Sunday, August 18, 2013

MysteryGame@Area47: HOLIDAY IN HELL™, episode 8


Mendadak kamu merasa ada yang memandangimu. Secepat kilat kamu berbalik, namun tidak ada siapa-siapa. Kamu berbalik lagi, berpura-pura menekuni meja di hadapanmu, padahal sebenarnya kamu sedang menyelidiki, apakah itu hanyalah perasaanmu saja atau memang ada yang sedang memata-mataimu.

Lagi-lagi, kamu merasa ada yang memandangimu. Kali ini, perasaan itu lebih jelas dan terasa mengerikan. Seolah-olah ada seseorang berdiri di belakangmu, orang yang dipenuhi dengan niat jahat, orang yang tidak segan-segan menggunakan nyawamu untuk kepentingan dirinya...

Kamu berbalik lagi.

Tidak ada siapa-siapa. 

Tidak mungkin. Tidak mungkin tidak ada siapa-siapa. Perasaan itu begitu jelas, sampai-sampai kamu bisa merasakan hawa keberadaan orang itu. Jangan-jangan... yang sedang berdiri di belakangmu itu sejenis si sosok merangkak? Apakah kamu perlu menggunakan cermin untuk melihatnya? Atau...

Pandanganmu terarah pada lukisan di atas tempat tidur. Lukisan itu menggambarkan seorang pria tampan yang sedang duduk di sebuah kursi dengan gaya jumawa. Sekilas, lukisan itu tidak cocok dengan kondisi kamar dan kampung yang begini sederhana, seolah-olah lukisan itu berasal dari tempat lain yang lebih sophisticated. Akan tetapi, saat kamu memandang lebih lama, kamu menyadari wajah pria pongah itu rada familiar.

Oh, mannn. Itu kan si kakek dalam pondok! Kenapa dia bisa narsis banget, dilukis dengan tampang sok ganteng begitu?

Eh, sebenarnya bukan sok ganteng. Kakek itu memang ganteng waktu masih muda. Rambut yang tersisir rapi dan diminyaki, dengan setelan bagus dan sepatu kulit. Kira-kira mirip Count Dracula lokal gitu deh. Mana tampangnya begitu dingin, begitu culas, begitu menakutkan. Seolah-olah dia akan memakanmu saat kamu sedang berkedip. Dan wajah itu begitu hidup. Bola matanya terlihat begitu asli, demikian juga senyumnya yang tipis itu..

KYAAAAA!!!! BOLA MATA ITU BERGERAK!!!!

Kamu mundur hingga menabrak meja di belakangmu, sementara matamu terpaku pada lukisan itu. Rasa takut menguasai hatimu, menyadari kamu sedang berhadapan dengan musuh baru yang tidak kamu mengerti. Sesuatu seseolah menarik jiwamu hingga keluar dari tubuhmu, akan tetapi secara insting kamu menahannya. Kalau jiwamu diambil olehnya, bagaimana dengan tubuhmu?

"Jangan memandangi lukisan itu." Tiba-tiba terdengar suara anak kecil yang sudah kamu kenali. "Berpalinglah!"

Nggak bisa! Kamu ingin menjerit. Aku nggak bisa melepaskan diri!!

"Kamu pasti bisa," ucap anak kecil itu dengan penuh kepastian. "Ayo, menoleh. Hanya satu gerakan kecil, dan kamu pasti bisa melakukannya!"

Dengan sekuat tenaga (fisik dan mental) kamu berusaha memalingkan wajah--dan kamu berhasil! Saat kamu akhirnya sanggup melepaskan diri, yang pertama kamu lihat adalah anak perempuan yang pernah membantumu, duduk di ambang jendela dengan kaki terjuntai lemah, seolah-olah anak itu tidak sanggup ke mana-mana dengan kedua kaki itu. Seperti biasa, anak perempuan itu tampak mengerikan, akan tetapi kini kamu menyadari bahwa dia tidak seburuk yang kamu duga.

"Sekarang kamu sudah tahu kan?"

Hah?

"Pria inilah orang jahatnya," ucap anak kecil itu dengan bibir terkatup, sementara suaranya menggema entah dari mana. "Sebenarnya, dialah yang menebarkan wabah itu di antara kami. Setiap salah satu penduduk kampung kami mati karenanya, dia akan semakin kuat dan hidup. Pada akhirnya, kami semua mati, dan dia tetap hidup hingga sekarang. Karena dia, kami tidak diterima oleh surga maupun neraka, dan kami terpaksa harus berkeliaran di dunia ini. Kami tidak sanggup hidup di bawah sinar matahari, karena itu kami hanya keluar di malam hari. Kami tidak bisa makan makanan lain selain daging manusia, karena nutrisi yang kami butuhkan hanya ada dalam tubuh manusia supaya kami bisa tetap seperti ini. Kalau tidak, kami akan lenyap menjadi butiran debu, seolah-olah kami tidak pernah ada. Menyedihkan, bukan?"

Kamu melongo mendengar ucapan anak perempuan ini. "Tapi, dia udah membantuku sejauh ini! Buktinya, sekarang kalian semua lumpuh bukan?"

"Kamu benar-benar bodoh," cela si anak perempuan dengan wajah dingin. "Selama ini, dialah tuan dari kami semua. Dia yang memerintah kami dari rumah ini. Dia menyuruh kami mencari makan, lalu mengisap kekuatan kami. Akan tetapi, sejak kedatangan Peter..."

"Peter?"

"Makhluk berkaki banyak yang ada di kamar yang pernah kamu tempati." Oke, makhluk berkaki banyak mirip laba-laba bernama Peter. Apa cuma kamu yang pikirannya terlalu lebay, atau namanya memang mirip Peter Parker si Spider-man? Apa orang-orang di dunia ini memang keren-keren? "Sejak Peter berhasil mengambil alih kekuasaanya di sini, dia terpaksa harus pergi. Sejak saat itu, dia jadi melemah dan menua dengan cepat. Akan tetapi, karena asal-muasal penyakit kami adalah dirinya, kami tetap tidak bisa membunuhnya."

"Karena itu, kamu memberiku senjata," ucapmu perlahan.

"Betul," angguk si anak kecil. "Tolonglah kami. Bebaskanlah kami. Kami tidak ingin menjadi budaknya ataupun budak makhluk-makhluk lain seperti Peter. Yah, meskipun Peter lebih baik darinya sih. Tetap saja, kami ingin memiliki kematian yang normal. Kami tidak ingin lenyap menjadi debu."

"Hmm," ucapmu bete. "Dengan kejahatan kalian, kemungkinan besar kalian bakalan masuk neraka lho."

"Itu bukan pilihan kami." Suara si anak perempuan melirih. "Kami juga tidak ingin memangsa kalian. Tapi, kami juga tidak mau mati. Kami terpaksa melakukannya. Untung saja, bagiku dan anak-anak seusiaku, kami masih bisa menahan diri karena kebutuhan kami tidak sebanyak orang-orang dewasa. Karena itu, aku bisa memandangmu tidak sebagai makanan, melainkan sebagai orang yang bisa membebaskan kami dari semua ini."

Dan kamu juga tidak punya pilihan kalau tidak mau dimangsa oleh orang-orang kampung itu. Oke, semua penjelasan ini mungkin terdengar tidak menyenangkan, tapi entah kenapa, kamu memercayai anak perempuan ini. Dari semua orang yang kamu temui, dialah yang paling kamu percayai. Mungkin karena wajah mengerikannya yang masih menyiratkan kepolosan, mungkin juga karena dia sudah menyelamatkanmu berkali-kali.

Mungkin juga karena lukisan itu benar-benar memancarkan aura jahat yang menakutkan.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan?" tanyamu meski kamu sudah bisa menebak jawaban yang bakalan kamu terima.

"Kamu harus membunuh dia." Tangan si anak perempuan terangkat, menunjuk ke arah lukisan si kakek tua semasa muda. "Jangan anggap remeh dia hanya karena dia tua dan lemah. Dia masih punya sumber kekuatan di mana-mana. Kamu harus menghancurkan semua sumber kekuatan itu sebelum kamu benar-benar membunuhnya."

Astaga, rasanya seolah-olah kamu adalah Harry Potter sementara si kakek tua adalah Voldemort yang punya banyak Horcrux! Kalau sampai si anak perempuan bilang sumber kekuatannya ada delapan biji, andai kamu selamat, kamu akan mencari JK Rowling dan bertanya padanya secara langsung, apa Harry Potter itu diangkat dari kisah nyata.

"Jangan khawatir," si anak perempuan tersenyum tipis. "Hanya ada tiga sumber kekuatan yang dia miliki, jadi kamu tidak perlu bersusah-payah." Yahhh. Kandaslah rencanamu untuk ketemu JK Rowling. Tak apalah, rencana itu juga tak begitu bagus. Memangnya gampang ketemu JK Rowling? Keliling Jawa saja sudah menguras seluruh hartamu, apalagi ke Inggris segala. Kamu kan tidak berniat menjual ginjal hanya demi pergi ke luar negeri. "Sumber kekuatan pertama dan terdekat adalah lukisan ini. Kami tidak bisa melakukan apa-apa terhadapnya, tapi kamu hanya perlu merusaknya untuk melenyapkan kekuatannya. Sumber kedua adalah jam rantai kesayangannya yang tersimpan dalam gudang di atas loteng rumah ini. Dan sumber ketiga adalah kacamatanya yang saat ini berada dalam kuburan Pak Kades."

Astaga! Kuburan Pak Kades? Apa ini berarti kamu harus pergi ke kuburan itu lagi? Di mana kamu harus menyeberangi orang-orang kampung yang sedang merangkak-rangkak di luar sana, melewati hutan belantara, dan mendekati pondok tempat orang yang menjadi otak dari semua kejadian ini?

Jangan pikirkan dulu. Satu per satu. Sekarang, yang perlu kamu lakukan adalah merusak lukisan itu.

Kamu harus menaiki sebuah bangku supaya sejajar dengan lukisan itu. Selama beberapa saat, pandanganmu sejajar dengan mata pria dalam lukisan itu. Sepasang mata itu begitu hidup, begitu mengerikan, memancarkan kelicikan dan keculasan yang berhasil disembunyikan oleh sosok kakek tua yang kamu temui. Kamu bisa membayangkan pria itu menunggumu membalikkan badan, dan di saat kamu lengah, dia akan menghunjamkan tangannya padamu, menembus kulit dan tulang punggung, lalu mengambil jantungmu untuk dimilikinya sendiri.

Oh mannn, lukisan ini benar-benar menakutkan!

Kamu pun membuat keputusan. Dengan cepat kamu merogoh ranselmu dan mengeluarkan sebuah spidol, lalu menggambar kumis jelek di atas bibir pria itu.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya si anak perempuan, suaranya terdengar bete.

"Yah, kan katanya harus merusak lukisan. Jadi aku coretin mukanya aja."

"Bukan itu maksudku..."

Kamu yakin, si anak perempuan sama terperangahnya denganku saat pria dalam lukisan itu mulai berdarah-darah. Matanya mengeluarkan air mata darah, dari kedua telinganya mengucurkan darah, demikian pula kedua lubang hidung dan bibirnya. Kamu sama sekali tidak bisa bergerak saat lukisan itu mulai digenangi darah sungguhan--dan pada akhirnya, seluruh lukisan itu tertutup warna merah dari darah segar.

Dari luar rumah, kamu bisa mendengar lolongan keras dan pilu.

"Itu dia!" seru si anak perempuan. Untuk pertama kalinya, suaranya terdengar panik. "Kamu harus pergi. Sekarang juga! Kamu harus pergi ke loteng dan menghancurkan jam rantai itu!"

"Enak saja!" tukasmu saat mendengar garukan di pintu. "Si Ibu Kades masih nungguin di luar pintu! Gimana caranya aku melewati dia dengan cepat?"

"Biar aku yang akan menghadapinya. Kamu hanya perlu pergi! Sekarang!"

Kamu meloncat turun dari bangku tepat saat si anak perempuan meloncat turun dari ambang jendela, lalu merangkak dengan kecepatan tinggi yang terlihat sangat mengerikan. Berhubung dia tidak bisa membuka pintu, kamu yang melakukannya. Saat pintu terbuka, si Ibu Kades meloncat ke arahmu, akan tetapi si anak perempuan langsung menerkamnya.

"Sadarlah, Ibu!" Hah? Apa anak perempuan ini anak Pak Kades? "Dia akan menolong kita! Jadi kendalikan diri Ibu dan bantu dia!"

Kamu tidak sempat untuk menyaksikan drama keluarga itu lebih lanjut lagi. Dengan cepat kamu melesat ke belakang rumah, menaiki tangga, dan tiba di lantai atas. Saat kamu tiba di sana, kamu menyadari bahwa loteng yang dimaksud anak perempuan itu bukannya lantai atas dari rumah itu. Soalnya, ada sebuah tangga melingkar kecil dan curam di pojok ruangan yang gelap, menuju ke bagian atap rumah tersebut.

Pasti itulah yang dimaksud dengan loteng.

Kamu menaiki tangga itu dengan tergesa-gesa, dan tiba di loteng yang dipenuhi banyak peti dan kotak. Uh-oh, gawat banget. Bagaimana caranya kamu mencari sebuah jam rantai di tengah-tengah tumpukan barang ini?

Pandanganmu tertuju pada peti paling besar dan bagus. Ya, kalau memang ada barang-barang milik pria keren di lukisan itu di sini, pastilah barang-barang itu disimpan di peti yang paling mewah. Kamu membuka peti itu, terpesona saat melihat isinya dipenuhi benda-benda berharga.

INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI: 

Hai para peserta MysteryGame@Area47 yang sudah mendaftarkan diri! 

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "Holiday in Hell episode 8" diikuti nama dan jawaban atas pertanyaan ini: 

BENDA APAKAH YANG KAMU AMBIL? 
(Pilihan jawaban: 
1. Kotak perhiasan kecil
2. Kantong emas berukuran sedang
3. Belati perak
* Tidak perlu sebutkan alasannya.)

Kalex tunggu jawabannya sampai enam hari lagi! ^^

Good luck, everybody! 

xoxo,
Lexie

1 comment: