Sunday, July 23, 2017

MysteryGame@Area47 4: The Murderer's House™ Episode 5

Dengan bodi berdarah-darah, kamu kabur tunggang-langgang ke lantai atas. Lantai kayu serasa begitu rapuh di bawah kakimu. Bunyinya berderak-derik keras saat kamu injak. Jantungmu nyaris copot saat salah satu anak tangga patah saat kamu injak. Gila, memangnya kamu seberat apa?! Bebet yang bodinya segede gajah bisa naik ke sini, masa kamu sampai kejeblos di tangga begitu?

Tunggu dulu. Siapa bilang Bebet bisa naik ke sini? Siapa tahu, dia sudah bertahun-tahun tidak pernah naik ke atas!

Tapi saat ini kamu tidak sempat berpikir panjang-lebar. Yang kamu pikirkan adalah, dengan semua keributan ini, Bebet pasti tahu kamu sedang lari-lari ke lantai atas. Kamu harus buru-buru menemukan jendela dan meloloskan diri dari rumah yang mengerikan ini.

Akan tetapi, begitu kamu tiba di lantai atas, yang kamu lihat adalah koridor gelap tanpa jendela. Jadi kamu melakukan semua yang kamu bisa. Kamu menjangkau satu per satu hendel pintu dan membukanya. Pintu pertama terkunci, akan tetapi kamu berhasil membuka pintu kedua, dan kamu langsung menerjang masuk.

Ruangan itu gelap dan, seperti ruangan-ruangan lain di rumah ini, terasa pengap. Meski dalam kegelapan, kamu bisa merasakan ruangan itu kotor penuh debu. Hidungmu mulai gatal-gatal, tapi kamu berusaha menahan bersin. Kamu memasang selot pintu, lalu memandangi kamar itu. Sial, dalam kegelapan ini kamu menyadari, ruangan itu tidak memiliki jendela! Jadi buat apa kamu capek-capek masuk ke sini?

Dengan tangan gemetar kamu menyalakan ponsel untuk menerangi ruangan itu. Ruangan itu ternyata berukuran kecil dan hanya berisi sebuah lemari, meja, serta sebuah kursi. Sepertinya semacam ruang belajar. Ruangan itu tampak menyedihkan. Setiap anak yang harus belajar di ruangan yang begini tertutup pasti depresi. Kamu tidak bisa membayangkan siapa yang dulu menggunakan ruangan ini.

Kamu memandangi ponselmu dan menyadari sebuah masalah gawat darurat lain: batere ponselmu sekarat. Aneh sekali, padahal tadinya kamu sudah charge hingga baterenya full. Kini kamu bahkan tidak yakin bisa menelepon keluar. Kamu takut hapemu keburu mati sebelum kamu sempat menjerit-jerit minta tolong.

Ternyata pengalaman dikejar-kejar penjahat itu sama sekali tidak enak. Kenapa selama ini kamu malah iri pada anak tetangga? Seharusnya kamu lega dulu kamu selalu hidup dalam kedamaian. Kini kamu mencari-cari masalah sendiri, dan nyawamu terancam bahaya. Kamu bahkan tidak yakin bisa kembali ke rumah orangtuamu hidup-hidup.

Kalau kamu berhasil pulang ke rumah hidup-hidup, kamu berjanji untuk selamanya tidak merasa kesal di saat harus mendengarkan ocehan ibumu soal kehebatan anak tetangga lagi.

Kamu memutuskan untuk tidak berdiam diri saja. Jika Bebet tiba di lantai atas, dia pasti bisa menerjang pintu yang terlihat bobrok ini dan mencincang dirimu hidup-hidup. Jadi kamu pun naik ke atas meja, lalu mulai menekan-nekan langit-langit. Secara ajaib, kamu menemukan satu petak tingkap plafon yang bisa dibuka, tapi kamu harus menggeser meja sedikit. Tidak masalah, meski dengan begitu Bebet pasti tahu kamu naik ke atas plafon. Yang ingin kamu lakukan bukanlah bersembunyi dengan tampang idiot bak korban-korban yang hendak menemui kematian di film-film thriller, melainkan mencari jalan keluar dari rumah ini.

Kamu menggeser meja, dan tindakanmu menimbulkan bunyi keras yang tidak enak didengar. Tapi kamu tidak peduli. Kamu memasang kursi di atas meja, lalu membuka tingkap dan naik ke atas plafon. Tanpa diduga, meski gelap, bagian atas plafon malah tidak terlalu kotor. Setidaknya kamu tidak menyenggol sarang laba-laba dan hidungmu tidak gatal-gatal. Kamu menarik kursi hingga ikut terangkat ke atas plafon juga. Dengan begini, jika Bebet mengejarmu ke atas, dia bakalan mengalami kesulitan.

Dalam kegelapan, kamu menduga bagian atas plafon ini digunakan untuk menyimpan mainan anak-anak atau semacamnya. Soalnya ada beberapa keranjang yang sepertinya dipenuhi bola. Aneh sekali, kenapa begini banyak bola? Kamu mendekati salah satu keranjang dengan hape menyala…

… dan menemukan bahwa keranjang-keranjang itu tidak berisi bola, melainkan kepala-kepala manusia.

Kamu ingin menjerit sejadi-jadinya, akan tetapi kengerian melumpuhkanmu sehingga kamu tidak sanggup melakukan apa pun juga. Seluruh tubuhmu gemetar hebat, dan selama beberapa saat kamu tidak bisa berpikir. Tapi lalu, setelah kamu berhasil menenangkan diri, otakmu mulai berputar lagi. Kenapa bisa ada begitu banyak kepala di sini? Maksudnya, mayat biasanya membusuk kan? Kenapa kepala-kepala ini tampak oke-oke saja? Apakah diberi formalin?

Kamu tidak bisa mencium bau kepala-kepala itu karena semuanya dibungkus pembungkus plastik yang biasanya digunakan untuk membungkus makanan, tapi kamu mulai menyadari samar-samar ada bau tidak enak di atas plafon ini. Bau yang menjijikkan, yang belakangan kamu ketahui sebagai bau formalin.

Kamu memberanikan diri dan mendekati salah satu keranjang itu lagi. Kamu tidak berani menyentuh apa-apa, tapi beberapa kepala yang sempat kamu lihat, semuanya adalah kepala bule. Rambut pirang atau cokelat, kulit putih yang pucat kelam, hidung yang agak terlalu mancung. Kasihan sekali orang-orang ini, turis-turis tak bersalah yang nyasar ke lingkungan kami, lalu tanpa dinyana menjadi korban Bebet dan kepalanya dimutilasi untuk dikoleksi. Kemungkinan besar tubuh mereka dimutilasi di ruang bawah tanah. Tubuh mereka dikubur di sana, sementara kepalanya yang sudah diawetkan dibawa ke atas sini. Mungkin untuk kenang-kenangan.

Kenapa ada orang yang begini psycho sih?

Kamu mulai mengecek bagian atas plafon itu lagi, dan kali ini kamu menyadari bahwa plafon itu jauh lebih besar daripada ruangan belajar tadi. Itu berarti bagian atas ini melingkupi seluruh rumah atau sebagian besar rumah. Sayang sekali tidak ada lubang di atas plafon itu. Kamu berusaha melepaskan genteng yang menaungi plafon, tapi masih ada bagian rangka dari kayu yang tidak bisa kamu tembus. Terpaksa kamu harus turun melewati ruangan lain.

Perlahan-lahan kamu merangkak-rangkak di atas plafon yang berlangit-langit rendah seraya memeriksa lantai, siapa tahu ada tingkap plafon yang bisa dibuka. Itu bukan perbuatan yang mudah, tapi kamu lakukan dengan sabar. Dengan lega kamu sadari Bebet tidak mengejarmu ke atas. Kemungkinan dia masih sibuk naik dari bawah ruang bawah tanah, atau dia memang tidak pernah naik ke atas sini…

Tidak mungkin. Kalau bukan dia yang naik ke sini, siapa yang menyimpan kepala-kepala itu?

Apakah dia punya partner yang membantunya melakukan semua itu?

Sebelum kamu sempat merenungkan pemikiranmu, kamu menemukan tingkap yang bisa dibuka. Perlahan-lahan kamu menggeser tingkap itu, dan menemukan bahwa ruangan di bawah agak terang. Tidak terang-terang amat, karena lampu yang menyala paling-paling lampu lima Watt. Tapi melihat lampu itu, kamu langsung menyadari bahwa di bawah sana ada orang.

Kamu berusaha mengintip-intip, tapi kamu tidak melihat siapa pun juga. Kamu sudah nyaris nekat turun ke bawah ketika kamu mendengar lagu itu.

“Cicak cicak di dinding
Diam-diam merayap
Datang seekor nyamuk
Hap! Lalu ditangkap.”


Jantungmu serasa berhenti berdetak. Suara itu suara yang lembut sekali. Bisa jadi suara anak kecil, bisa jadi suara anak perempuan yang imut. Tapi dalam kegelapan ini, dalam suasana yang begitu menegangkan, dengan kepala-kepala manusia yang diawetkan di belakangmu, suara itu terdengar begitu mengerikan. Kamu merasa seseorang sedang merayap di dinding, mengawasimu, siap untuk mencaplokmu.

Lalu membawamu ke ruang bawah tanah untuk dimutilasi.

“Aku bisa lihat kamu. Kamu bisa lihat aku nggak?”

Holy crap!

Tubuhmu gemetaran, dan kamu buru-buru menutup tingkap sambil merangkak mundur. Spontan kamu menarik kursi yang tadi sempat kamu angkat, lalu menggunakannya untuk menindih tingkap yang barusan kamu tinggalkan itu. Siapa pun juga yang ada di bawah, anak kecil atau pun cewek imut, kamu tidak ingin menemuinya. Kamu tidak ingin ketemu siapa pun juga yang tinggal di rumah ini, apalagi yang menyapamu dengan begitu pede. Itu bukan sapaan seorang tawanan yang senasib denganmu—itu sapaan predator yang sama ganasnya dengan Bebet.

Kamu memutuskan untuk kembali ke tingkap plafon dari mana kamu muncul tadi. Meski ngeri, kamu mendekati kepala-kepala itu. Mendadak kamu sadari, ini adalah barang bukti yang sangat bagus. Meski mengerikan, sepertinya kamu harus membawa satu atau beberapa kepala ini untuk menunjukkan pada dunia bahwa ada rahasia mengerikan yang tersimpan di rumah ini. Rahasia yang bahkan tidak bisa ditemukan oleh polisi.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:


Hai para peserta MysteryGame@Area47! 

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama + nama FB/Twitter/Instagram + "The Murderer’s House episode 4" diikuti nama, "HP=" diikuti jumlah HP yang kemarin diikuti "BP=" diikuti jumlah BP yang kemarin juga, lalu pada email tersebut isilah jawaban atas pertanyaan ini: 

BERAPA KEPALA YANG AKAN KAMU AMBIL? (Pilih antara: nol, satu, dua.)

Kalex tunggu jawabannya sampai enam hari lagi ^^

Good luck, everybody! 

xoxo,
Lexie

1 comment:

Kerry Schultz said...

Very informative and entertaining blog. I really like your posts. But you should also write it in English as it is a global language. It will also increase your audience.