak punya pilihan lain, Kalex. Dia atau jomblo forever. Mana mau gue jomblo forever..." Kata-kata Julex terhenti saat melihat tampang Kak Lexie yang tersinggung. Maklumlah, pendeta gadungan ini kan jomblo forever. "Sori, Kalex, nggak bermaksud menghina."
"Biarpun nggak bermaksud, lo udah keburu hina gue," tukas Kak Lexie. "Udah, sono kalian jangan ganggu gue lagi. Udah nggak bayar, masih aja banyak cincong. Sana, pulang!"
Setelah diusir dengan kasar oleh Kak Lexie, kedua insan muda itu pun pulang sambil membawa sebotol obat batuk.
"Jadi gimana dong rencana kita berikutnya, Rom?" keluh Julex.
"Gini aja." Lagi-lagi Romex punya ide gemilang. "Kita belagak mati aja."
"Hah? Gimana cara?"
"Begini," kata Romex. "Kita buang isi obat batuk ini, lalu kita geletakin seolah-olah kita udah minum semuanya sampe mati..."
"Lho, dibuang begitu aja?" tanya Julex terperanjat. "Ini kan pemberian Kak Lexie yang berharga."
"Halah, Kak Lexie nggak mungkin ngasih kita barang gratisan yang berharga. Ini pasti barang murahan. Nggak penting!"
Julex manggut-manggut. "Jadi kita buang obat batuknya dan kita belagak mati?"
"Iya. Habis itu keluarga kita bakalan nangis tersedu-sedan dan menyesali acara gebuk-gebukan yang udah terjadi berabad-abad ini. Lalu, setelah mereka ngizinin kita kawin, kita baru idup lagi."
"Lho, kalo kita nggak diizinin kawin?"
"Ya, kita hantui!"
Ide Romex terdengar hebat dan masuk akal, jadi Julex pun segera mengangguk. "Ayo, kita jalankan rencana ini!"
Mereka pun pergi ke alun-alun kota, di mana dua mayat yang bergelimpangan pasti bakalan menarik perhatian dua keluarga yang ada. Dengan muka penuh tekad, Romex menuang obat batuk ke dalam selokan, lalu berbaring di sebelah Julex.
"Mulai sekarang," pesan Romex pada Julex, "kita belagak mati. Apa pun yang terjadi, kita nggak boleh gerak atau ngomong. Napas pun sedikit-sedikit aja."
"Oke," angguk Julex. "Good luck, Rom. See you in the other side."
"See you in the other side, Jul."
Baru lima detik dua anak itu belagak mati, muncullah Kak Lexie dengan muka geramnya. Rupanya, pendeta gadungan ini sempat menguntit pasangan ini lantaran kepingin tahu ending cerita ini (mungkin supaya bisa ditulis di blog).
"Dasar kurang ajar!" bentaknya sambil menendang muka Romex tanpa belas kasihan sedikit pun. "Capek-capek gue kasih racun dan petuah, semuanya dibuang ke selokan? Bener-bener nggak tahu terima kasih! Kenapa lo berdua nyariin gue kalo gitu? Hah? Cepet jawab! Kalau nggak, gue tendangi terus nih!"
Romex kepingin menjawab, tapi dia keburu berpesan pada Julex untuk tidak bilang apa-apa. Kan gengsi kalau bicara sendiri. Kesannya seperti menjilat ludah sendiri. Jadi dia pun diam saja. Sebaliknya, Julex yang kepingin menjawab juga takut disangka berkhianat oleh Romex. Maka, saat Kak Lexie berganti menendangnya, dia tetap diam saja. Jadilah keduanya tetap menahan diri selama ditendangi Kak Lexie yang emosi banget karena obat batuk gratisnya dibuang sia-sia, tak peduli muka mereka yang cakep-cakep jadi babak-belur.
"Gila, udah sampe babak-belur begini masih tutup mulut?" Kak Lexie menatap kedua anak yang sudah tergeletak pingsan itu dengan napas ngos-ngosan. "Ya udah lah. Gue kagum juga, lo orang berdua memang setia kawan. Gue ampuni deh. Tapi mulai sekarang, jangan minta gue bantu lagi!"
Setelah melontarkan kata-kata "pemutusan hubungan", Kak Lexie pun meninggalkan alun-alun dengan perasaan damai.
Di tengah hari, kedua keluarga menemukan dua tubuh yang bergelimpangan di alun-alun.
"Anakku!" teriak bapaknya Romex. "Siapa yang gebukin lo sampe mati begini?"
"Pasti si Julex!" teriak emaknya Romex dengan air mata berlinang-linang. "Dia mau balasin dendam engkongnya!"
"Bukan!" bantah bapaknya Julex. "Anak kami yang digebuk! Lihat nih, mukanya yang cakep jadi juelex lagi!"
"Duit 50 juta kami untuk operasi plastik jadi sia-sia!" tangis emaknya Julex.
"Sudahlah!" teriak sepupu Julex memutuskan untuk menyelesaikan masalah. "Mari kita makamkan keduanya berdampingan dan mulai sekarang kita semua hidup dengan damai. Jangan sampe ada korban jiwa yang bertambah lagi dalam cerita ini!"
Begitulah akhir cerita ini, Pembaca. Pada akhirnya, Romex dan Julex dikubur hidup-hidup dalam makam yang berdampingan. Sementara kedua keluarga mereka menjalani akhir yang damai dan bahagia, Romex dan Julex berupaya keras untuk menggali jalan keluar dari dalam makam mereka. Hingga cerita ini ditulis, belum ada kabar apakah mereka berhasil keluar dari makam atau tidak.
T A M A T
2 comments:
endingnya koplak tapi ajaib juga kalex :D iya akhirnya damai tapi damai di kuburan haha xD
Merinding deh.. Si romex sma julex ngenes bgt
Post a Comment