Sunday, April 29, 2012

MysteryGame@Area47™: THE ASYLUM, episode 2

Kamu memandangi bangsal utama rumah sakit jiwa itu. Beberapa lampu neon panjang terpasang di langit-langit yang tinggi, tidak cukup banyak untuk menerangi bangsal yang luas itu, dan beberapa di antaranya sudah berkedap-kedip tanda mulai rusak. Cat dinding yang berwarna hijau telur bebek sudah banyak yang mengelupas, tanda cat tersebut sudah lama tidak diperbaharui. Udara yang menguar terasa busuk, mengganggu indera penciumanmu yang sudah terbiasa dengan orang-orang yang rajin mandi dan ruangan bersih.

Orang-orang yang berkeliaran semuanya bermata kosong dan bergerak bagaikan robot yang nyaris kehabisan batere. Meski begitu, kamu tahu seandainya kamu mengusik mereka, mereka akan langsung menyerangmu dengan kebrutalan yang menakutkan. Mereka semua mengenakan seragam rumah sakit berwarna oranye, warna mencolok yang gampang terlihat meski dalam kegelapan, sepertinya untuk memudahkan para penjaga untuk menemukan mereka andai mereka berhasil keluar dari sini.

Kamu memutuskan, cowok yang duduk di depan papan catur tampak paling tidak berbahaya dibanding mereka semua. Dengan langkah ragu-ragu, kamu pun menghampirinya dan memperkenalkan dirimu.

"Silakan duduk," kata cowok yang bernama Johan itu sambil menunjuk kursi di seberang meja. "Anak yang biasa menempati kursi itu tak bakalan keberatan kalau kamu mengambil kursinya."

Anak? Kamu tidak melihat ada seorang anak di sekitar sini. Kebanyakan remaja seperti kalian berdua. Tapi kamu kan orang baru, kamu belum tahu banyak tentang tempat ini, jadi kamu tidak berkomentar macam-macam.

"Jadi?" tanya Johan padamu. "Kenapa kamu dijebloskan ke penjara ini?"

Penjara? Ya, tempat ini memang mirip penjara. Mungkin begitulah para pasien di sini memandang tempat ini. "Aku juga nggak tau. Sepertinya ada kesalahpahaman. Aku harus ketemu kepala rumah sakit untuk menjelaskan."

"Begitu." Kamu mulai merasa tak nyaman dengan cara cowok itu memandangimu. Senyum di bibirnya tidak mencapai matanya, senyum yang tidak tulus sama sekali. Sementara mata itu menatapmu dengan licik dan waspada, bagaikan seekor ular yang siap memagutmu tatkala kamu lengah. "Sayang sekali, kepala rumah sakit nggak akan mau menemuimu. Di sini, nggak akan ada orang yang mau mendengarmu. Kamu adalah pesakitan berbahaya, kegilaanmu mengancam ketenteraman hidup orang-orang di sekitarmu, kata-katamu bagaikan virus bagi kewarasan mereka. Itulah sebabnya kamu dijebloskan ke sini."

"Tapi..." Sesaat kamu tidak bisa berkata-kata. "Tapi aku nggak seperti itu!"

Ujung bibir Johan terangkat sedikit, membuat wajahnya terlihat menakutkan. "Kamu kira aku seperti itu?"

Kamu kepingin bilang ya. Soalnya, cowok itu memang kelihatan gila dan menyeramkan. Tapi berhubung kamu tidak ingin diterkam dan digigit sampai lehermu putus, kamu menggeleng.

"Kamu tahu apa yang terjadi padamu?" Kamu menggeleng lagi. "Kamu dijebak."

Kini kamu melongo. "Dijebak? Oleh siapa?"

"Yang jelas, semua ini dilakukan oleh musuhmu. Ada yang terpikir olehmu?"

Kamu merasa bingung. Ya, sebagai orang yang tenar dalam waktu sekejap, tak heran kalau ada banyak orang yang iri padamu baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Tapi membencimu? Buat apa? Kamu tidak pernah menyakiti hati orang dengan sengaja kok (kalau tidak sengaja, lain lagi ceritanya).

"Yah, nasibmu sama seperti semua orang di sini," kata Johan sambil bersandar di bangkunya dengan santai. "Nggak ada orang waras yang mau datang ke sini dengan sukarela. Kita semua dipaksa datang melawan keinginan kita sendiri, lalu di sini, kita diperlakukan seperti orang gila. Banyak yang nggak tahan, terutama karena sama sekali nggak ada jalan untuk keluar. Akhirnya, mereka jadi putus harapan dan gila beneran."

Dari sekian banyak ocehan Johan, cuma satu yang kamu dengar: "Sama sekali nggak ada jalan untuk keluar?"

"Sama sekali," tegas Johan. "Kecuali..."

"Kecuali?"

"Kecuali kita kabur berdua, secepatnya."

Jujur saja, kamu rada curiga dengan orang yang tiba-tiba mengajak kamu bersekutu ini. "Kenapa harus secepatnya?"

"Karena, kalau tidak, kamu bakalan disuntik, disuruh minum pil, diobservasi, dan semua akan membuat pikiranmu jadi berkabut. Kamu disuruh tidur terus-menerus, dan otot-ototmu nggak akan bisa diandalkan lagi. Lambat-laun, kamu akan bergerak seperti mereka." Dia membentangkan sebelah tangannya, memamerkan teman-teman sebangsal kalian yang berjalan bagaikan mayat hidup. "Kalau sudah seperti itu, gimana caranya kita kabur?"

"Tapi," kamu memandanginya, "kamu nggak seperti itu."

"Karena," dia tersenyum dengan mata menyipit, "aku berbeda. Aku nggak akan pernah putus harapan, dan aku nggak pernah sudi menerima apa yang mereka lakukan padaku. Tentu saja, tanpa sepengetahuan mereka, karena kalau sampai mereka tahu, mereka akan menyiksaku habis-habisan. Kamu nggak akan memberitahukan rahasia kecil ini pada mereka, bukan?"

"Tentu saja nggak," sahutmu agak tersinggung karena seolah-olah kamu dituduh pengadu.

"Bagus. Karena kalau sampai mereka memburuku, aku tahu siapa yang sudah mengkhianatiku. Dan pada saat itu, aku akan menunjukkan betapa salahnya perbuatan itu."

Oh, sial. Orang ini benar-benar menakutkan.

"Sebentar lagi waktu tidur," katanya sambil berdiri. "Kita akan bahas semuanya besok pagi. Kuharap kamu bisa bertahan melewati malam ini."

Bertahan melewati malam ini? Apa maksudnya?

Tapi kamu tidak sempat menanyakan semua itu padanya, karena terdengar dering bel yang memekakkan. Para penjaga memasuki bangsal dengan sesuatu yang kelihatannya seperti pentungan besi di tangan mereka, tapi saat kamu melewati mereka, kamu mendengar desisan yang mirip suara listrik. Gawat, rupanya itu semacam alat penyetrum.

Lebih gawat lagi, saat kamu melewati pintu untuk naik tangga, seorang penjaga menancapkan tongkat itu ke kakimu. Setruman listrik itu membuatmu langsung meraung kesakitan. Terlintas dalam pikiranmu, setruman itu membuatmu tak bakalan bisa melarikan diri. Soalnya, seluruh tubuhmu langsung jadi lemah.

Berbeda dengan teman-temanmu yang lain, kamu diseret oleh salah satu penjaga untuk menghadap seseorang.

"Halo, perkenalkan, saya Dokter X."

Tubuhmu menegang mengenali suara itu. Dia adalah si pembawa acara bertopeng yang menemanimu di panggung! Seperti kemarin ini, kini dia pun mengenakan penutup di wajahnya. Kali ini adalah masker dokter berwarna hijau. Dengan penutup kepala dan masker itu, kamu sama sekali tidak bisa menebak siapa dia. Bahkan, kamu tetap tidak bisa menebak jenis kelaminnya. Seragam bedahnya membuat bentuk tubuhnya besar dan rata. Matanya, satu-satunya anggota badan yang bisa kamu lihat dengan jelas, terlihat biasa-biasa saja dengan bulu mata yang tidak terlalu banyak. Bisa saja itu milik seorang cowok maupun cewek.

"Saya akan memberimu sedikit obat penenang untuk melewati malam ini." Yeah, seakan-akan kamu belum cukup tenang! "Anda akan diberi jaket khusus juga supaya tidak mencelakai dirimu sendiri ataupun teman satu selmu."

Teman satu sel? Kamu akan punya teman satu sel?

Kamu tidak sempat bertanya karena dokter itu sudah menancapkan jarum suntiknya ke pahamu yang malang. Sepertinya malam ini kakimu menderita banget. Tapi sekali lagi, kamu yakin bahwa semua serangan itu bertujuan supaya kamu tidak bisa kabur.

Selagi kamu merasa mulai rileks akibat obat yang segera mengalir dalam darahmu, pakaianmu diganti dengan seragam rumah sakit, plus sebuah jaket pengekang yang biasa dikenakan oleh para penghuni rumah sakit jiwa. Jaket itu terbuat dari bahan kaku, mengunci kedua tanganmu di depan dada sehingga tidak bisa bergerak sama sekali, dan kamu bahkan tidak bisa memegang apa-apa.

Tapi dalam kerileksanmu, otakmu masih sempat bekerja. Saat dokter itu sedang mengambil jaket pengekang, kamu memutuskan tak ada salahnya mengambil sesuatu dari tumpukan barang di rak di belakangmu. Benda itu segera kamu sembunyikan di balik seragam rumah sakitmu.

Setelah mengenakan jaket pengekang itu, kamu pun dibawa ke dalam selmu.


INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47 yang sudah mendaftarkan diri!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan "Episode 2" + nama panggilan + jawaban atas pertanyaan ini:

BENDA APAKAH YANG KAMU CURI DARI DOKTER X? (Pilih antara: scalpel, gunting, penjepit, alat suntik.)

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi. Jangan sampai telat ya mengirimkan jawabannya! ^^v

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

Saturday, April 28, 2012

Kuis Johan Series Berhadiah 3 Novel TEROR

Hai, Lexsychopaths!

Akhirnya kuis Johan Series berhadiah novel Teror diadakan juga! Seperti biasa, cara mengikutinya very very simple:

1. Like page Johan Series (klik di sini) dan Lexie Xu (klik di sini).

2. Sudah pernah baca 3 buku Johan Series yang sudah terbit yaitu: Obsesi, Pengurus MOS Harus Mati, dan Permainan Maut.

3. Jawablah pertanyaan ini: "Pasangan mana yang jadi favoritmu: Tony & Jenny, Frankie & Hanny, atau Markus & Tory? Jelaskan alasanmu!" Jawaban ditulis di kolom komen di foto Johan Series di page Lexie Xu (klik di sini). Jangan lupa fotonya di-like ya!

4. Sertakan juga namamu, nama FB/akun Twitter, usia, sekolah/kampus.

5. Jawaban ditunggu paling lambat tanggal 12 Mei 2012.

6. Tiga orang pemenang akan dipilih berdasarkan jawaban yang paling kreatif, diumumkan pada tanggal 19 Mei 2012.

Good luck and love you all!

Until next time...

xoxo,
Lexie

Sunday, April 22, 2012

Selamat ujian, Lexsychopaths! \(^,^)/

Dear Lexsychopaths,

Kita semua ikut solider ya, sama temen-temen SMA yang barusan menempuh ujian (susah nggak? Susah nggak?) dan temen-temen SMP yang bakalan menempuh ujian, jadi minggu ini MysteryGame ditiadakan dulu. Oke oke? Buat yang belum ngirim jawaban, buruan dikirim ya! Buat yang udah ngirim jawaban, makasih dan bersabar dulu ya...

Thanks and love you all!

Until next time...

xoxo,
Lexie

Tuesday, April 17, 2012

5 Things You Should Know About TEROR Before It's Published

Hai, Lexsychopaths!

Seperti yang sudah dijanjikan, inilah kisi-kisi seputar TEROR:

1. Novel Teror adalah buku terakhir dari serial Johan Series. Buku=buku lainnya adalah Obsesi, Pengurus MOS Harus Mati (PMHM), dan Permainan Maut.

2. Narator di novel Teror bukan hanya Johan, tapi SELURUH TOKOH UTAMA JOHAN SERIES (Jenny, Hanny, Tory, Tony, Frankie, Markus, Les, dan Johan).

3. Cover novel Teror adalah Johan the psychopath dan Jocelyn, adiknya.

4. Tebal cerita novel TEROR kurang lebih sama dengan Obsesi, ditambah dengan behind the story, behind the characters, dan profil penulis (yay!).

5. Tanggal terbitnya adalah 17 Mei 2012, sedangkan harga buku Rp. 41.500.

Ditunggu ya Teror-nya! ^^

xoxo,
Lexie

TEROR, the last book of JOHAN SERIES

COMING SOON: 17 MAY 2012!!

Penulis: Lexie Xu
Editor: Novera Kresnawati
Ilustrator: Maryna Roesdy

Namaku Johan, dan akulah penyebab mimpi buruk semua orang.

Semua orang selalu meremehkanku, mulai dari ibuku hingga anak-anak tolol di sekolahku, dan aku selalu berhasil memberi mereka pelajaran bahwa aku tidak bisa diremehkan. Tentu, beberapa akibatnya tak kuduga, seperti bahwa aku telah menewaskan ibuku dan beberapa kecelakaan lain, tapi itu harga yang harus kubayar demi menegakkan harga diriku.

Hidupku berubah drastis sejak aku bertemu dengan Jenny, cewek yang sudah merebut rumah masa kecilku. Bukan saja itu kesalahan yang dilakunya, melainkan juga ternyata dia berteman dengan cewek cantik yang seharusnya menjadi teman atau, lebih baik lagi, pacarku. Aku bertekad untuk menghukumnya. Namun kebalikan dari harapanku, akulah yang dijebloskan ke dalam rumah sakit jiwa.

Di balik dinding yang membatasiku dengan orang-orang gila, aku mulai menyusun siasat dan rencana. Aku berhasil memperdalam kemampuanku untuk memengaruhi orang lain, menggerakkan mereka untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kotorku, bagaikan pion-pion tak berharga yang bisa kukorbankan sewaktu-waktu.

Sekarang, setelah aku berhasil keluar dari rumah sakit jiwa, waktunya untuk pembalasan dendam. Mereka semua yang sudah berani menentangku akan merasakan akibatnya.

Sebab kali ini, aku akan mengirim mereka semua ke neraka.

Sunday, April 15, 2012

MysteryGame@Area47: THE ASYLUM™, episode 1

SELAMAT!! Kamu adalah penulis muda, beken, dan sukses yang berhasil selamat dalam keadaan hidup-hidup dari kejaran monster gila saat mengasingkan diri untuk menulis. Kamu dianggap sebagai figur hebat, tangguh, berani, bahkan sakti oleh media massa. Banyak yang mengelu-elukanmu, menyamakanmu dengan Harry Potter (dari dunia Muggle, tentu saja, karena kamu sama sekali tak punya kekuatan sihir, sudah terbukti dari tampang kacaumu saat melawan monster) dan menjulukimu "Bayi Penulis Keren Manusia Super Manusia Biasa yang Bertahan Hidup". Dalam beberapa foto, luka di keningmu memang terlihat mirip-mirip tanda tanya, terutama karena ada bisul yang mendadak nongol di situ. Yah, tanda tanya memang tak seberapa keren jika dibandingkan dengan gambar petir, tapi setidaknya kini semua orang selalu memperhatikan keningmu setiap kali kamu lewat.

Puncak dari semua ini adalah undangan ke Istora Senayan untuk menceritakan pengalamanmu di depan umum. Yang keren adalah, MC-nya ternyata Cherrybelle. Karena ngefans banget dengan Cherrybelle, kamu pun pergi ke Istora Senayan dengan penuh semangat. Kamu mengenakan pakaian terbaik, pakaian dalam terbaik, bahkan mampir ke salon untuk potong rambut shaggy ala Korea sejenak. Saat akhirnya nongol di atas panggung, penampilanmu tampak prima, penuh gaya dan sensasi. Pokoknya, kamu tak pernah terlihat lebih keren dari saat ini.

Sayangnya, Cherrybelle sedang berhalangan hadir karena ada acara lain yang lebih penting. Jadi terpaksa kamu dipandu oleh seseorang yang tampak mencurigakan.

"Halo, perkenalkan," kata orang yang mengenakan topeng itu. Topeng itu tidak terlalu menakutkan sebetulnya. Hanya saja, ketidaktahuanmu tentang jati diri orang tersebut membuatmu merasa tak nyaman. Suaranya terendam sehingga kamu bahkan tidak bisa menduga apakah dia pria atau wanita. Lebih misterius lagi, dia mengenakan tuksedo yang berlapis-lapis sehingga menyembunyikan bentuk badan yang sebenarnya. Sungguh orang yang misterius. "Saya adalah Oknum X, pembawa acara istimewa ini."

Kamu sama sekali belum pernah mendengar tentang orang ini. Tapi kamu tidak merasa curiga atau khawatir. Yang ada malah sedikit rasa terhina karena orang yang disamakan dengan Harry Potter seperti kamu malah harus dipandu oleh pembawa acara gaje tak beken. Tapi sudahlah, yang penting kan eksis!

"Jadi, bisa Anda ceritakan bagaimana pengalaman Anda di rumah kosong tersebut?"

Kamu pun mulai bercerita dengan lancar, dengan kepiawaian seorang penulis cerita berkualitas. Dimulai dengan bagaimana kamu mengawali malam itu dalam kegelapan, bagaimana kamu diserang si monster dan dikejar-kejar ke atap. Seluruh Istora hening mendengar ceritamu, jadi kamu pun semakin bersemangat menyerocos bagaimana kamu menyelinap ke lorong bawah tanah. Saat kamu menceritakan bagaimana kamu bertemu kakek-kakek yang rupanya adalah kakak si monster yang kemudian dicabik-cabik, kamu menyadari bahwa keheningan yang melingkupi seluruh Istora terasa aneh.

Mendadak, dari bangku penonton, terdengar celetukan keras, "Ceritanya lebay banget sih!"

"Iya, gak masuk akal!" timpal seseorang dari seberang ruangan.

Tuduhan berikutnya makin membuatmu stres. "Orangnya delusional tuh!"

"Bukan, dia pasti sudah gila!"

Kamu menatap khalayak ramai dengan ngeri. Sepertinya, sebentar lagi mereka semua akan melemparimu dengan tomat dan telur busuk (tadinya kamu mengharapkan hujan bunga dan duit seratusribuan). Kamu merunduk, siap untuk menyambut kemungkinan itu, tapi lalu dua orang menarik tanganmu dan membawamu keluar. Kamu baru saja merasa lega karena diselamatkan saat menyadari bahwa kamu digiring ke sebuah mobil bertuliskan: RUMAH SAKIT JIWA.

Apa-apaan ini?

Kamu tidak sempat memprotes lantaran sudah keburu didorong ke bagian belakang mobil van itu. Saat kamu mengecek, rupanya pintu mobil diatur supaya tidak bisa dibuka dari dalam. Bagian depan dan belakang mobil dipisahkan dengan kaca plastik yang kedap suara. Kamu mengetuk, menggedor-gedor, dan menjeduk-jedukkan kepala, tapi dua petugas di depan sama sekali tidak memedulikanmu. Mungkin ulahmu malah membuatmu kelihatan benar-benar seperti orang gila, jadi kamu memutuskan untuk duduk dengan tenang dan menunggu sampai kamu dipertemukan dengan pihak yang berwenang--atau siapa pun juga yang bertanggung jawab atas lelucon yang sama sekali tidak lucu ini.

Kamu menatap ke luar jendela. Langit sudah gelap, sementara jalan tol yang kalian lalui diterangi lampu-lampu di pinggir jalan. Mobil-mobil di sekitar awalnya padat, tetapi setelah melewati gardu tol luar kota, jalanan semakin sepi. Perasaanmu makin tak enak saja saat mobil keluar dari jalan tol dan memasuki jalan pedesaan yang tak pernah kamu lalui sebelumnya.

Oke, sepertinya ini bukan lelucon lagi. Sebenarnya, apa yang terjadi sih?

Akhirnya mobil yang kamu tumpangi tiba juga di tempat tujuan. Kamu menempelkan mukamu ke kaca jendela, dan tercengang melihat bangunan di depanmu. Bangunan itu sudah tua, lebih mirip gudang raksasa daripada rumah sakit, dan sama sekali tidak mirip dengan rumah sakit jiwa yang ada dalam bayanganmu. Bangunan itu dikelilingi pagar kawat yang tinggi, dan seorang petugas sekuriti membuka pagar supaya mobil yang kamu tumpangi bisa lewat. Dikelilingi langit malam dan kosongnya lapangan di sekitar, bangunan itu memancarkan kesepian, kesedihan, dan keputusasaan, merasuk ke dalam lubuk hatimu, membuatmu merasakan hal yang sama...

Tidak, kamu tidak berminat tinggal di sini! Kamu kan tidak gila. Ada kesalahpahaman, dan kamu akan meluruskannya secepat mungkin.

Pekarangan itu sempit dan kosong. Mobil van berhenti tepat di depan pintu masuk, lalu dua petugas di depanmu keluar. Dalam waktu sekejap, pintu di sebelahmu terbuka dan kamu diseret ke luar. Kamu merasa tersinggung, tapi tak ingin digebuki para petugas karena bersikap kurang ajar. Maka kamu pun berkata dengan sehalus mungkin, "Bapak petugas yang baiki, maafkan saya, tapi bisa berhati-hati sedikit dengan saya?"

Tidak tahunya si petugas malah menggerutu. "Dasar orang gila, ngomongnya kelewat sopan banget!" Setelah bicara begitu, dia mendorongmu pada petugas yang lain. "Nih, sekarang dia jadi urusan lo!"

Petugas kedua ini menyeretmu ke dalam gedung. Tenaganya kuat banget, kamu sama sekali tak sanggup melawannya. Kamu lebih takut padanya dibanding petugas pertama, tapi setidaknya kamu sudah belajar sesuatu. Kali ini, dengan sikap kasar kamu berkata, "Eh, geblek! Jangan kasar-kasar dong! Gue ini orang penting, tahu?"

Tidak tahunya si petugas kedua menjitak kepalamu. "Diam kamu! Dasar orang gila, udah ditangkap begini masih aja berani bersikap kasar!"

Lha, kamu jadi bingung, bagaimana harus bersikap di tempat ini? Sopan salah, kasar juga salah. Parah!

Kamu tiba di sebuah loket dengan jendela kecil, di mana seorang kakek tua menunggu di dalamnya. Kamu perhatikan, di dalam loket itu ada banyak sekali loker-loker bernomor. Barang-barang pribadimu dilucuti: dompet, Blackberry, iPhone, jam tangan, tisu, dan permen penyegar napas. Benda-benda itu dimasukkan si kakek ke dalam loker nomor 47.

"Kenapa barang-barang saya diambil semua?" tanyamu bingung.

"Karena mulai saat ini kamu akan tinggal di sini," sahut si petugas dengan nada sok sabar.

"Tapi saya nggak gila!" protesmu. "Saya mau bicara dengan pimpinan di sini!"

"Maaf, semua surat sudah diurus." Eh? "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Mulai saat ini, kamu resmi jadi penghuni Asylum 47."

Sambil berkata begitu, si petugas menunjuk sebuah papan di pintu kawat yang menghubungkan daerah pintu masuk dan bagian dalam gedung. Papan itu bertuliskan:
"ASYLUM 47. Tempat pembuangan orang-orang gila yang tak bisa disembuhkan lagi. Penghuni tidak boleh keluar sama sekali, dengan alasan apa pun juga."

"Apa maksudnya kata-kata terakhir ini?" tanyamu pada si petugas.

Si petugas menyeringai. "Maksudnya adalah, seumur hidup kamu akan tinggal di sini."

APA???

Pikiranmu mulai bekerja. Kamu tidak bisa tinggal di sini seumur hidup. Kamu tidak gila. Masa depanmu seharusnya cerah, dengan karir bagus menunggu di luar sana. Apa pun yang terjadi, kamu harus keluar dari sini.

Kamu putuskan, kamu akan kabur. Secepatnya. Malam ini juga, kalau perlu.

Pandanganmu beralih ke meja loker yang sempit. Ada beberapa barang yang kelihatan rapi, tapi ada juga yang disisihkan ke samping seolah-olah tak terlalu penting: sebuah bolpen, sebuah stapler, sebuah penggaris besi, dan sebuah mug keramik yang masih ada ampas kopinya. Kamu cukup yakin, kalau kamu mengambil salah satu benda itu, si kakek tak bakalan sadar. Jadi, saat si petugas sedang sibuk mengirim pesan dengan ponselnya, kamu pun mencopet salah satu benda itu.

Si petugas membuka pintu kawat, lalu mendorongmu masuk. Sebelum kamu sempat mengatakan sesuatu, pintu itu sudah tertutup lagi. Kamu menghela napas, lalu memandang ke dalam ruangan yang baru kamu masuki itu.

Dan melihat empat orang gila merangsek ke arahmu seperti segerombolan zombie buas.

Kamu berteriak ketakutan sambil menutupi mukamu dengan kedua lengan. Tapi setelah menunggu-nunggu beberapa saat, kamu tidak diserang-serang juga. Saat kamu mengintip dari sela-sela lenganmu, kamu baru menyadari bahwa sasaran empat orang gila itu bukanlah kamu, melainkan pintu yang terbuka. Kini mereka menggedor-gedor pintu kawat dengan liar, mengeluarkan gerungan mirip zombie. Kamu mencium bau tak enak, dan menyadari bahwa bau tak enak itu berasal dari orang-orang itu. Bau orang yang sudah lama tak membersihkan diri.

Ugh.

Kamu memandangi ruangan itu. Ruangan yang luas, dengan dinding yang catnya sudah terkelupas, langit-langit tinggi, dan penerangan remang-remang. Bau tak enak yang tadi kamu cium memenuhi udara, samar-samar, tapi semakin kuat saat seseorang mendekatimu. Ada sebuah panggung di depan, mengingatkanmu pada kenyataan pedih bahwa beberapa jam lalu kamu masih berkoar-koar di atas panggung Istora Senayan dan kini kamu malah jadi penghuni rumah sakit jiwa. Berbeda dengan Istora, di bawah panggung terdapat banyak sekali meja, ada yang besar dan ada yang kecil. Beberapa ditempati orang, sisanya kosong. Ada banyak sekali orang yang berkeliaran di ruangan itu, mungkin jumlahnya sekitar seratus orang, dan hampir semuanya bergerak seperti robot atau zombie. Kamu melihat beberapa tampak normal, tapi mereka berusaha untuk menyesuaikan diri dan tidak membuat masalah.

Yang paling kental terasa dari ruangan itu adalah rasa kesedihan, kesepian, dan keputusasaan.

"Orang baru?"

Kamu mendongak dan melihat seseorang duduk di sebuah meja besar sendirian. Cowok itu masih muda--masih remaja, sebenarnya. Rambutnya acak-acakan, dengan kacamata bergagang miring yang rupanya pernah patah dan senyum sinis yang tak mencapai matanya. Ada sebuah papan catur terletak di tengah-tengah, dan sebuah kursi kosong di seberang meja.

"Kamu akan senang tinggal di sini," kata cowok itu sambil mengamatimu. "Omong-omong, namaku Johan."

Baca episode berikutnya.

INSTRUKSI MysteryGame@Area47 UNTUK MINGGU INI:

Hai para peserta MysteryGame@Area47 yang sudah mendaftarkan diri!

Kirimkan email ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan nama panggilan diikuti dengan jawaban atas pertanyaan ini:

BENDA APAKAH YANG KAMU AMBIL DARI LOKET SI KAKEK TUA? (Pilih antara: bolpen, stapler, penggaris besi, mug.)

Lexie tunggu jawabannya sampai enam hari lagi. Jangan sampai telat ya mengirimkan jawabannya! ^^v

Good luck, everybody!

xoxo,
Lexie

MysteryGame@Area47™: How to play/cara bermain

1. Menjadi member page FB Lexie Xu dengan menekan tombol like dan follow akun Twitter @lexiexu untuk mengetahui kapan ada episode MysteryGame yang terbaru.

2. Setiap episode baru akan di-upload ke blog pada hari Minggu (biasanya sore).

3. Baca ceritanya baik-baik, lalu lakukan instruksi di akhir cerita. Kirimkan hasilnya ke lexiexu47@gmail.com paling telat hari Sabtu (enam hari setelah cerita di-post). Supaya adil, yang telat akan didiskualifikasi.

4. Pemenang dipilih berdasarkan nilai yang tertinggi setelah mengikuti keseluruhan cerita, dan berhak mendapatkan satu kupon MysteryGame@Area47™.

5. Good luck, everybody, and may the odds be ever in your favor! ^^

xoxo,
Lexie

Saturday, April 14, 2012

Kumcer Supertragis™: Peserta MOS Harus Mati

Masa-masa MOS adalah masa-masa yang paling menderita selama kita menjadi murid SMA. Sebagai murid baru yang masih cupu banget, kita disiksa, dihina, disuruh-suruh, dibikin jorok. Hanya demi memasuki masa SMA yang tidak jelas seru atau tidaknya! Kalau saja orangtuaku tidak mengancam untuk menjadikanku gelandangan kalau aku tidak sekolah, pasti aku sudah membuat rusuh saat disuruh menyikat toilet lama yang, katanya, tidak dipakai lagi karena dari lubang toilet bisa keluar tangan. Benar-benar pekerjaan yang bikin sport jantung.

Belum lagi tampang-tampang kakak kelas yang jadi pengurus MOS. Benar-benar bikin emosi! Pengurus MOS yang berasal dari kelas tiga sih okelah, mereka memang galak tapi masih punya belas kasihan. Tapi para pengurus MOS dari kelas dua benar-benar bikin ilfil. Yang bertubuh pendek itu, misalnya. Namanya Benji atau Bejo, aku lupa. Dari sekian banyak pengurus MOS, dia paling sadis. Dialah yang memaksaku menyikat toilet berhantu itu. Lalu ada lagi ketua tim atletik yang kerjanya menyuruh kami lari-lari. Mungkin dia berniat mencari tahu bakat atletik kami, tapi masalahnya, bakat atletikku nol besar. Saat disuruh lari-lari, aku malah terguling-guling.

Satu-satunya senior yang paling kami sukai dari kelas dua adalah Kak Lexie. Dia bukan pengurus MOS. Menurut gosip, hanya anak-anak paling populer yang boleh menjadi pengurus MOS, dan rupanya Kak Lexie sama sekali tidak populer di kelas dua. Kata anak-anak, Kak Lexie terlalu jail, dan kejailannya sering menelan korban jiwa. Akibatnya, semua orang ogah dekat-dekat dengannya.

Mungkin karena itulah, para pengurus MOS tidak berani mencari masalah dengan Kak Lexie. Berkali-kali Kak Lexie menyelamatkan kami dari cengkeraman Bejo (atau Benji, tak tahulah), si ketua atletik maut, sosok berkepala duren, dan masih banyak lagi pengurus MOS yang seram-seram. Bagi kami, Kak Lexie sudah jadi semacam
superhero. Mungkin mirip jagoan di X-Men, itu lhooo... Magneto. Yah, Kak Lexie memang tidak terlalu pantas disamakan dengan jagoan baik, soalnya tampangnya rada-rada ngenges.

Pada hari terakhir MOS, kami disuruh meminta tanda tangan dari kakak-kakak kelas. Setelah minta tanda tangan tiga kakak kelas terdekat, beramai-ramai kami pun mencari kakak kelas favorit kami itu. Setelah muter-muter, rupanya Kak Lexie sedang makan di restoran depan sekolah. Biasanya restoran itu menjadi tempat mangkal ibu-ibu yang menunggui anak karena tempatnya nyaman dan sejuk, namun hari ini udara di dalam restoran tercium aroma yang sama sekali tidak enak. Kami langsung tahu alasannya saat melihat Kak Lexie sedang mengangin-anginkan ketiaknya di depan AC. Pantas saja, selain Kak Lexie, tidak ada tamu lain yang nangkring di restoran saat ini.

"Kakak!"

"Haii!" Wajahnya berubah ceria saat melihat kami, tapi dia tetap tidak memindahkan ketiaknya dari depan AC. Terpaksa kami semua menahan napas. "Ada apa? Kok nyariin ke sini?"

"Begidi, Kak," ucapku dengan suara mirip orang pilek gara-gara menahan napas. "Kabi kebigin binda dandadanan."

Aku tahu kata-kataku nyaris tak bisa dimengerti, tapi anehnya Kak Lexie langsung mengangguk-angguk. "Ooh, kepingin minta tanda tangan ya? Boleh, boleh."

Kami semua langsung kegirangan, soalnya tiga kakak senior pertama yang kami mintai tanda tangan tak membiarkan kami mendapatkan keinginan kami dengan begitu gampang. Kami disuruh bernyanyi, menari, dan lompat katak. Untunglah Kak Lexie tidak meminta apa pun...

"Dengan satu syarat."

Kami semua tercekat. "Syarat apa, Kak?"

"Bayarin makanan gue."

Kami melirik meja Kak Lexie dan menahan senyum. Memang makanannya cukup banyak. Ada semangkuk yamien, semangkuk pangsit, beberapa kantong plastik bekas kerupuk, dan segelas jus alpukat. Tapi kami kan berenam. Kalau dibagi-bagi, paling-paling seorang bayar lima ribu perak.

"Gambang, Kak!" sahutku pede.

Kak Lexie pun mencorat-coret di buku tanda tangan kami dengan gaya profesional, lalu ditutupnya sebelum diberikan kembali pada kami. Lalu, dia melambai, "Kalo gitu, gue serahkan urusan bon ini ke lo semua ya!"

Sesaat kami merasakan hawa dingin menghinggapi leher belakang kami. Senyum Kak Lexie tampak aneh. Sepertinya, senyum itu terlalu lebar untuk ukuran mulut manusia biasa.

Rasanya ada yang tak wajar di sini.

Sebelum kami sempat bereaksi, Kak Lexie sudah keburu kabur, nyaris seperti terbirit-birit.

Lega karena bau ketiak yang asam banget sudah lenyap, kami pun melenggang ke arah kasir. Bayangan senyum seram Kak Lexie sudah lenyap dari benak kami. "Kami mau bayar makanan Kak Lexie."

"Akhirnya!" Si pemilik restoran tampak girang saat menyodorkan pada kami bon yang lumayan panjang. "Semuanya satu juta tiga ratus ribu!"

"Hah?" teriakku. "Kok bisa begitu banyak?"

"Lho, anak itu udah ngutang bertahun-tahun nggak pernah bayar. Tak saya sangka, hari ini akhirnya bon ini bisa dilunaskan juga!"

"Tapi kami nggak punya duit sebanyak itu..."

"Apa kata kalian?" Kami semua terperanjat saat si pemilik restoran berdiri. Rupanya bodinya gede banget, dengan otot-otot lengan yang lebih besar dari kepalaku dan tato di mana-mana. Kontan kami semua saling berpelukan. "Jadi kalian hanya bohong waktu bilang mau bayar makanan si Lexie?"

"Nggak, Pak, bukan begitu!" seruku ketakutan. "Kami akan tetap bayar! Tapi kami nggak punya duitnya. Gimana kalau kami bekerja di sini saja sebagai gantinya?"

Si pemilik restoran berpikir sejenak. "Oke. Begitu juga bagus. Tapi ini berarti kalian tidak boleh pulang sebelum utangnya lunas, mengerti?"

Kami semua mengangguk-angguk dengan muka pucat.

"Kebetulan, di belakang ada toilet yang sudah lama nggak disikat. Sana, urus toilet itu!"

Kami segera ngibrit ke belakang sebelum si pemilik restoran berubah pikiran. Namun, saat tiba di depan toilet itu, kamilah yang kepingin berubah pikiran. Habis, toilet itu seram bangeeet. Sarang laba-laba di bagian atas, lampu yang berkedap-kedip saat dinyalakan, keran yang tetap menetes meski sudah dimatikan, dan lobang toilet yang agak kelewat besar. Sepertinya, lobang toilet itu sanggup memuat kepala manusia.

Dengan ragu bercampur takut, kami memasuki toilet itu. Aku yang masuk paling terakhir, dan tersentak saat pintu toilet itu menghempas tertutup dengan sendirinya.

"Gawat!" Aku mengguncang-guncang hendel pintu toilet, dan benda itu langsung copot. "Kita terkurung di sini!"

"Cepat teriak minta tolong!"

"Percuma, toilet ini terlalu jauh dari rumah utama! Nggak akan ada yang bisa mendengar!"

"Ini benar-benar seram!" Salah satu dari kami mulai menangis. "Kenapa kita harus terlibat urusan seperti ini???"

"Guys, coba lihat." Kami semua langsung mengerubungi salah satu temanku yang membuka buku tanda tangannya. "Ini tanda tangan Kak Lexie buat kita."

Jantungku serasa nyaris berhenti membaca tulisan yang tertera di situ. Aku segera membuka buku tanda tanganku.

Tulisannya sama.

"Peserta MOS Harus Mati."

Mendadak aku teringat senyum Kak Lexie sesaat sebelum meninggalkan kami. Senyum yang teramat sangat mengerikan itu.

Dan aku pun tahu, selamanya kami takkan bisa lolos dari neraka jahanam ini.

T A M A T

Judul asli: Terkurung di Toilet

Sunday, April 1, 2012

The Next MysteryGame@Area47™

Hai, Lexsychopaths!

Setelah sekian lama kosong, akhirnya MysteryGame@Area47™ akan dimulai lagi! Buat yang kepingin daftar, silakan kirim email kosong ke lexiexu47@gmail.com dengan subject yang diisi dengan kata "MysteryGame", nama Facebook/Twitter (nama Twitter diawali dengan tanda @), nama panggilan. Contoh: MysteryGame, Lexie Xu/@lexiexu, Lexie.

Email ditunggu sampai dua minggu berikutnya ya, yaitu tanggal 15 April 2012! Hanya yang mendaftar yang boleh ikutan, jadi buruan daftar, jangan sampe kelewatan. Ajak juga temen-temen kalian biar makin seru!

Until next time...

xoxo,
Lexie