Sunday, July 14, 2013

MysteryGame@Area47: HOLIDAY IN HELL™, episode 4 (battle #1)

WAKTUNYA EPISODE BATTLE!

Sejauh ini, kamu memiliki HP (Health Points) sebesar 100 HP. Dalam perjalananmu, setiap kali kamu menemukan kata-kata seperti (HP: -x), itu berarti HP-mu akan dikurangi dengan bilangan yang diwakili x. Sementara itu, musuhmu adalah kekuatan gelap yang menguasai kampung misterius tersebut dan memiliki 200 MP (Magic Points), yang akan dikurangi setiap kali kamu bertemu kata-kata seperti (MP: -x). Siapkan kertas dan alat tulis. Ini saatnya kemampuan berhitungmu diuji bersamaan dengan keberanianmu!

Jika pada Episode 3 kamu memilih:

1. Ambil ransel dan kabur secepat-cepatnya, klik di sini.
2. Mengumpulkan cermin dan sisir yang jatuh, lalu menantang si sosok merangkak, klik di sini.
3. Mencoba bertahan semalaman, klik di sini.


DAHAN
Oke, apa gunanya sebatang dahan kecil melawan orang-orang sekampung? Kamu tahu, benda itu tidak akan pernah menjadi senjatamu. Jadi kamu harus menggunakannya untuk hal lain.

Sebuah perangkap, misalnya?

Kamu memasang dahan itu di tempat yang menurutmu cukup strategis, lalu meringkuk di dalam semak-semak paling rimbun yang bisa kamu temukan (ouch, sakit bener!!) dan menunggu. Kamu merasakan bunyi gemerisik itu makin mendekat, lalu terdengar bunyi orang terjatuh. Lalu satu orang lagi, dan satu orang lagi. Wah lucu, juga. Sepertinya orang-orang itu memang tidak terlalu banyak berpikir. Setidaknya ada lima orang yang terjatuh gara-gara tersengkat dahan itu. Keributan itu membawa kerumunan itu menjauh darimu, dan sesaat kamu berpikir kamu sudah selamat.

Kamu baru saja menghela napas saat kamu menyadari bahwa salah satu pengejarmu sedang memandangimu dengan muka mengerikan dari antara semak-belukar. Pria itu tampak seolah-olah ingin berteriak untuk memanggil teman-temannya, jadi kamu pun bangkit seraya mematahkan dahan terdekat dan menusuk hidungnya dengan dahan itu. Berbeda dengan si wanita tua, kali ini kamu tidak merasa bersalah karena pria itu bertubuh besar--meski rada letoy untuk ukurannya. Akan tetapi, meski hidungnya tertusuk dahan sampai cukup dalam, pria itu masih sempat menjambak kepalamu--yep, istilah itu tidak salah, pria itu menjambak kepalamu--dan nyaris meremukkannya.

Oke, hidung yang ditusuk dan tidak berdarah? Itu kan tidak mungkin! Tapi kamu tidak sempat memikirkan betapa anehnya semua ini. Soalnya, yang membuatmu nyaris pingsan ketakutan, dia mulai menggigitmu. Astagaaa!! Apa dia berniat memakanmu hidup-hidup? Kamu tidak tahan lagi. Dalam kekalapan, kamu lagi-lagi mematahkan sebatang dahan terdekat dan menusukkannya ke mata pria itu. Kamu menarik napas dan siap untuk berjuang lagi, namun tiba-tiba saja kamu mendapatkan dirimu hanya sendirian saja. Musuhnya lenyap tanpa bekas.

Kamu selamat, atau setidaknya untuk saat ini. (HP: -12)

Klik di sini untuk melanjutkan.


KAMAR LOTENG
Kamu merutuk dalam hati. Dari sekian banyak kamar yang tersedia, kenapa kamu malah memilih kamar di loteng yang teramat sangat jauh dari pintu depan ini? Sekarang mau melarikan diri pun kamu kesulitan. Apalagi, tangga keparat ini berderit setiap kali kamu menginjaknya.

"Siapa itu?" Terdengar suara dari bawah.

Uh-oh. Kamu ingin berbalik, tapi kamu tahu di belakang tidak ada jalan keluar. Mau tidak mau, kamu harus tetap menuruni tangga. Tapi sebelum kamu sempat bergerak, seseorang sudah menaiki tangga dan menghadangmu. Kamu terheran-heran saat melihat bahwa orang itu hanyalah seorang ibu-ibu dengan kebaya lusuh dan rambut yang disanggul dengan sembarangan sehingga terlihat acak-acakan, menatapmu sambil tersenyum ramah. Kamu menduga, tentunya wanita tua ini adalah si Ibu Kades.

"Selamat malam," ucapnya. "Kamu pasti anak malang yang tersesat itu. Sudah makan, Nak? Perlu Tante siapin makanan?"

Kamu nyaris menjerit melihat salah satu tangannya sedang memegang golok besar. "Nggak, Tante! Makasih! Makasih banyak! Tante tidur aja lagi!"

Si Ibu Kades menatapmu sambil menelengkan wajahnya dengan sangat tidak wajar. "Kenapa kamu membawa ransel? Apa kamu ingin pergi meninggalkan desa ini tanpa berpamitan? Sangat tidak sopan Nak, tidak sopan..."

Wanita tua itu perlahan-lahan mendekatimu, dan kamu tahu kamu harus melawannya. Tapi bagaimana bisa? Kamu diajar untuk menghormati orang-orang yang jauh lebih tua darimu, apalagi yang sudah berstatus lansia. Mana mungkin kamu main gebuk begitu saja? Tapi saat wanita itu mengayunkan goloknya ke arahmu, kamu sadar bahwa demi nyawamu sendiri, kamu terpaksa harus mengesampingkan tata krama. Apalagi wanita tua itu--dan juga teman-teman sekampungnya--barangkali psikopat garis miring kanibal. Kan tidak ada salahnya kamu membekuk mereka. Bisa jadi malah itu berarti kamu menyelamatkan calon-calon korban lainnya.

Sambil mengeraskan hati, kamu menghantamkan ranselmu yang mungkin beratnya sepuluh kilogram itu pada si ibu-ibu. Dalam hati kamu rada takut si ibu-ibu malah menebas ransel kesayanganmu dengan goloknya hingga terbelah jadi dua. Namun si wanita tua rupanya terlalu lemah untuk menahan benda seberat itu. Dia berusaha menangkis dengan goloknya, tapi alih-alih melindungi dirinya, dia malah jatuh terguling-guling dari tangga. Kamu shock saat melihat wanita tua itu terkapar di ujung bawah tangga dengan gaya yang bertolak belakang dengan kemampuan sendi manusia--bahkan kepalanya tertekuk ke belakang dengan sudut yang tak mungkin dilakukan oleh manusia hidup. Sambil menahan ketakutan, kamu pun buru-buru keluar dari rumah itu. (MP: -20)

Klik di sini untuk melanjutkan.


MENGUMPULKAN CERMIN DAN SISIR, LALU MENANTANG SI SOSOK MERANGKAK
Perlahan-lahan kamu membuka pintu. Tidak ada orang sama sekali. Cermin dan sisir masih tergeletak di atas tempat tidur, tepat di mana kamu melemparkannya tadi. Kamu memungut kedua benda itu. Kamu menyelipkan sisir kembali ke dalam ransel, sementara cerminnya kamu genggam dalam posisi menghadap ke bawah. Selama beberapa saat, kamu hanya berdiam diri dan mengumpulkan keberanian. Kamu juga bisa merasakan kebimbangan sosok di belakangmu, seolah-olah dia sedang menimbang-nimbang apakah kamu musuh atau korban--dua pilihan yang jelas-jelas tak enak.

Akhirnya kamu tidak tahan lagi dan memutuskan untuk menyudahi semua ini. Kamu mengangkat cerminmu, dan melihat si sosok merangkak ternyata adalah semacam wanita--berambut panjang, tubuh langsing, mengenakan gaun--tanpa wajah. Di tempat di mana seharusnya ada mata, hidung, dan lain-lain, yang ada hanyalah sebuah mulut yang amat sangat besar dan sedang menganga lebar, siap untuk mencaplok kepalamu.

Omaygaaat, mengerikan sekali!!

Kamu menyodokkan cerminmu ke tempat di mana seharusnya mulut itu berada--bagi mata telanjangmu, itu hanyalah udara kosong--dan mendadak saja cerminmu pecah. Sepotong kecil kaca sempat melukai tanganmu. Kamu menyambar ranselmu, lalu melarikan diri. (MP: -15, HP: -5)

Klik di sini untuk melanjutkan.


TALI YANG TERJALIN DARI GELANG-GELANG KARET
Kamu memegangi tali yang terjalin dari gelang-gelang karet itu. Tali yang biasa digunakan oleh anak-anak kampung untuk bermain loncat tali. Apa yang bisa dilakukan tali ini untuk membantumu kabur dari orang-orang kampung ini? Kamu berpikir dan berpikir, akan tetapi saat ini pikiranmu serasa buntu.

Kamu memilih semak-semak yang terletak di tempat yang agak tinggi, lalu meringkuk di dalamnya (ouch, sakit bener!!) dan menunggu seraya menguraikan gelang-gelang karet dari tali itu. Saat orang-orang itu mulai mendekat, kamu mulai menjepret-jepret muka mereka dengan gelang-gelang karet itu. Dalam kegelapan, mereka sama sekali tidak menyadari apa yang menyerang mereka, dan mulai menghindari tempatmu bersembunyi. Tahu-tahu saja, semua orang mulai menjauh, dan kamu mendapatkan dirimu sendirian.

Kamu baru saja menghela napas saat kamu menyadari bahwa salah satu pengejarmu sedang memandangimu dengan muka mengerikan dari antara semak-belukar. Pria itu tampak seolah-olah ingin berteriak untuk memanggil teman-temannya, jadi kamu pun bangkit seraya mengambil tali yang tersisa dan menggunakannya untuk mencekik pria itu. Berbeda dengan si wanita tua, kali ini kamu tidak merasa bersalah karena pria itu bertubuh besar--meski rada letoy untuk ukurannya. Akan tetapi, meski tercekik, pria itu masih sempat menjambak kepalamu--yep, istilah itu tidak salah, pria itu menjambak kepalamu--dan nyaris meremukkannya, menarikmu turun dari tempatmu yang tadinya lumayan tinggi lalu melemparkanmu hingga menabrak pohon terdekat.

Lalu, yang membuatmu nyaris pingsan ketakutan, dia mulai menggigitmu. Astagaaa!! Apa dia berniat memakanmu hidup-hidup? Saat giginya mulai menghunjam ke dalam dagingmu dan darah mulai mengucur, kamu memutuskan kamu harus bertindak untuk menyelamatkan nyawamu. Sekali lagi, kali ini dengan susah payah, kamu mengalungkan talimu pada lehernya dan mencekiknya, lalu mengayunkannya dan menghantamkannya pada pohon besar terdekat. Kamu menarik napas dan siap untuk berjuang lagi, namun tiba-tiba saja kamu mendapatkan dirimu hanya sendirian saja. Musuhnya lenyap tanpa bekas.

Sepertinya kamu selamat, atau begitulah untuk saat ini. (HP: -20)

Klik di sini untuk melanjutkan.


PELARIAN
Mimpi buruk ini seolah tidak bisa berakhir. Baru saja kamu merasa beruntung karena berhasil keluar hidup-hidup dari rumah itu, detik berikutnya kamu menyadari kamu sedang berada dalam situasi yang mengerikan. Semua orang yang berada dalam warung-warung itu sedang memandang ke arahmu. Semuanya. Tanpa kecuali.

Omaygat. Apa mungkin kisah ini lebih menakutkan lagi?

"Hehehe," kamu tertawa canggung. "Saya, ehm, permisi dulu, saudara-saudara sekalian."

Tanpa ba-bi-bu lagi, kamu segera kabur. Tentu saja bukan ke arah khalayak ramai. Itu kan namanya bunuh diri. Kamu berlari mengitari rumah Pak Kades, berniat menerobos hutan di belakangnya. Dan itu satu-satunya pilihan, soalnya kamu menyadari semua orang mulai bangkit dan mengejarmu. Oke, bukan mengejar namanya kalau gerakan mereka begitu lambat seperti zombie. Masalahnya, mereka mengenal daerah ini dan kamu tidak. Meski mereka berjalan lambat pun, kemungkinan mereka bakalan menangkapmu tetap besar.

Kamu harus mencari jalan untuk menipu mereka.

Kamu berlari menerjang hutan di belakang rumah Pak Kades. Hutan yang lumayan lebat, rupanya. Selain pohon-pohon yang besar-besar batangnya dan sangat rimbun, hutan itu juga dipenuhi semak belukar yang tidak segan-segan mencabik-cabik pakaian dan juga kulitmu. Baru sepuluh menit kamu berlari, tubuhmu sudah dipenuhi banyak luka goresan. Udara begitu tipis sehingga kamu merasa sesak, capek, dan juga sekarat. Oke, yang terakhir ini mungkin hanya lebay saja, tapi kamu benar-benar kesakitan. Seluruh tubuhmu dipenuhi rasa sakit yang amat sangat, nyaris melumpuhkan. (HP: -10)

Dan saat kamu merasa sudah mau tumbang, kamu mendengar bunyi gemerisik di belakang. Oh, gawat. Mereka semakin mendekat!!

Mendadak saja kamu teringat benda yang kamu terima dari si anak perempuan yang kecil, menakutkan, tapi sepertinya orang paling baik yang kamu temui malam ini. Apakah pemberiannya bisa menolongmu keluar dari situasi ini?

Jika pada Episode 2 kamu memilih:

1. Batu, klik di sini.
2. Dahan, klik di sini.
3. Daun, klik di sini.
3. Tali yang terjalin dari gelang-gelang karet, klik di sini.


KAMAR DI SAMPING KAMAR PAK KADES
Baru saja kamu merasa aman, perlahan-lahan pintu kamar Pak Kades terbuka. Jantungmu serasa terhenti. Bukannya Pak Kades ada di samping si beruang? Siapa yang berada di balik pintu itu? Kamu tidak ingin tahu sama sekali, akan tetapi kakimu terasa begitu berat sehingga kamu tidak sanggup beranjak pergi.

Lalu muncul seorang ibu-ibu dengan kebaya lusuh dan rambut yang disanggul dengan sembarangan sehingga terlihat acak-acakan, menatapmu sambil tersenyum ramah. Kamu menduga, tentunya wanita tua ini adalah si Ibu Kades.

"Selamat malam," ucapnya. "Kamu pasti anak malang yang tersesat itu. Sudah makan, Nak? Perlu Tante siapin makanan?"

Kamu nyaris menjerit melihat salah satu tangannya sedang memegang golok besar. "Nggak, Tante! Makasih! Makasih banyak! Tante tidur aja lagi!"

Sambil berkata begitu, kamu menutup pintu kamar dengan paksa. Oh sial, sepertinya kamu tidak sengaja menjepit kaki si Ibu Kades. Untunglah, dia tidak keluar untuk menabokmu. Kamu pun buru-buru keluar dari rumah itu. (MP: -5)

Klik di sini untuk melanjutkan.


AMBIL RANSEL DAN KABUR SECEPAT-CEPATNYA
Begitu membuka pintu kamarmu, kamu tidak melihat-lihat sekeliling lagi. Pandanganmu hanya tertuju pada ranselmu yang terletak di sudut kamar. Kamu menyambar ranselmu dan langsung menerjang ke luar kamar lagi. Namun, saat kamu menutup pintu, rasanya seperti ada yang menahan pintu supaya tidak tertutup. Siapa pun yang menahan pintu itu pastilah memiliki kekuatan yang lebih besar darimu, karena tadinya kamu mengerahkan tenaga yang cukup kuat saat menutup pintu. Lebih mengerikan lagi, kamu merasa tangan dengan cakar panjang-panjang meraih bahumu, mencengkerammu hingga kamu tidak bisa bergerak.

Rasanya ajalmu sedang menjelang.

Tidak, kamu tidak sudi menyerah! Dengan panik kamu merogoh-rogoh ranselmu dan berhasil mengeluarkan pemantik api. Kamu menyalakan pemantik itu lalu melemparkan ke dalam kamar itu. Kamu mendengarkan raungan keras sementara api membesar, membuatmu terpaku ketakutan sesaat. Tapi lalu api itu mendadak lenyap. Dan yang lebih melegakan adalah, pintu kamar pun tertutup. (MP: -20, HP: -2)

Klik di sini untuk melanjutkan.


DAUN
Kamu mengeluarkan daun pisang yang diberikan oleh anak kecil itu. Daun itu sangat lebar, dan sekilas tidak tampak berbahaya sama sekali. Dipandangi sampai mati pun, benda itu tidak tampak berbahaya. Satu hal yang jelas: benda ini tidak bakalan menjadi senjata untukmu.

Jadi kamu menggunakannya sebagai benda yang kebalikan dari senjata: daun itu akan menjadi perisaimu.

Kamu meringkuk di dalam semak-semak paling rimbun yang bisa kamu temukan (ouch, sakit bener!!) dan menutupi dirimu dengan daun itu. Kamu tahu, kini kamu sudah menyatu dengan semak-semak. Sambil gemetaran dengan hati berdebar keras, kamu menunggu. Suara gemerisik itu semakin nyaring terdengar, dan tak lama kemudian kamu merasakan semak-semakmu yang bergemerisik lantaran ditabrak oleh orang-orang yang lewat. Kamu menutup mulutmu rapat-rapat supaya tidak menjerit-jerit ketakutan, dan terus meringkuk tidak peduli seberapa dekatnya orang-orang itu denganmu. Kamu terus menunggu dan menunggu, sampai akhirnya tidak ada yang menabrakmu lagi, suara gemerisik semakin menjauh, dan pada akhirnya, suasana menjadi hening. Saat kamu berdiri lagi, kamu menyadari bahwa kamu sudah sendirian.

Kamu selamat, atau begitulah untuk saat ini. (HP: -2)

Klik di sini untuk melanjutkan.


KELUAR DARI RUMAH PAK KADES
Jika pada Episode 1 kamu memilih:

1. Kamar di samping kamar Pak Kades, klik di sini.
2. Kamar belakang, klik di sini.
3. Kamar di atas loteng, klik di sini.


KAMAR BELAKANG
Kamu merutuk dalam hati. Dari sekian banyak kamar yang tersedia, kenapa kamu malah memilih kamar belakang yang gelap ini? Mana lokasinya dekat dapur, tempat yang sangat menakutkan malam ini. Kamu mengendap-endap, berusaha keras untuk tidak menarik perhatian siapa pun juga.

Akan tetapi untung tidak bisa diraih, malang tidak bisa ditolak. Kepalamu menyenggol lonceng angin yang digantung di tengah-tengah dapur. Lonceng itu terdengar menyenangkan, tapi akibatnya tak kalah dengan alarm yang meraung-raung. Tahu-tahu saja sesosok wanita keluar dari kegelapan. Kamu siap mengantisipasi yang terburuk, namun sosok itu hanyalah seorang ibu-ibu dengan kebaya lusuh dan rambut yang disanggul dengan sembarangan sehingga terlihat acak-acakan, menatapmu sambil tersenyum ramah. Kamu menduga, tentunya wanita tua ini adalah si Ibu Kades.

"Selamat malam," ucapnya. "Kamu pasti anak malang yang tersesat itu. Sudah makan, Nak? Perlu Tante siapin makanan?"

Kamu nyaris menjerit melihat salah satu tangannya sedang memegang golok besar. "Nggak, Tante! Makasih! Makasih banyak! Tante tidur aja lagi!"

Si Ibu Kades menatapmu sambil menelengkan wajahnya dengan sangat tidak wajar. "Kenapa kamu membawa ransel? Apa kamu ingin pergi meninggalkan desa ini tanpa berpamitan? Sangat tidak sopan Nak, tidak sopan..."

Wanita tua itu perlahan-lahan mendekatimu, dan kamu tahu kamu harus melawannya. Tapi bagaimana bisa? Kamu diajar untuk menghormati orang-orang yang jauh lebih tua darimu, apalagi yang sudah berstatus lansia. Mana mungkin kamu main gebuk begitu saja? Tapi saat wanita itu mengayunkan goloknya ke arahmu, kamu sadar bahwa demi nyawamu sendiri, kamu terpaksa harus mengesampingkan tata krama. Apalagi wanita tua itu--dan juga teman-teman sekampungnya--barangkali psikopat garis miring kanibal. Kan tidak ada salahnya kamu membekuk mereka. Bisa jadi malah itu berarti kamu menyelamatkan calon-calon korban lainnya.

Tapi alih-alih menggebuknya (yang jelas tidak mungkin karena si wanita tua membawa golok dan kamu bertangan kosong), kamu meraih panci terdekat dan melemparkan benda itu ke kakinya. Si wanita tua tersandung panci, lalu terjatuh. Kamu shock banget melihat wanita itu jatuh menimpa goloknya sendiri, dan ujung senjata itu menembus hingga ke punggung si wanita tua. Sambil menahan ketakutan, kamu pun buru-buru keluar dari rumah itu. (MP: -15)

Klik di sini untuk melanjutkan.


BATU
Oke, apa gunanya sebuah batu melawan orang-orang sekampung? Kamu tahu, benda itu tidak akan pernah menjadi senjatamu. Jadi kamu harus menggunakannya untuk hal lain.

Sebuah trik, misalnya?

Kamu meringkuk di dalam semak-semak paling rimbun yang bisa kamu temukan (ouch, sakit bener!!) dan menunggu. Saat bunyi gemerisik itu makin mendekat, kamu mengeluarkan batumu, lalu melemparkannya sejauh mungkin sebelum akhirnya bersembunyi lagi. Kamu mendengar bunyi batu itu mendarat keras di salah sebuah batang pohon. Serentak, semua langkah langsung mengarah ke situ. Benar-benar seperti serombongan zombie.

Kamu baru saja menghela napas saat kamu menyadari bahwa salah satu pengejarmu sedang memandangimu dengan muka mengerikan dari antara semak-belukar. Pria itu tampak seolah-olah ingin berteriak untuk memanggil teman-temannya, jadi kamu pun bangkit seraya memungut batu terdekat dan menghantam mukanya dengan batu itu. Berbeda dengan si wanita tua, kali ini kamu tidak merasa bersalah karena pria itu bertubuh besar--meski rada letoy untuk ukurannya. Akan tetapi, meski wajahnya sudah setengah hancur, pria itu masih sempat menjambak kepalamu--yep, istilah itu tidak salah, pria itu menjambak kepalamu--dan nyaris meremukkannya, dan melemparkanmu hingga menabrak pohon terdekat.

Lalu, yang membuatmu nyaris pingsan ketakutan, dia mulai menggigitmu. Astagaaa!! Apa dia berniat memakanmu hidup-hidup? Kamu tidak tahan lagi. Kamu meraih sebuah batu lagi dan menghantamnya di kepala. Kamu menarik napas dan siap untuk berjuang lagi, namun tiba-tiba saja kamu mendapatkan dirimu hanya sendirian saja. Musuhnya lenyap tanpa bekas.

Kamu selamat, atau begitulah untuk saat ini. (HP: -15)

Klik di sini untuk melanjutkan.


MENCOBA BERTAHAN SEMALAMAN
Tidak ada sosok merangkak. Begitulah kamu meyakinkan dirimu. Itu hanyalah tipuan cermin atau hasil khayalan yang berlebihan. Sejauh ini kamu sudah melihat banyak keanehan, bahkan hal mengerikan, akan tetapi semua itu bisa dilihat. Sosok merangkak pasti cuma imajinasi belaka. Dengan pikiran itulah kamu bertekad untuk bertahan semalaman. Besok pagi, setelah semua orang sudah lenyap seperti kemarin, kamu akan pergi meninggalkan kampung itu dengan damai.

Dengan takut-takut kamu membereskan cermin dan sisir yang tergeletak di atas ranjang, memasukkan benda-benda itu ke dalam ransel, lalu membaringkan tubuhmu di atas ranjang. Sesaat kamu merasa ada bunyi sesuatu bergeser di atas ranjang, tapi tentunya itu hanya imajinasimu lagi. Kamu memejamkan mata, dan merasa ada yang mendekat. Mendekat. Semakin mendekat.

Omaygaaat. Kamu dicekik!!

Selama beberapa saat kamu hanya bisa menggelepar-gelepar tak berdaya. Kamu mulai kehabisan pasokan oksigen, dan kamu merasa bola matamu siap membalik. Oh tidak! Kamu tidak sudi mati begitu saja! Kamu meraih apa saja yang terdekat--dan rupanya benda itu adalah bantal. Kamu memukul-mukul sekuat tenaga, dan terdengar bunyi buk-buk-buk yang sangat tak wajar, memandang kamu hanya memukuli udara kosong. Tapi kamu tidak peduli dengan ketidakwajaran itu. Pokoknya, kamu harus kabur sekarang juga. Kamu menyambar ranselmu, lalu lari tunggang-langgang keluar dari kamar itu. (MP: -5, HP: -5)

Klik di sini untuk melanjutkan.


SELANJUTNYA...
Sesaat kamu bingung dengan keheningan yang meliputimu. Adrenalin masih mengalir deras dalam tubuhmu, akan tetapi musuh-musuhmu sudah lenyap.

"Mereka akan kembali, kamu tahu."

Kamu menoleh dengan cepat dan melihat anak perempuan yang memberimu barang itu sedang menatapmu. Mulutnya tidak bergerak, tapi kamu bisa mendengar suaranya.

"Kamu sudah terjebak. Terjebak dalam dunia orang-orang mati di mana orang-orang hidup tak akan bisa selamat."

Sesaat kamu tidak sanggup bicara. "Kalian ini sebenarnya apa sih? Zombie?"

Ujung bibir anak perempuan itu terangkat, dan wajahnya tampak semakin mengerikan. "Bukan. Kami adalah orang-orang mati, dan kami sudah mati lama sekali. Akibat sebuah wabah. Saat matahari muncul, kami akan kembali pada makam-makam kami, berlindung hingga malam tiba. Lalu kami akan kembali hidup, makan, minum, dan melakukan kegiatan manusia seperti biasa. Satu-satunya perbedaan adalah, kami harus makan daging manusia untuk tetap menjadi manusia."

Ini adalah hal paling aneh yang pernah kamu dengar. "Apa semua ini adalah gara-gara wabah itu?"

"Entahlah. Yang kami tahu, kami adalah kampung orang-orang mati. Tapi tidak hanya kami yang ada di sekitar sini. Selalu saja ada orang-orang mati dari tempat lain yang singgah di tempat kami. Itu sebabnya, warung-warung kami selalu penuh."

"Warung-warung dengan masakan dari daging manusia." Anak itu mengangguk. "Kenapa kamu ngasih tau aku semua ini?"

Lagi-lagi anak itu tersenyum. "Karena ini menarik. Kamu dan temanmu adalah manusia hidup pertama yang tersasar ke dalam kampung kami. Sebentar lagi, temanmu akan menjadi salah satu di antara kami. Tanpa perlu benar-benar mati, dia akan menjadi orang mati. Sedangkan kamu, kami ingin tahu bagaimana kamu bisa menyelamatkan dirimu."

"Kami?"

Dari belakang anak perempuan itu, keluarlah beberapa anak lain. Ya ampun, sekarang kamu ingat. Anak-anak itu, termasuk si anak perempuan, adalah anak-anak yang pertama kali mengantarmu masuk ke kampung itu!

"Kami semua ingin tahu, apakah kamu akan tetap hidup atau akan menjadi salah satu di antara kami. Apa pun hasilnya, tidak seru kalau kamu mati terlalu cepat. Jadi, kami akan memberimu sedikit bantuan."

Lima orang anak maju seraya membawa berbagai barang: sekop, kapak, sabit, garpu tanah, dan gunting kebun.

"Pilihlah salah satu, dan semoga itu akan membantumu menyelamatkan hidupmu."


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:
Hai para peserta MysteryGame@Area47!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "Holiday in Hell episode 4" diikuti nama, "HP=" diikuti jumlah HP diikuti "MP=" diikuti jumlah MP, plus jawaban atas pertanyaan ini:

SENJATA APA YANG KAMU AMBIL? (Pilih antara: sekop, kapak, sabit, garpu tanah, dan gunting kebun. Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Kalex tunggu jawabannya sampai enam hari lagi ^^

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

No comments: